JNEWS – Museum Sangiran terkenal sebagai salah satu situs arkeologi terpenting di dunia, berlokasi di Jawa Tengah, Indonesia. Sebagai jendela yang membuka pandangan langsung ke masa prasejarah, museum ini menyimpan lebih dari 13.000 fosil, termasuk Homo erectus, yang dikenal sebagai “Manusia Jawa”.
Keberadaannya sebagai pusat informasi evolusi manusia dan kehidupan purba di Asia Tenggara telah menarik perhatian ilmuwan dan wisatawan dari seluruh dunia.
Museum Sangiran tidak hanya menawarkan wawasan tentang asal-usul manusia melalui koleksi fosilnya yang mengesankan tetapi juga menyediakan pengalaman edukatif tentang evolusi dan peradaban manusia purba.
Dengan klaster-klaster yang secara khusus dibangun untuk memperkaya pengetahuan pengunjung tentang periode tertentu dalam sejarah bumi, museum ini memfasilitasi perjalanan menarik melintasi waktu. Pengunjung pun serasa diajak untuk menyelami dunia ilmiah yang kaya raya dan mengeksplorasi jejak-jejak kehidupan di zaman purba.
Sejarah Museum Sangiran
Museum Sangiran merupakan salah satu tempat penyimpanan fosil manusia purba terlengkap di Asia. Koleksinya mencakup 65% fosil hominid di Indonesia dan 50% di dunia. Karena itu, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia Nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Berdiri sejak 1977, museum ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan fosil tetapi juga sebagai laboratorium alam yang menggambarkan kondisi geologis dan perubahan lingkungan selama masa purba. Struktur geologi unik di situs ini, termasuk lapisan stratigrafi dan kubah geologis, memberikan bukti penting tentang evolusi fisik manusia purba.
Sejarah penemuan situs ini bermula dari penelitian GHR Von Koenigswald, paleoantropolog Jerman di era 1930-an, yang menemukan fosil Homo Erectus dan berbagai fosil lain di area ini. Koenigswald juga melibatkan masyarakat lokal dalam proses penemuan dan identifikasi fosil.
Awalnya, koleksi fosil disimpan di rumah kepala desa setempat hingga ide pembangunan museum muncul untuk mengakomodasi jumlah penemuan yang terus bertambah dan minat pengunjung yang tinggi.
Pembangunan museum dimulai dengan struktur sederhana berukuran 1.000 meter persegi di samping Balai Desa Krikilan. Untuk memenuhi kebutuhan penelitian dan wisata, bangunan ini pun diperluas menjadi 16.675 meter persegi pada tahun 1980.
Museum ini dirancang dengan arsitektur joglo yang menampung berbagai fasilitas seperti ruang pameran, laboratorium, aula, perpustakaan, ruang audio visual, musala, gudang penyimpanan, toilet, area parkir, dan toko suvenir, mendukung fungsinya sebagai pusat pendidikan dan penelitian sejarah alam.
Baca juga: Museum Nasional Indonesia: Sejarah, Profil, dan Panduan Wisatanya
Koleksi Museum Manusia Purba Sangiran
Museum Sangiran menampung total 13.806 artefak purbakala, dengan 2.931 di antaranya dipamerkan dan 10.875 disimpan. Koleksi tersebut mencakup fosil manusia, termasuk Homo sapiens, serta fosil binatang bertulang belakang, binatang laut dan air tawar, batuan, dan artefak batu seperti serpih, bilah, serut, gurdi, kapak persegi, bola batu, dan kapak.
Seiring waktu, jumlah koleksi terus bertambah, baik dari hasil penelitian tim maupun penemuan oleh masyarakat. Respons terhadap penambahan koleksi ini adalah pembuatan klaster baru di beberapa area.
Sampai saat ini, terdapat lima klaster yang dibuka untuk publik, yaitu Klaster Krikilan, Bukuran, Manyarejo, Dayu, dan Ngebung, semuanya berlokasi di kawasan Museum Purbakala Sangiran.
Klaster Krikilan
Klaster Krikilan di Museum Sangiran adalah pusat informasi utama tentang situs Sangiran, dengan tiga ruang pamer utama, yakni Kekayaan Sangiran, Langkah-langkah Kemanusiaan, dan diorama Masa Keemasan Homo Erectus.
