JNEWS – Angklung adalah alat musik Jawa Barat yang terbuat dari tabung-tabung bambu. Menariknya, suara yang dihasilkan berasal dari benturan tabung-tabung bambu tersebut dengan cara digoyangkan.
Dengan bahan tabung bambu, alat musik tradisional ini mampu menghasilkan harmonisasi nada yang begitu indah. Berbagai macam lagu kerap digunakan untuk pertunjukan angklung.
Bahkan, pada tahun 2023 lalu, Indonesia masuk ke dalam Guinnes World Records (GWR), karena telah berhasil memecahkan rekor dunia dengan mengadakan pergelaran angklung terbesar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada 5 Agustus 2023. Dalam pergelaran angklung tersebut diikuti sebanyak 15.110 orang dengan membawakan lagu Berkibarlah Benderaku dan Wind of Change.
Tidak mengherankan alat musik ini telah mendunia. Masyarakat dunia pun tahu dan menyukai lagu-lagu yang dimainkan menggunakan angklung.
Sebagai bentuk pengakuan atas alat musik tradisional tersebut, angklung telah terdaftar sebagai Master of Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO sejak bulan November 2010. Dalam perkembangannya, angklung terbagi atas beberapa jenis yaitu angklung dogdog, angklung gubrag, angklung kanekes dan angklung padaeng.
Menilik Sejarah Angklung, Alat Musik Jawa Barat
Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, kata angklung berasal dari bahasa Sunda yakni angkleung-angkleungan yang berarti gerakan pemain angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya.
Sedangkan secara etimologis, angklung berasal dari kata “angka” yang artinya nada, “lung” artinya pecah. Ringkasnya, angklung merujuk pada nada yang pecah atau nada tidak lengkap.
Sebelum berkembang dan terkenal hingga ke mancanegara, alat musik Jawa Barat ini telah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang.
Kira-kira di abad ke-5 Masehi, saat Indonesia belum mengenal pengaruh Hindu, angklung dipercaya sudah ada. Menurut Jaap Kunst dalam Music in Java, alat musik ini juga ditemukan di Sumatra Selatan hingga Kalimantan.
Menurut catatan sejarah, angklung di Jawa Barat mulai digunakan pada masa Kerajaan Sunda, sekitar abad ke-12 hingga 16. Di zaman tersebut, alat musik Jawa Barat tersebut digunakan untuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang dari Dewi Sri yang merupakan dewi kesuburan atau dewi padi.
Dalam Kidung Sunda juga dijelaskan selain untuk pemujaan, alat musik ini dimainkan untuk memacu semangat para prajurit saat perang.
Baca juga: Alat Musik Tradisional Indonesia: Keajaiban Seni Suara dan Instrumen yang Membedakan Setiap Daerah
Pelestarian Angklung sebagai Kesenian Alat Musik Jawa Barat
Memang terjadi perbedaan terhadap penggunaan angklung di zaman sekarang ini yang kerap dimainkan sebagai alat musik di berbagai pertunjukan.
Sebagai contoh, di tahun 1946 ketika terjadinya Perundingan Linggarjati, dihadirkan pertunjukan angklung oleh Daeng Soetigna yang merupakan tokoh angklung nasional. Daeng Soetigna dikenal dengan julukan Bapak Angklung Indonesia karena berhasil menciptakan alat musik tersebut dengan tangga nada diatonis yang bisa dimainkan secara harmonis bersama alat musik lainnya.
Dalam perjalanan melestarikan alat musik Jawa Barat tersebut, sang murid yakni Udjo Ngalagena, melanjutkan apa yang sudah dibangun Daeng. Udjo Ngalagena dikenal sebagai pendiri tempat wisata seni budaya unggulan yakni Saung Angklung Udjo (SAU) di Bandung.
Udjo gencar mempromosikan penggunaan angklung secara luas ke dalam pendidikan musik Indonesia. Saung Angklung Udjo yang didirikan pada tahun 1996 pun menjadi pusat pembelajaran dan pertunjukan angklung.
Hingga saat ini, Saung Angklung Udjo masih ada dan dilanjutkan oleh keluarga serta anak-anak Udjo. Misi mereka untuk terus mempromosikan angklung dan kesenian Sunda lainnya masih terus berjalan.
Menariknya, selain mengajarkan kelas musik, SAU pun kerap menampilkan pertunjukan wisata “Bambu Sore” setiap hari. Kehadiran pertunjukan itu menjadi ‘rumah’ bagi pabrik kerajinan bambu yang membuat aneka suvenir dari bambu dan angklung berkualitas tinggi.
Kegigihan Udjo dalam mengajarkan alat musik Jawa Barat ini hingga menjangkau desa-desa dan sekolah-sekolah sampai akhir hayatnya akhirnya berbuah manis. Pemerintah pun mendukung usaha tersebut dengan adanya pendidikan angklung.
Cara Bermain Angklung dan Keunikannya sebagai Alat Musik Jawa Barat
Siapa pun bisa memainkan alat musik Jawa Barat ini apabila mengetahui tekniknya. Seperti cara memegang rangka angklung dengan satu tangan, sedangkan tangan lain menggoyangkannya sehingga menghasilkan suara. Berikut ini tiga teknik dasar dalam memainkan angklung.
1. Cetok (Sentak)
Teknik ini dilakukan dengan cara menarik tabung dasar dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan. Dengan demikian, angklung akan menghasilkan bunyi sekali yang disebut sebagai staccato.
2. Kurulung (Getar)
Ini adalah teknik umum yang kerap digunakan dalam memainkan angklung. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan dua tangan untuk bisa memainkannya. Cukup memegang rangka angklung, lalu tangan satunya menggoyangkan hingga nada yang diinginkan muncul.
3. Tangkep
Teknik ini kurang lebih mirip dengan kurulung. Namun, yang membedakannya adalah satu tabung akan ditahan sehingga tidak bergetar.
Alat musik Jawa Barat ini memiliki ciri khas utama yakni mampu untuk menghasilkan suara yang indah dengan mengusung pendekatan nada pentatonik. Alunan suara dari angklung saat digoyangkan dengan tepat akan membuat orang yang mendengarnya merasa takjub dan menyejukkan hati.
Keunikan angklung tidak hanya terletak pada keindahan suara saja, tapi sistem pentatoniknya yang memungkinkan siapa saja bisa memainkan alat musik tersebut dengan mudah.
Selain itu, keunikan lainnya adalah kemampuan angklung menjadi alat musik yang inklusif. Dengan cara memainkannya yang relatif mudah dipelajari, alat musik ini mampu melibatkan berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Baca juga: 6 Hal yang Harus Diperiksa Sebelum Membeli Keyboard Bekas
Sudah sepatutnya alat musik Jawa Barat ini terus dilestarikan karena menjadi simbol kekayaan seni dan kebudayaan bangsa Indonesia. Angklung tak sekadar menjadi alat musik tradisional saja, tapi juga mampu untuk mewakili hubungan yang harmonis dalam kehidupan masyarakat Indonesia.