Seiring upaya berbagai negara mengatasi tantangan belum meratanya program vaksinasi dan varian-varian coronavirus baru, serta perusahaan/organisasi di Asia Pasifik dan Jepang harus bolak-balik beradaptasi antara bekerja dari rumah dan kembali bekerja di kantor, ada satu hal yang pasti.
Di awal masa pandemi, banyak organisasi yang fokus pada upaya untuk membantu karyawan mereka bertransisi dengan lancar ke moda bekerja dari rumah untuk meminimalisir gangguan terhadap kelangsungan bisnis.
Saat itu, perusahaan mencari solusi-solusi instan seperti membeli software konferensi video dan kolaborasi atau menyesuaikan kebijakan perusahaan untuk mendorong moda kerja yang fleksibel. Pendekatan “solusi jangka pendek” seperti ini perlu diubah dan perusahan harus memiliki strategi jangka panjang untuk menerapkan moda kerja jarak jauh tersebut.
Baca juga : Lenovo Luncurkan Laptop Premium yang Siap “Tempur”
“Kerja hybrid adalah realitas baru kita,” ujar Jean-Guillaume Pons, senior vice president dan general manager, Client Solutions Group, Asia Pasifik, Jepang dan China, Dell Technologies.
“Para pemimpin perusahaan dan manajer yang tidak bisa melihat moda kerja jarak jauh di masa depan perlu mengubah pola pikir mereka.”
Sudah bukan rahasia lagi bahwa teknologi adalah faktor pendukung utama untuk kesuksesan dan keberlanjutan strategi kerja jarak jauh. Setidaknya 50% pekerja di kawasan Asia Pasifik dan Jepang merasa perusahaan tempat mereka bekerja telah menyediakan sumber daya teknologi yang dibutuhkan untuk bekerja jarak jauh, menurut laporan Dell Technologies’ Remote Work Readiness Index.
Tapi para pekerja masih menghadapi sejumlah tantangan teknologi saat bekerja jarak jauh, seperti jaringan remote yang tidak stabil, terbatasnya akses ke sumber daya internal perusahaan, serta penggunaan perangkat/alat produktivitas pribadi untuk bekerja, yang tentunya memunculkan risiko ancaman keamanan siber.
Melakukan investasi infrastruktur teknologi yang tepat untuk strategi bekerja jarak jauh jangka panjang harus dilakukan sejak awal. Dell Technologies mengidentifikasi tiga investasi teknologi penting yang perlu dilakukan berbagai organisasi untuk bisa sukses di lingkungan kerja jarak jauh:
Tips 1: Sediakan perangkat produktivitas yang tepat untuk para pekerja
Pemimpin perusahaan perlu memprioritaskan pengalaman pekerja dalam model kerja hybrid dengan berinvestasi pada sumber daya teknologi berkualitas – mulai dari laptop dan monitor sampai ke aksesoris pelengkap – untuk mendukung karyawan mereka bisa bekerja secara produktif dan aman.
Menurut studi Remote Work Readiness Index, 39% pekerja di Asia Pasifik dan Jepang (Indonesia: 42%) menyatakan perangkat/alat produktivitas yang disediakan oleh perusahaan sebagai sumber daya teknologi utama yang harus disediakan perusahaan untuk mendukung mereka bekerja jarak jauh dalam jangka panjang.
Ada dua hal yang mungkin terjadi bila pekerja tidak mendapatkan perangkat/alat produktivitas yang mereka butuhkan dari perusahaan:
Pertama, produktivitas turun dan rasa frustrasi meningkat karena mereka merasa tidak mendapatkan dukungan untuk bisa berhasil bekerja di lingkungan kerja jarak jauh. Dalam jangka panjang, kondisi tersebut bisa membuat tim kehilangan motivasi, tingkat retensi karyawan turun dan mempengaruhi kinerja bisnis.
Kedua, tanpa perangkat/alat produktivitas yang tepat, para pekerja akan mengunduh dokumen perusahaan ke perangkat pribadi mereka untuk melakukan tugas sehari-hari. Hal tersebut dapat menyebabkan data perusahaan tidak terlindungi dan duplikasi data dilakukan di berbagai platform. Bagi organisasi/perusahaan, kondisi tersebut menimbulkan tantangan untuk melacak, mengelola, dan melindungi data sensitif yang disimpan di perangkat yang digunakan pekerja.
Tips 2: Siapkan infrastruktur TI modern untuk moda kerja hybrid
Moda kerja hybrid dalam jangka panjang perlu dirancang sebagai ruang kerja digital yang siap-digunakan-untuk-kebutuhan-apapun. Artinya, baik ketika pekerja bekerja dari rumah atau di kantor, perusahaan harus siap mendukung terciptanya kolaborasi yang lancar dan bisa mengelola sumber daya TI dari manapun.
