Dari Klasik ke Modern: Perkembangan Baju Gamis dalam Sejarah Busana Muslim

Baju gamis adalah busana yang umum dikenakan umat Islam sejak periode klasik hingga modern. Gamis merupakan gambaran ajaran agama Islam yang menekankan busana yang sopan. Cara berbusana yang berasal dari Timur Tengah ini menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan penyebaran Islam. Gamis dapat dipakai oleh semua gender. Pada pria, gamis bisa berupa lengan pendek.

Budaya, tren fashion, bahkan politik mewarnai perkembangan gamis di Indonesia. Gamis di Indonesia pernah menjadi bentuk perlawanan terhadap penjajah. Saat ini, gamis bersama busana muslim lainnya telah diakui sebagai kategori yang berkembang pesat dalam industri fashion. Mengeksplorasi sejarah fashion Islam dan transformasi baju gamis akan menghasilkan fakta-fakta yang menarik.

Sejarah Baju Gamis di Dunia

Dari Klasik ke Modern: Transformasi Baju Gamis dalam Sejarah Fashion Islam

Gamis diperkirakan sudah banyak dikenakan masyarakat Timur Tengah pada abad ke-7, baik oleh wanita maupun pria. Gamis tersebut merupakan baju panjang yang menutup seluruh tubuh hingga kaki, kecuali tangan dan wajah. Kadang para wanita menambahnya dengan cadar. Pakaian serba tertutup mendukung aktivitas masyarakat di sana dari paparan debu dan matahari.

Umumnya bahan baju yang digunakan adalah katun, linen, dan wool. Sedangkan orang-orang kaya menggunakan bahan dari sutra dan benang emas. Kota Baghdad dan Damaskus merupakan kota-kota yang menghasilkan kain-kain sutra yang indah.

Busana muslim mulai mendapat perhatian dari dunia fashion sekitar tahun 1980. Busana muslim, termasuk gamis, menjadi fenomena karena tujuan berbusana tidak lagi hanya untuk menutup bagian tubuh tertentu melainkan juga memperhatikan unsur keindahan. Pada masa ini, orang mulai menambahkan manik-manik atau sulaman.

Busana Islami di masa modern merupakan hasil interprestasi desainer Islam dari desain fashion dunia ke dalam gamis, kaftan, hijab, dan sebagainya. Majunya fashion Islam menarik perhatian merek-merek papan atas seperti Givenchy, Dolce & Gabbana dan Chloê untuk menghasilkan busana-busana yang sopan bagi konsumen Islam. Bahkan H & M, Mango dan Uniqlo tak pernah ketinggalan menggelar produk khusus Ramadan.

Baca juga: Tutorial Hijab Segiempat Simpel dan Cantik untuk Sehari-hari

Sejarah Baju Gamis di Indonesia

Dikutip dari Politik Etnisitas Hindia Belanda, Abdullah Idi (2019: 82), tak mudah bagi warga negara Indonesia untuk sekadar mengenakan gamis pada masa penjajahan. Ini dikarenakan muncul “haji phobi”, yaitu ketakutan Belanda terhadap pengaruh orang-orang yang baru saja kembali dari Makkah. Para haji dianggap sebagai orang suci dan pelindung masyarakat sehingga pengikut mereka berkembang terus.

Baik Daendels maupun Raffles mengganggap haji merupakan ancaman. Akhirnya Parlemen Belanda (Tweede Kamer) mengeluarkan Staatsblad pada tanggal 6 Juli 1859, yang berisi:

  1. Pas jalan tetap diwajibkan dan gratis.
  2. Calon haji harus bisa membuktikan pada kepala daerah bahwa ia memiliki uang yang cukup untuk perjalanan pergi dan pulang haji serta untuk biaya hidup keluarga yang ditinggalkan.
  3. Setelah kembali dari Makkah, para jemaah haji diuji oleh kepala daerah atau petugas yang ditunjuk. Hanya jemaah haji yang lulus yang berhak menggunakan gelar haji dan pakaian haji atau gamis.

