JNEWS – Di tengah perbukitan Kawasan Candi Dieng, Candi Arjuna berdiri sebagai monumen sejarah yang menyimpan banyak kisah dan arsitektur yang memesona. Tempat ini bukan hanya menyajikan saksi dari peristiwa masa lalu tetapi juga panorama alam yang mengagumkan.
Penggalian sejarah dan keelokan situs bersejarah ini memungkinkan pengunjung untuk memperdalam pemahaman tentang nilai budaya yang terkandung di Indonesia.
Sejarah Candi Arjuna
Menurut pemaparan yang ada di situs UPT Dieng Dinparbud, Candi Arjuna merupakan salah satu saksi bisu sejarah Hindu di Jawa, diperkirakan berdiri sejak abad ke-8 Masehi. Pembangunannya dirancang sebagai tempat persembahyangan bagi penganut Hindu di era Mataram Kuno, keturunan Wangsa Sanjaya. Keberadaan percandian di Dieng menandai salah satu titik awal penyebaran agama Hindu di Pulau Jawa.
Pada tahun 1807, sekelompok tentara Inggris yang sedang menjelajahi kawasan Pegunungan Kedu menemukan kembali situs bersejarah ini saat mencapai dataran tinggi Dieng. Pada saat penemuan, kawasan ini masih tergenang air dari luapan Telaga Balekambang.
Tiga tahun sebelumnya, Cornelius, seorang insinyur dari Korps Insinyur yang ditugaskan oleh Raffles, sudah mencatat keberadaan sekitar 40 kelompok percandian di Dieng yang belum sempat dieksplorasi lebih jauh.
Proses penelitian dan pengembangan kawasan percandian Dieng berlanjut ketika Y. Van Kinsbergen mengambil langkah penting dengan mengeringkan kawasan ini pada tahun 1957. Kemudian, pada tahun 1864, upaya pendataan lebih lanjut dan dokumentasi melalui pengambilan gambar intensif dilakukan untuk memetakan dan memelihara struktur bersejarah ini.
Saat ini, pengelolaan percandian Dieng berada di bawah Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah. Kolaborasi ini melibatkan juga pemerintah Kabupaten Banjarnegara untuk memastikan kelestarian dan pemeliharaan situs ini, menegaskan pentingnya Dieng sebagai pusat kebudayaan dan sejarah yang vital.
Baca juga: Candi-Candi di Indonesia yang Belum Banyak Dikenal dan Sejarahnya
Keindahan Arsitektur Candi Arjuna
Candi Arjuna memiliki bentuk denah bujur sangkar dengan ukuran masing-masing sisi 6×6 meter dan menghadap ke arah barat. Struktur ini adalah bagian dari kompleks yang terdiri dari lima candi yaitu Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Fondasinya ada pada tanah semacam gambut yang dipadatkan untuk memperkuat struktur sebelum pembangunan candi. Pendekatan ini menunjukkan kecermatan dan kearifan lokal dalam menghadapi tantangan lingkungan saat itu.
Desain candi mengikuti gaya Klasik Tua, dengan bagian kaki dan tubuh candi dihias bingkai yang rapi. Uniknya, Candi Arjuna dan candi-candi di Dieng tidak memakai bingkai kumuda yang bulat, melainkan hanya bingkai rata dan padma.
Di sekitar tubuh bangunan ini, terdapat tiga relung yang dihiasi dengan motif kepala kala tanpa dagu, dan di sampingnya terhubung sepasang makara yang dihiasi dengan burung kakaktua. Pintu masuk candi di sisi barat juga menampilkan hiasan serupa, menambah kesan artistik pada masuknya.
Strukturnya sendiri dibagi menjadi tiga zona utama: Bhurloka (kaki candi), Bhurwaloka (tubuh candi), dan Swarloka (atap candi).
Pada tubuh candi, terdapat lima relung yang dulu menampung arca dewa-dewi yang kini sudah tidak ada lagi. Di sisi utara, sebuah saluran air khusus berfungsi mengalirkan air dari cerat yoni, memungkinkan pemujaan dari luar candi. Saluran ini, yang disebut Jalamatra, memainkan peran penting dalam ritual keagamaan.
Atap candi terdiri dari tiga lapis yang berukuran semakin mengecil ke atas, berakhir dengan sebuah puncak yang diperkirakan berbentuk buah keben. Meskipun kerusakan telah menghilangkan sebagian besar bentuk aslinya, hiasan sudut-sudut atap menunjukkan pengaruh kuat dari gaya arsitektur India Selatan.
Pada tahun 1924, seorang arkeolog Belanda mengamati bahwa candi ini mengikuti prinsip-prinsip Vastusastra. Dekorasinya sederhana tetapi memainkan peran penting dalam konteks arsitektur dan keagamaan.
Candi Arjuna, sebagai bagian dari warisan Hindu awal di Indonesia, mencerminkan pengaruh kuat dari asal-usul India, tetapi telah diadaptasi untuk memenuhi kondisi lokal dan kebutuhan spiritual komunitas saat itu. Ruang utama (garbhagrha) sekarang kosong, dengan yoni lapik arca yang menandakan tempat semula berdiri arca Siwa, kemungkinan kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Panduan Wisata ke Candi Arjuna
Candi Arjuna terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara di Provinsi Jawa Tengah. Meski berada di Banjarnegara, akses paling cepat ke lokasi ini justru melalui Kabupaten Wonosobo.
Untuk menuju ke lokasi, pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi. Dari Wonosobo, perjalanan dimulai dengan naik angkutan umum menuju terminal bus, kemudian berganti ke bus yang berjurusan ke Mendolo Dieng. Pemberitahuan kepada sopir bus untuk berhenti di lokasi Candi Arjuna penting untuk memastikan turun di tempat yang tepat.
Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi, rute yang paling mudah ditempuh adalah mengarah ke pertigaan pertama di Dieng. Dari titik ini kemudian belok kanan dan terus mengikuti jalan selama 500 meter sampai bertemu dengan sebuah pom bensin. Di pertigaan berikutnya, belok kiri dan dalam jarak 50 meter setelah itu, kompleks Candi Arjuna sudah terlihat.
Tiket masuk ke lokasi ini sangat terjangkau, hanya seharga Rp5.000. Ada juga opsi tiket terusan seharga Rp10.000 yang memungkinkan akses ke Kawah Sikidang, menawarkan nilai lebih bagi pengunjung yang ingin menjelajahi lebih dari satu tempat wisata di kawasan Dieng. Harga tiket ini bisa berubah sewaktu-waktu, sesuai kebijakan pengelola.
Candi Arjuna buka setiap hari dari pukul 07.00 hingga 17.00. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah di pagi atau sore hari, saat pemandangan sekitar paling memukau.
Fasilitas di Candi Arjuna termasuk museum Kailasa, struktur bangunan candi, area parkir, dan toilet. Meskipun tidak terlalu banyak, fasilitas-fasilitas ini cukup untuk mendukung kegiatan wisata di lokasi candi.
Baca juga: 10 Destinasi Wisata Dieng dengan Pemandangan Memukau
Candi Arjuna merupakan monumen yang memancarkan kekayaan sejarah dan budaya di Jawa Tengah, memberikan gambaran jelas tentang kecemerlangan peradaban Hindu kuno. Keberadaannya tidak hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pelestarian sejarah bagi generasi yang akan datang.