Di Indonesia, 32% pekerja mengatakan bahwa sangatlah penting bagi mereka untuk bisa mengakses sumber daya internal perusahaan seperti akses ke intranet, data perusahaan/data bersama, database/perangkat CRM, dan sebagainya.
Semakin populernya tempat kerja hybrid juga berkontribusi pada meningkatnya adopsi teknologi cloud. Gartner memprediksi secara global pengeluaran end-user untuk layanan cloud publik akan meningkat 26,7% di tahun 2021, seiring upaya para CIO dan pemimpin TI lainnya untuk terus memprioritaskan berbagai aplikasi yang berbasis cloud seperti software as a service (SaaS).
Bagi perusahaan/organisasi yang baru mulai bertransisi ke cloud, mereka bisa mempertimbangkan untuk memulai dengan model infrastruktur hybrid cloud – yaitu, infrastruktur yang mengkombinasikan cloud publik, privat dan edge untuk mendukung beban kerja tradisional dan aplikasi generasi berikutnya.
Tips 3: Lindungi data perusahaan dengan solusi keamanan endpoint
Satu hal yang wajib dimiliki perusahaan yang menerapkan moda kerja hybrid adalah strategi keamanan dan pengamanan data yang tangguh. Moda bekerja jarak jauh menyebabkan data bisa tersebar di berbagai lokasi seperti pusat data, beberapa tempat kerja, serta ekosistem hybrid dan multi-cloud.
Baca juga : 5 Tips Menciptakan Ruang Kerja Yang Nyaman Di Rumah Saat Pandemi Covid-19
Studi Dell Technologies Remote Work Readiness Index menemukan bahwa di Asia Pasifik dan Jepang hampir 1 dari 3 (28%) pekerja terpaksa menggunakan perangkat/alat produktivitas pribadi untuk bekerja.
Situasi yang sama juga dialami 32% pekerja di Indonesia. Kondisi tersebut membuat sejumlah besar data rahasia tersimpan di perangkat pribadi atau endpoint. Untuk mengelola data yang sangat banyak yang dihasilkan di level edge tersebut, organisasi/perusahaan harus bisa mencegah, mendeteksi dan merespon berbagai ancaman tersebut di mana pun lokasi kejadiannya.
Studi global terbaru dari Dell Technologies dan Forrester Consulting mengungkapkan 55% perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang harus menempatkan sejumlah langkah darurat untuk menjaga keamanan data di luar jaringan perusahaan karena karyawan mereka masih terus bekerja dari jarak jauh.
Namun, alih-alih bereaksi secara reaktif, organisasi/perusahaan dapat berinvestasi di infrastruktur keamanan siber yang fleksibel, terukur, dan dapat dikelola, serta memastikan pencegahan proaktif terhadap ancaman keamanan dan kehilangan data menggunakan teknologi AI, machine learning, dan deteksi behavioural-endpoint yang mudah diterapkan.
Mengadopsi tempat kerja yang terhubung
Dengan investasi teknologi yang tepat, perusahaan bisa dengan mudah bertransisi antara bekerja dari rumah dan di kantor dengan risiko operasional bisnis yang minimal. Sebagai contoh, Dell Technologies telah mengimplementasikan strategi Connected Workplace selama lebih dari satu dekade.
Program ini awalnya didesain untuk menyediakan lingkungan kerja yang fleksibel untuk karyawan perusahaan di seluruh dunia. Semua pengalaman menerapkan program Connected Workplace tersebut membuat tim TI perusahaan bisa dengan cepat mengalihkan 90% karyawan Dell di seluruh dunia ke moda bekerja jarak jauh hanya dalam waktu satu akhir pekan di bulan Maret 2020 atau di periode awal pandemi.
Pada akhirnya, kesuksesan bisnis saat ini tidak hanya tentang menyediakan teknologi yang tepat. Perusahaan juga perlu meningkatan keterampilan digital dan kesejahteraan karyawan saat mereka berusaha untuk mengatasi berbagai tantangan lainnya saat bekerja dari rumah, seperti kaburnya batasan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Baca juga : Tips Produktif Berjualan Saat New Normal Menggunakan Tablet di Rumah
Keberhasilan sebuah tempat kerja yang terhubung pada akhirnya bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengadopsi budaya kerja yang fleksibel dan didukung oleh infrastruktur teknologi yang tepat, untuk memungkinkan inovasi dan moda kerja jarak jauh yang efektif.