Seiring dengan meningkatnya orderan dari pasar luar negeri, banyak UMKM di Denpasar Bali mulai kembali bangkit usai terpuruk imbas Covid-19. Salah satunya CV Tri Utami yang bergerak di bidang produksi dan eksportir kerajinan tangan, khususnya kayu.
Tak hanya ini, banyaknya pemesanan juga sampai membuat UMKM ini kewalahan meladeni permintaan dari luar negeri. Kondisi ini pun akhirnya menimbulkan masalah yang sebenarnya tak hanya dirasakan oleh UMKM Tri Utami.
Owner CV Tri Utami, Ni Made Witari, menyatakan kesulitan utama dalam memenuhi permintaan pasar luar negeri adalah pembiayaan. Ini terjadi karena sentra UKM mitra usahanya harus diberikan down payment (DP) atau uang muka ketika pesanan produk itu berskala besar. Kemudian saat produksi selesai, harus segera dibayar lunas.
Di sisi lain, proses pembayaran dari buyer asing kepada CV Tri Utami kerap tertunda lantaran produk kerajinan pesanannya harus diterima terlebih dahulu dalam kondisi yang baik dan sesuai spesifikasi. Padahal proses shipment (pengiriman barang) ke negara tujuan membutuhkan waktu beberapa hari.
BACA JUGA : Pentingnya Logo bagi UMKM
“Masalah utama di perusahaan kami adalah pembiayaan untuk ekspor, jadi per PO (purchase order) itu kami harap ada dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) agar ada kemudahan mendapatkannya,” tutur Witari.
Kondisi itulah yang membuat Ni Made Witari kerap kelimpungan ketika pembayaran dari orderan yang satu belum cair namun di saat yang sama datang orderan lain. Dari situ, Witari berharap ada dukungan pembiayaan yang mudah dan murah dari pemerintah melalui Bank BUMN ataupun lembaga keuangan lainnya, termasuk securities crowdfunding.
Menurutnya dengan dukungan pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat baik dari bank pemerintah ataupun lembaga keuangan lainnya, Witari yakin seluruh pesanan dalam partai besar dari berbagai negara dapat dieksekusi dengan baik dan tepat waktu. Sayangnya hal itu sulit sekali didapatkan karena selama ini bank swasta yang menjadi mitranya dalam memenuhi pembiayaan tidak fleksibel.
“Kami sangat terkendala di pembiayaan untuk penuhi order, dan itu diperparah dengan wabah Covid-19 yang sampai saat ini masih ada sehingga masalah keuangan itu belum sepenuhnya teratasi,” ujar Witari.
Witari menambahkan pesanan kerajinan tangan terutama dari kayu, rotan dan nipah kebanyakan berasal dari negara Eropa. Namun pasar Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi juga dinilainya cukup banyak pesanannya terutama sebelum pandemi Covid-19 melanda.
“Kalau ke Eropa paling banyak permintaan dari Yunani dan Bulgaria. Ada juga ke negara Siprus. Untuk volume dari order tersebut setiap tahun (sebelum Covid-19) bisa sampai 10 kontainer per tahun,” kata Witari.
Untuk mengatasi persoalan pendanaan usaha, saat ini CV Tri Utami sedang menjajaki kerja sama dengan salah satu securities crowdfunding yaitu Bizhare. Dia mengaku tertarik mendapatkan dukungan pembiayaan dari Bizhare karena dianggap syaratnya jauh lebih mudah dan tingkat bagi hasil yang kompetitif.
Di sisi lain dia juga menunggu informasi dan arahan dari Kementerian Koperasi dan UKM barangkali ada link sumber pembiayaan yang jauh lebih lebih baik.
“Bizhare ini kami nilai lebih mudah syarat pengajuannya karena kami tidak perlu menjaminkan aset, cukup jaminkan per PO. Saya sih berharap bisa terjalin kemitraan dan nilai pembiayaannya tidak terbatas yang disesuaikan dengan per PO order,” katanya.
BACA JUGA : Puluhan Produk UMKM Unjuk Gigi di KTT G20
Witari juga bersyukur mendapatkan kesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan yang digelar oleh KemenKopUKM baik sebelum pandemi ataupun setelah pandemi mereda. Menurutnya beberapa program dan fasilitasi yang dilakukan KemenKopUKM bermanfaat bagi kemajuan usahanya.
Sebelum pandemi, CV yang awalnya bergerak di bidang garmen ini mendapatkan fasilitasi untuk mengikuti sejumlah pameran. Dari pameran itu Witari mengakui terjadi peningkatan kapasitas usaha khususnya order dari luar negeri.
Belum lama ini, Witari menambahkan, dirinya juga ikut serta dalam pendampingan fasilitasi pembiayaan UKM ekspor yang diadakan KemenKopUKM. Dari situ, Witari mengetahui bagaimana cara yang efektif dan efisien dalam memenuhi permintaan ekspor termasuk menyiasati kebutuhan pembiayaannya. Selain itu Witari juga mendapatkan materi pendampingan terkait penyusunan laporan keuangan yang terstruktur namun mudah untuk diimplementasikan di tempat usahanya.
“Kami sangat terbantu oleh Kementerian Koperasi dan UKM, saat awal kami berdiri kami dibantu untuk akses pasar seperti diikutsertakan dalam pameran dagang baik lokal hingga mancanegara. Di samping itu ada support lain seperti pelatihan manajemen, pembiayaan untuk ekspor dan lainnya,” tutur Witari.
Witari berharap KemenKopUKM terus memberikan dukungan khususnya terkait dengan pembiayaan. Sebab menurutnya saat ini yang paling mendesak adalah kemudahan akses pembiayaan untuk memenuhi order dari pasar luar negeri. Dia berharap KemenKopUKM bisa membantu memberikan pendampingan untuk mendapatkan sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat.