JNEWS – Aruh Baharin bukan sekadar tradisi lama yang bertahan sampai sekarang. Bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Selatan, upacara ini punya tempat khusus dalam kehidupan mereka.
Namanya mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Tapi di tanah asalnya, ritual ini adalah bagian penting dari siklus hidup masyarakat agraris.
Asal Usul Aruh Baharin
Aruh Baharin adalah tradisi penting yang lahir dari kehidupan masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan. Kata Aruh berarti pesta atau perayaan, sementara Baharin mengacu pada panen. Jadi, secara harfiah, Aruh Baharin bisa diartikan sebagai perayaan panen.Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun sejak zaman leluhur mereka.
Dalam kehidupan masyarakat Dayak yang bergantung pada pertanian, panen adalah soal hidup yang berlanjut. Jadi, setiap kali panen berhasil, mereka merasa perlu untuk mengungkapkan rasa syukur mereka yang besar pada Sang Penguasa Alam.
Aruh Baharin memang merupakan bentuk penghormatan terhadap alam dan kekuatan-kekuatan yang tak terlihat. Pasalnya, masyarakat Dayak percaya bahwa hasil panen yang baik bukan hanya karena kerja keras di ladang, tapi juga karena restu dari roh-roh leluhur dan alam sekitar. Mereka meyakini bahwa pohon, tanah, sungai, dan bahkan angin, punya jiwa dan kehendak.
Maka lewat ritual ini, mereka mengadakan ritual untuk menghormati dan berterima kasih kepada semua itu. Selain sebagai bentuk syukur, upacara ini juga menjadi momen untuk memohon agar panen tahun berikutnya juga menjadi berkah.
Baca juga: 7 Kuliner Khas Kalimantan Timur yang Bikin Penasaran
Perkembangan Aruh Baharin di Tengah Modernitas
Aruh Baharin memang terpengaruh oleh budaya Dayak yang sudah tua. Namun, saat budaya Dayak pun mulai bersentuhan dengan agama-agama modern, pelaksanaannya tidak serta-merta ditinggalkan. Justru, tradisi ini beradaptasi. Unsur-unsur kepercayaan lama lantas dikombinasikan dengan ajaran agama yang baru. Misalnya, dalam beberapa komunitas, doa syukur kepada roh leluhur sekarang juga diselipkan doa kepada Tuhan sesuai kepercayaan masing-masing.
Penyesuaian ini berjalan dengan cara yang halus. Tidak ada pemaksaan. Masyarakat Dayak cukup terbuka terhadap perubahan, selama nilai inti dari tradisi mereka tidak hilang.
Aruh Baharin tetap jadi momen sakral untuk bersyukur dan memohon berkah, meskipun bentuknya kini mungkin sudah tidak seketat dulu. Misalnya, ada yang tetap melakukan tarian tradisional tapi tanpa sesajen, atau mengganti mantra-mantra lama dengan doa dalam bahasa Indonesia atau bahasa agama.
Yang menarik, perubahan ini justru membuat ritual ini tetap hidup di tengah zaman yang makin modern. Ia tidak punah, tapi tumbuh bersama masyarakat yang kini lebih beragam secara keyakinan. Upacara ini menjadi ruang inklusif, tempat semua orang, apa pun agamanya, bisa ikut merayakan hasil bumi dan rasa syukur bersama. Mungkin bentuknya sudah berubah, tapi makna dan semangatnya tetap sama, yakni ungkapan rasa syukur, upaya menjaga tradisi, dan hidup selaras dengan alam.
Proses Pelaksanaan Upacara Aruh Baharin

Proses pelaksanaan Aruh Baharin tidak bisa dibilang singkat atau sederhana. Ada banyak tahapan yang harus dipersiapkan dengan cermat, karena setiap langkah punya makna penting.
Berikut ini tahapan-tahapan yang biasanya dilakukan dalam upacara tersebut, dikutip dari situs Perpustakaan Digital Budaya Indonesia.
1. Menentukan Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Aruh Baharin biasanya menyesuaikan dengan waktu panen. Tapi tidak sembarang hari bisa dipilih. Harus sesuai dengan kalender pertanian dan hari baik menurut kepercayaan adat.
Tempatnya pun khusus, seperti ladang, halaman rumah panjang, atau tanah lapang yang dianggap suci. Tempat ini harus bersih dan dihormati, karena jadi pusat berlangsungnya upacara.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Budaya dan Tradisi Masyarakat Adat di Kalimantan Utara
2. Mengumpulkan Hasil Panen dan Bahan Ritual
Setelah tanggal ditentukan, keluarga atau komunitas mulai mengumpulkan bahan-bahan. Yang utama tentu hasil panen terbaik, seperti padi, jagung, umbi-umbian, dan sayuran.
Selain itu, disiapkan juga ayam atau babi untuk persembahan, beras, sesajen, dan alat musik tradisional. Semua bahan ini akan digunakan selama rangkaian acara berlangsung.
3. Mengundang Kerabat dan Warga Sekitar
Undangan disampaikan secara langsung. Kadang lewat obrolan atau lewat tokoh adat. Yang diundang adalah keluarga, tetangga, dan warga kampung sekitar.
Semakin ramai yang datang, semakin meriah suasananya. Kehadiran orang banyak juga dianggap sebagai bentuk dukungan sosial dan penghormatan terhadap adat.
4. Doa Pembuka oleh Tetua Adat
Upacara dibuka dengan doa yang dibacakan oleh tetua adat atau tokoh spiritual. Doanya berisi ucapan syukur dan permohonan berkah. Ditujukan kepada Tuhan dan roh leluhur.
Momen ini sakral dan dilakukan dengan khidmat. Semua peserta biasanya berdiri atau duduk mengelilingi altar upacara.
5. Prosesi Persembahan Hasil Panen
Hasil panen yang sudah disiapkan dibawa ke altar atau tempat khusus. Satu per satu dipersembahkan sambil mengucapkan rasa syukur.
6. Pengorbanan Hewan
Biasanya ayam atau babi akan dikorbankan dalam upacara ini. Pengorbanan dilakukan dengan aturan adat tertentu. Tujuannya sebagai persembahan dan wujud rasa terima kasih kepada leluhur. Dagingnya kemudian dimasak dan dibagikan kepada semua yang hadir.
7. Pementasan Seni dan Budaya
Setelah prosesi utama selesai, dilanjutkan dengan pertunjukan budaya. Ada tarian tradisional, musik, dan kadang pertunjukan teatrikal khas Dayak.
Warga ikut menari atau menyaksikan bersama-sama. Suasana upacara pun menjadi lebih meriah dan hangat.
8. Acara Makan Bersama
Semua peserta duduk dan makan bersama. Menunya berasal dari hasil panen dan hewan kurban. Biasanya ada nasi, sayur, lauk khas kampung, dan kudapan tradisional.
9. Penutup dan Ucapan Terima Kasih
Setelah semua rangkaian selesai, keluarga penyelenggara menyampaikan ucapan terima kasih kepada para tamu. Biasanya juga ada bingkisan kecil sebagai tanda penghargaan, bisa berupa makanan, hasil panen, atau barang buatan tangan.
Acara ditutup dengan doa penutup, berharap agar semua diberi berkah di masa panen selanjutnya.
Aruh Baharin adalah cara masyarakat Dayak merayakan hidup dengan tulus. Di setiap langkah upacara, ada rasa syukur yang dalam dan ikatan kuat antara manusia, alam, dan leluhur. Meski zaman terus bergerak, makna di balik tradisi ini tetap hidup dan relevan. Justru di situlah pesonanya; sederhana, tapi sarat makna.