Boen Tek Bio: Mengungkap Sejarah dan Arsitektur Kelenteng Tertua di Tangerang

JNEWS – Boen Tek Bio berdiri sebagai salah satu kelenteng tertua dan paling bersejarah di Tangerang, yang menyimpan cerita panjang yang terjalin dalam hitungan abad.

Dibangun pada tahun 1684, kelenteng ini tidak hanya merupakan tempat ibadah bagi komunitas Tionghoa, tetapi juga simbol kebudayaan yang sudah melewati banyak ujian.

Mengunjungi Boen Tek Bio bukan hanya tentang mengagumi keindahan fisiknya, tetapi juga menelusuri sejarah dan makna spiritual yang ada di balik setiap sudut dan ornamennya. Setiap detail arsitektur di kelenteng ini, dari atapnya yang melengkung hingga relief dindingnya, bercerita tentang filosofi dan kepercayaan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Melalui eksplorasi ini, kelenteng ini tidak hanya bertahan sebagai monumen sejarah, tapi juga sebagai pusat kehidupan komunal, memperkuat identitas budaya Tionghoa di tengah perkembangan zaman.

Sejarah Boen Tek Bio sebagai Kelenteng Tertua

Baju Imlek Tradisional

Kelenteng Boen Tek Bio berdiri sebagai bangunan paling bersejarah di Kalipasir, Tangerang, sejak tahun 1684. Awalnya, tempat ibadah ini dibangun berkat kerja sama erat komunitas lokal Tionghoa yang berinisiatif mengumpulkan dana bersama. Mereka memulai pembangunan dengan desain sederhana, menggunakan atap dari rumbia.

Nama Boen Tek Bio dipilih karena penuh makna. Boen merujuk pada kecerdasan, tek pada kebajikan, dan bio sebagai tempat ibadah. Jadi, nama tersebut mencerminkan tujuan tempat ini sebagai pusat pembentukan karakter cerdas dan berbudi luhur.

Pada tahun 1844, kelenteng ini menjalani proses pemugaran yang memakan waktu 12 tahun hingga selesai pada 1856. Hasil pemugaran ini masih terjaga hingga hari ini, menunjukkan bentuk kelenteng yang sama seperti saat itu.

Meskipun tidak mengalami perubahan besar sejak saat itu, upaya pemeliharaan terus dilakukan untuk menjaga kelenteng tetap dalam kondisi baik. Pekerjaan pemeliharaan meliputi pengecatan ulang dan perbaikan bagian yang rusak. Namun, struktur asli bangunan tetap dipertahankan karena kekokohannya.

Baca juga: Mengunjungi Klenteng Terkenal: Tempat Ibadah Konghucu yang Menarik di Indonesia

Detail Kelenteng yang Menakjubkan

Kelenteng ini menghadap ke arah selatan, dengan halaman depan berlantai ubin merah. Di sini, pengunjung akan disambut oleh dua patung singa terbuat dari batu andesit warna abu-abu.

Di kedua sisi halaman, terdapat menara untuk membakar kertas sembahyang, dicat dengan warna merah mencolok. Di tengah halaman, berdiri sebuah pedupaan emas, digunakan untuk membakar dupa sebagai persembahan kepada Dewa Langit.

Bangunan utama kelenteng sendiri memiliki ruang utama untuk dewa, dikelilingi oleh serambi yang dihuni oleh dewa-dewi pendamping.

Kelenteng Boen Tek Bio kaya akan elemen menarik, termasuk berbagai perlengkapan sembahyang dan dekorasi yang diimpor langsung dari Tiongkok. Seperti dua patung singa di halaman depan, yang merupakan donasi dari tahun 1827. Patung-patung ini, yang sering disebut Ciok say, simbolisasi keseimbangan; satu menggambarkan energi maskulin dengan mulut terbuka dan bola kecil, sedangkan yang lainnya menggambarkan energi feminin, dengan mulut tertutup dan anak singa di bawah kaki.