Ruang pamer Kekayaan Sangiran memperlihatkan temuan fosil utama dari flora, manusia, dan artefak budaya situs Sangiran. Ruang Langkah-langkah Kemanusiaan menyuguhkan film pendek tentang teori Big Bang, formasi tata surya, dan evolusi bumi, dilengkapi dengan fosil Sangiran, artefak, patung, replika, audio visual, dan diorama yang memberikan penjelasan mendalam kepada pengunjung.
Di ruang diorama Masa Keemasan Homo Erectus, pengunjung dapat melihat penggambaran kehidupan Homo Erectus dan lingkungannya, termasuk kehidupan fauna sekitarnya, serta dipamerkannya replika tengkorak S17 dari Sangiran dan manusia Liang Bua dari Flores.
Klaster Bukuran
Klaster Bukuran menyajikan koleksi fosil manusia purba, dominan dari jenis Homo Erectus yang ditemukan di Sangiran. Museum di klaster ini menghadirkan teori evolusi dan berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses tersebut.
Penyajian materi dilakukan dengan cara yang menarik melalui penggunaan desain visual dan grafis yang berwarna serta pemanfaatan teknologi tinggi.
Klaster Manyarejo
Berdekatan dengan Klaster Bukuran, Museum Manyarejo menawarkan pengalaman unik dengan koleksi alat ekskavasi Sangiran, termasuk cetok, kuas, sekop, anyakan, ember, cangkul, meteran, timbangan, dan lainnya. Museum ini juga mengungkapkan narasi sejarah melalui Babad Bumi Sangiran dan legenda setempat tentang Buto.
Di luar museum, pengunjung dapat melihat lokasi penggalian yang masih menyimpan fragmen tulang rusuk dan panggul gajah serta tengkorak banteng, memberikan bukti langsung tentang kegiatan pencarian jejak purba di area tersebut.
Klaster Dayu
Klaster Dayu, yang merupakan bagian terbaru dari kompleks Museum Sangiran, didirikan pada tahun 2013 di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Sebagai salah satu situs terpenting di Sangiran, Dayu berperan vital dalam menyimpan dan menyajikan memori tentang kehidupan jutaan tahun yang lalu, termasuk flora, fauna, manusia beserta budayanya, dan juga catatan tentang perubahan lingkungan yang telah terjadi di Sangiran selama periode tersebut.
Klaster Ngebung
Klaster Ngebung dikenal karena memiliki nilai historis yang sangat penting, menjadi lokasi penggalian pertama kali dilakukan dengan metode sistematis. Klaster ini menampilkan dokumentasi para peneliti yang terlibat dalam penggalian Situs Sangiran, termasuk kegiatan dan kontribusi dari tokoh-tokoh terkenal seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, dan G.H.R von Koenigswald.
Baca juga: Panduan Wisata Gunung Padang: Eksplorasi Situs Megalitik Terbesar di Asia Tenggara
Lokasi, Jam Operasional, Harga Tiket, dan Rute yang Bisa Ditempuh untuk Mencapainya
Museum Sangiran, terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dari Kota Solo jaraknya sekitar 19 kilometer atau waktu tempuh sekitar 40 menit. Dibandingkan dengan perjalanan dari pusat Kota Sragen yang membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menempuh jarak 32 kilometer, perjalanan dari Kota Solo menjadi pilihan yang lebih dekat.
Mulai dari Palang Joglo, di sebelah barat Universitas Slamet Riyadi Surakarta, pengunjung diarahkan ke utara, melewati exit tol Gondangrejo, dan mengikuti rute utama menuju Kota Purwodadi.
Setelah menempuh sekitar 10,8 km, pengunjung akan menemukan gapura bertuliskan “Situs Sangiran” di sisi kanan jalan, dengan papan petunjuk menuju Museum Sangiran sebelum gapura tersebut. Belok kanan di gapura dan ikuti jalan selama sekitar 4 km menuju Subterminal Wisata Desa Krikilan, di mana parkir kendaraan berada.
Dari sini, pengunjung harus melanjutkan dengan angkutan wisata dengan ongkos Rp3.000 per orang untuk sampai ke museum karena kendaraan tidak dapat langsung mengakses lokasi museum.
Dikutip dari situs resmi Perpustakaan Jateng, untuk memasuki museum, tiket masuk ditetapkan sebesar Rp8.000 bagi wisatawan domestik dan Rp15.000 bagi turis asing. Museum buka dari hari Selasa hingga Minggu, pukul 08.00 hingga 16.00, dan tutup setiap hari Senin, menjamin ketersediaan bagi pengunjung selama enam hari dalam seminggu.