JNEWS – Belakangan, istilah aura farming sering berseliweran di media sosial dan bikin banyak orang penasaran. Fenomena ini muncul begitu saja, lalu menarik perhatian hingga mendunia.
Banyak yang ikut-ikutan tren ini, tanpa merasa perlu susah-susah untuk tahu apa maksud sebenarnya dari aura farming. Padahal, kalau diperhatikan, tren ini bukan hanya soal gaya atau pose saja lho. Tapi ada makna tentang afirmasi diri juga.
Penasaran? Yuk, coba kita lihat mulai dari arti aura farming.
Apa Itu Aura Farming?
Kalau diartikan secara sederhana, aura farming bisa dibilang sebagai “bertani aura”. Maksudnya, kita sengaja menumbuhkan dan memanen aura atau energi yang ada dalam diri, lalu memancarkannya ke orang lain. Istilah ini termasuk dalam kosakata yang banyak dipakai oleh gen Z dan gen Alpha yang memang sering menciptakan istilah-istilah tertentu yang unik.
Dikutip dari First Post, kata aura sendiri merujuk pada energi atau kesan yang terpancar dari seseorang. Sementara kata farming dipinjam dari dunia video game, yang berarti melakukan suatu aktivitas berulang-ulang untuk mengumpulkan poin atau sumber daya. Jadi, dalam tren ini, yang dikumpulkan bukan koin atau item, tapi aura diri yang bikin orang lain terpesona.
Di media sosial, khususnya TikTok, aura farming muncul sebagai tren ketika orang-orang menunjukkan gaya, pose, atau gerakan yang kelihatan santai tapi penuh percaya diri. Saat melakukannya, mereka terlihat seperti effortless, tapi tetap memancarkan versi terbaik diri mereka. Entah itu lewat tatapan, cara berdiri, atau gerakan kecil, semuanya terasa natural namun tetap berkarisma.
Intinya, mereka ingin terlihat keren dengan cara yang tidak terlalu dibuat-buat. Gaya ini justru memikat karena seolah berkata, “Aku tuh emang gini aja, tapi keren kan?” Ya, kurang lebih begitu.
Istilah ini juga sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh ikonik di budaya populer, misalnya seperti karakter yang dimainkan Timothée Chalamet di film Dune. Karakternya tenang, dingin, tapi memancarkan kharisma yang kuat. Orang-orang menyebut gaya seperti itu sebagai hasil dari aura farming.
Bisa juga dibandingkan dengan karakter-karakter di game atau film yang terlihat seperti hanya berdiri atau melakukan gerakan sederhana, tapi auranya sudah cukup untuk menarik perhatian semua orang di sekitarnya. Tidak perlu berlebihan, cukup percaya diri dan sadar akan daya tarik diri sendiri.
Baca juga: Wisata ke Payakumbuh? Ini Destinasi Paling Seru yang Bisa Dikunjungi
Aura Farming Anak Pacu Jalur

Mengikuti tren istilah aura farming, nama Rayyan Arkan Dikha pun tiba-tiba ramai dibicarakan. Aksinya di Festival Pacu Jalur jadi sorotan. Bocah berusia 11 tahun asal Kuantan Singingi, Riau, ini tampil sebagai tukang tari di ujung perahu panjang saat lomba berlangsung.
Dengan santai, ia berdiri sambil mengenakan kacamata hitam, menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu Young Black & Rich yang dinyanyikan oleh Melly Mike. Tak ada ekspresi berlebihan, tak ada gerakan yang terlalu heboh. Hanya cara berdiri dan gayanya bergoyang di atas perahu sambil menjaga keseimbangan menarik perhatian banyak orang.
Gerakan yang dilakukannya sebenarnya sederhana sekali. Kadang hanya melambaikan tangan, kadang menunjuk, kadang sekadar mengangguk ringan. Tapi, di atas perahu yang melaju kencang, Rayyan berdiri seolah tanpa beban, memberi aba-aba laju perahu yang didayung oleh puluhan orang.
Video Rayyan yang hanya berdurasi pendek itu kemudian meledak di media sosial. Klipnya diubah jadi meme, dijadikan referensi gaya, bahkan ditiru banyak selebriti internasional. Pemain sepak bola PSG, Alex Albon dari Formula 1, hingga Travis Kelce dari NFL ikut membuat video parodi dengan gerakan yang sama. Bahkan, gayanya juga tampil di acara besar seperti Bastille Day di Prancis.
Dari sebuah lomba perahu tradisional di Riau, gerakannya menembus batas negara dan budaya. Rayyan membuktikan bahwa tradisi lokal yang sederhana pun bisa jadi inspirasi global, asalkan dibawakan dengan tulus dan penuh aura.
Tapi, Apa Itu Pacu Jalur?

Pacu Jalur adalah salah satu tradisi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini berupa lomba perahu panjang—panjangnya bisa mencapai 65 meter—yang sudah berlangsung sejak abad ke-17.
Dulu, lomba ini diadakan sebagai bagian dari upacara adat dan perayaan hari-hari besar kerajaan. Sekarang, Pacu Jalur lebih dikenal sebagai ajang tahunan yang ramai dengan penonton, baik dari daerah sekitar maupun wisatawan dari luar. Perahu-perahu yang digunakan sangat panjang, bisa memuat puluhan orang sekaligus, dan dihias cantik dengan warna-warna cerah.
Dalam setiap perahu, ada satu sosok penting yang disebut tukang tari. Tugasnya memberikan semangat pada para pendayung dengan gerakan-gerakan ritmis. Ia berdiri di ujung perahu, melakukan tarian sederhana, melambaikan tangan, atau memberi aba-aba.
Kehadirannya bukan hanya untuk memeriahkan suasana, tapi juga untuk menjaga ritme para pendayung supaya tetap kompak. Bukan hal yang mudah, karena sembari menari, si tukang tari ini juga harus menjaga keseimbangan tubuh. Posisi anak tari ini belakangan jadi sorotan karena gaya aura farming.
Tradisi Pacu Jalur sudah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Artinya, pemerintah mengakui bahwa Pacu Jalur punya nilai sejarah dan budaya yang penting untuk dilestarikan. Selain itu, acara ini juga menjadi daya tarik wisata budaya nasional.
Banyak orang datang hanya untuk melihat bagaimana perahu-perahu besar itu melaju di sungai, ditemani sorak-sorai penonton dan tarian penuh semangat di ujung perahu.
Baca juga: 7 Oleh-Oleh Khas Bandung Makanan Kekinian yang Viral dan Wajib Dibawa Pulang
Tren aura farming bukan cuma soal gaya tarian, tapi juga membawa dampak yang lebih besar. Lewat gerakan sederhana anak Pacu Jalur, budaya Indonesia ikut dikenal luas sampai ke mancanegara. Dari sebuah tradisi lokal, aura farming berhasil jadi jembatan yang memperkenalkan keunikan dan kekayaan budaya Indonesia ke dunia.