Selain ancaman paparan virus Covid-19, ternyata selama masa pandemi berlangung juga telah terjadi peningkatan kasus yang drastis terkait aktivitas negatif di dunia maya atau siber.
Berdasarkan studi The Future of Secure Remote Work Report yang dilakukan Cisco, perusahaan di Indonesia melihat adanya peningkatan tantangan keamanan siber di tengah pergeseran massal menuju sistem kerja jarak jauh (remote).
Hasil studi menunjukkan bahwa 78% responden mengatakan bahwa mereka pernah mengalami peningkatan ancaman atau peringatan siber sebesar 25% atau lebih sejak dimulainya Covid-19.
Jumlahnya signifikan, terutama karena sebagian besar perusahaan yang terdampak Covid-19 tidak siap untuk mendukung sistem kerja jarak jauh secara aman. Padahal, Indonesia termasuk negara yang paling siap di ASEAN untuk beralih ke kerja jarak jauh dengan 49% responden mengatakan bahwa mereka sangat siap untuk pindah, kedua setelah Vietnam dengan 67%.
BACA JUGA : 5 Modus Penipuan Online dan 5 Cara Menangkalnya
Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia, menjelaskan bahwa hasil studi tersebut menunjukkan perusahaan di Indonesia sudah sadar akan pentingnya keamanan siber. Namun demikian, kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran akan hal ini masih mendesak, terutama karena ancaman dan peringatan serangan siber masih sangat tinggi.
“Lebih jauh, perusahaan perlu memahami betapa pentingnya menjadikan keamanan siber sebagai dasar strategi investasi TI mereka. Terutama setelah terbukti bahwa sangat mungkin untuk tetap produktif dalam periode yang lama meski bekerja dari jarak jauh. Karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk menyadari pentingnya pengamanan akses pada skala lebih besar dibanding sebelumnya untuk menjaga bisnis tetap berjalan di tengah kondisi yang baru dan sangat berbeda ini,” kata Marina.
Dalam studi juga mengungkapkan bahwa keamanan telah menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan di Indonesia dengan 59% mengatakan bahwa keamanan siber sekarang menjadi sangat penting, dan 26% di antaranya mengatakan itu lebih penting daripada sebelum pandemi melanda.
Melalui pengguna yang terhubung dari jarak jauh, sebagian besar perusahaan melihat bahwa tantangan keamanan siber di peringkat teratas adalah akses yang aman (70%), dan perlindungan data pribadi (70%), yang berimplikasi pada postur keamanan secara keseluruhan. Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh perusahaan di Indonesia termasuk perlindungan terhadap malware (63%).
Kebanyakan perusahaan di Indonesia percaya bahwa perubahan pada kebijakan keamanan siber mereka diperlukan untuk mengatasi situasi saat ini. Namun, kemungkinan besar perubahan ini tidak akan dibuat permanan atau dilanjutkan setelah pandemi selesai. 53% responden (sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata APJC sebesar 54%) menyatakan bahwa perubahan kebijakan keamanan siber yang permanen hanya sekitar 30 persen atau kurang dari keseluruhan kebijakan yang dibuat saat ini.
BACA JUGA : Penipuan Grab Toko Terbongkar, Korban 980 Orang Kerugian Rp 17 Miliar
Namun tak semuanya menjadi berita buruk, karena lebih dari setengah (63%) perusahaan di Indonesia percaya bahwa mereka akan meningkatkan investasi keamanan siber, dan dari total perusahaan yang percaya akan hal ini, 40% diantaranya percaya bahwa investasi tersebut akan melebihi 30%.
Sebagian besar perusahaan (35% menempatkannya pada peringkat pertama) juga menempatkan peningkatan postur pertahanan keamanan siber secara keseluruhan sebagai prioritas investasi utama mereka dalam mempersiapkan dunia pasca pandemi. Hal ini diikuti oleh akses jaringan (28% menempatkannya pada peringkat pertama) dan keamanan cloud (19% menempatkannya pada peringkat pertama).