Pada masa penjajahan, gamis tidak sekadar baju muslim tapi sudah bertransformasi sebagai simbol kekuatan dan perlawanan.

Pada masa kemerdekaan, penggunaan gamis tak lantas ikut bebas, terutama bagi wanita. Pada masa awal kemerdekaan hingga sebagian orde baru, busana muslim yang umum dikenakan adalah jarik, kebaya, dan selendang yang juga berfungsi sebagai tutup kepala.

Namun penggunaan tutup kepala tersebut menimbulkan kontroversi sehingga siswa sekolah dan pegawai pemerintahan tidak diperbolehkan mengenakannya. Pengguna tutup kepala dan jilbab hampir bisa dipastikan merupakan santriwati.

Barulah pada tahun 1990-an busana muslim, terutama gamis, lebih bebas dikenakan. Kebebasan tersebut langsung disambut oleh para desainer dan merek-merek ternama. Fenomena meledaknya fashion Islam terasa ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 1996, APPMI atau Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia mendirikan divisi khusus busana muslim.

Baju Gamis Masa Kini

Saat ini model baju gamis lebih beragam. Pengguna dapat memilih sesuai dengan acara atau tempat ketika mengenakan gamis. Permintaan dari sebuah gamis juga makin banyak, tidak lagi hanya soal panas atau adem, melainkan juga tidak mudah kusut, tidak perlu disetrika, tidak bau apek ketika terkena keringat, tidak menerawang, dan tidak mempertegas bentuk tubuh.

Perkembangan yang paling cepat pada gamis adalah penggunaan bahan kain. Jika dahulu umumnya dari bahan katun, pada pertengahan tahun 1990-an, bahan jersey dan kaus sangat populer untuk mengakomodasi kebutuhan muslimah yang ingin berpenampilan sporty. Belakangan bahan crinkle sangat disukai karena tidak perlu disetrika. Selain praktis, crinkle membantu menghemat energi. Sedangkan sebagai busana pesta, bahan kain seperti sifon, brokat, dan bahan crinkle jenis crepe banyak dipilih.

Baju gamis telah mencapai puncaknya setelah tahun 2010 dan memunculkan orang-orang super kaya dari usaha busana muslim. Bahkan para desainer busana muslim sudah mendapat jadwal tersendiri di acara fashion show tingkat dunia. Dubai di United Arab Emirates atau UAE telah menjadi pusat mode fashion Islam dunia.

Pada tahun 2019, Indonesia yang berada tepat setelah UAE di industri busana muslim berambisi untuk menjadi pusat mode fashion Islam dunia. Sayang, pandemi menghantam sehingga cita-cita tersebut harus dipupus.

Setelah pandemi, industri baju muslim kembali marak. Pada bulan Februari 2023 sebanyak 7 merek busana muslim dari Indonesia bersama Kementerian Pedagangan mengikuti New York Fashion Show. Koleksi yang dibawa adalah yang memiliki inovasi perpaduan busana muslim, termasuk gamis, dan motif khas Indonesia seperti kain tapis Lampung, batik Trusmi Cirebon dan kain-kain ramah lingkungan.

Indonesia juga memiliki nama-nama desainer busana muslim yang sudah lama mendunia, antara lain Dian Pelangi, Ria Miranda, Jenahara Nasution, Jenny Tjahyawati, Nur Zahra, dan sebagainya. Sedangkan untuk merek busana Muslim dari Indonesia terdapat merek Dian Pelangi, Ria Miranda, Azka Label, Elzatta, Kia by Zaskia Sungkar, dan sebagainya.

Baca juga: 10 Inspirasi OOTD Style Korea bagi Perempuan Berhijab untuk Berbagai Acara

Demikianlah perkembangan baju gamis dari masa ke masa, banyak kisah di balik perubahan model dan gaya yang terus bertransformasi. Baju gamis telah menjadi bagian dari perkembangan peradaban manusia.

Exit mobile version