Di sisi barat laut kelenteng, terdapat lonceng besar terbuat dari perunggu. Dikutip dari situs Perkumpulan Tridharma, lonceng ini diberi nama “Wende Miao” terukir dalam aksara Mandarin, dibuat dan dilebur di Tiongkok.

Filosofi Bersandar Gunung Memandang Lautan

Sejarah Boen Tek Bio tidak dapat dipisahkan dari dua kelenteng lain yang didirikan setelahnya, menambah kekayaan spiritual dan budaya di Tangerang.

Lima tahun setelah pendirian Boen Tek Bio di Pasar Lama Tangerang, kelenteng kedua dibangun di Pasar Baru dengan nama Boen San Bio. Kemudian, lima tahun berikutnya, di Pasar Lama Serpong, muncul kelenteng ketiga, Boen Hay Bio.

Ketiga kelenteng ini terikat oleh filosofi yang mendalam, yaitu bersandar gunung memandang lautan. Filosofi ini tercermin dalam nama kelenteng-kelenteng tersebut. San berarti lautan dan Hay berarti gunung, menunjukkan kedalaman makna dan hubungan manusia dengan alam.

Dari atas, ketiga kelenteng ini memang terlihat membentuk garis lurus, dengan Boen Tek Bio berada di tengah, Boen Hay Bio di depannya, dan Boen San Bio di belakang. Susunan ini bukan hanya menarik dari segi geografis, tapi juga mengandung pesan simbolis tentang pentingnya memiliki dasar yang kuat dan dukungan yang stabil dalam menjalani kehidupan.

Pada tahun 2011, Wahidin Halim selaku Wali Kota Tangerang mengakui kelenteng ini sebagai bagian dari warisan budaya kota. Bersamaan dengan kelenteng, Masjid Jami’ Kalipasir juga dinyatakan sebagai cagar budaya.

Pengakuan ini menandai kedua tempat ibadah tersebut sebagai yang tertua di wilayahnya, dengan masjid sebagai yang tertua di Kalipasir dan kelenteng sebagai yang tertua di Tangerang, menegaskan pentingnya pelestarian sejarah dan kebudayaan lokal.

Lokasi, Rute, dan Aturan Berkunjung

Sumber: Wikipedia

Kelenteng Boen Tek Bio, dikenal juga sebagai Vihara Padumuttara selama era Orde Baru, berlokasi di alamat Jl. Bhakti No.14, RT.001/RW.004, Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten. Lokasi ini ada di kawasan Pasar Lama Tangerang.

Tempat ibadah ini merupakan tujuan populer bagi pengunjung karena sangat strategis, termasuk mereka yang datang dari Jakarta.

Cara paling umum untuk mencapainya adalah melalui Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, mengikuti rute ke Jalan Ir. H. Juanda, kemudian ke arah Jakarta-Bogor dan Jl. Dewi Sartika. Setelah mencapai persimpangan, pengunjung harus berputar balik menuju Jalan Ki Hajar Dewantoro dan melanjutkan ke Jalan Bakti. Bagi yang memilih menggunakan transportasi umum, stasiun kereta paling dekat adalah Stasiun Tangerang.

Tidak ada biaya masuk untuk mengunjungi Kelenteng Boen Tek Bio, dan terbuka untuk semua orang. Pengunjung diminta untuk mematuhi beberapa aturan sederhana, termasuk pembatasan area tertentu untuk fotografi atau perekaman, dengan hanya area luar yang diizinkan untuk kegiatan ini. Masuk ke dalam kelenteng diperbolehkan, baik untuk berdoa atau sekadar melihat-lihat, dengan syarat melepas alas kaki.

Baca juga: Sejarah Sam Poo Kong: Jejak Tiongkok di Jantung Semarang

Setelah menjelajahi Kelenteng Boen Tek Bio, pengunjung bisa menikmati beragam pilihan kuliner di Pasar Lama atau bahkan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Pasar ini menawarkan berbagai pilihan makanan dengan harga yang ramah di kantong, membuat pengalaman kuliner di sini tidak membebani dompet. Keramaian Pasar Lama terutama terasa pada sore hari, menambah pengalaman berwisata di kawasan ini.

Exit mobile version