Dalam perjalanannya, Sikdam tak hanya mengajak sesama penyandang tuna netra. Untuk mendesain logo misalnya, ia mengajak para penyandang tuna rungu. Sementara, para penyandang tuna grahita ia ajak untuk membungkus kopi.
“Alhamdulillah, sebelum pandemi saya bisa mempekerjakan mungkin lebih dari 10 penyandang disabilitas,”
Untuk memasarkan Blind Kopi Gayo, Sikdam mengambil ‘jalan memutar’. Ya, para ekspatriat lah yang justru pertama-tama menjadi pelanggannya. Itu setelah Sikdam aktif mengikuti bazar-bazar yang diselenggarakan perkumpulan ekspatriat dan beberapa kementerian.
Menurut Sikdam, para ekspatriat itu sangat apresiatif terhadap Blind Kopi Gayo. “Mereka tahu kualitas kopi gayo yang asli seperti apa, sebab Blind Kopi Gayo benar-benar kopi murni. Kalau yang lain kan mungkin suka dicampur beras atau jagung,” ujar Sikdam.
Baca juga: Asa Pemilik Rengginang Kidal Meraih Mimpi dengan Sebelah Tangan
Sikdam menjelaskan, dalam menjaga kualitasnya, ia selalu bekerjasama dengan petani yang sama. Petani itu, kata Sikdam, adalah tetangga sekaligus temannya di Aceh. “Dia selalu kirim kopi yang terbaik dari awal sampai sekarang,” katanya menambahkan.
Lebih lanjut Sikdam menjamin keaslian rasa Blind Kopi Gayo miliknya. Ia mengatakan, Blind Kopi Gayo diolah dengan proses tradisional antara lain dipanggang (roasting) bukan dengan mesin melainkan kayu bakar. Hal itu berdampak kepada rasa dan keawetan Blind Kopi Gayo.