Keindahan Candi Banyunibo, Candi Kuno di Pinggir Yogyakarta

Sumber: Visiting Jogja Jogjaprov

JNEWS – Candi Banyunibo adalah salah satu candi bercorak Buddha yang letaknya agak tersembunyi di pinggiran Yogyakarta. Meski tidak sebesar Prambanan atau semegah Borobudur, candi ini punya daya tarik tersendiri.

Mengenal Candi Banyunibo, Peninggalan Buddha Abad ke-9

Candi Banyunibo adalah candi bercorak Buddha yang letaknya masih satu kecamatan dengan Candi Prambanan, candi Hindu terbesar di Indonesia. Meski berdekatan, keduanya punya latar belakang agama yang berbeda.

Nama Banyunibo berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata banyu yang berarti air, dan nibo yang berarti menetes atau jatuh. Jadi, secara harfiah artinya air yang menetes. Uniknya, di sekitar candi ini tidak ada sumber air atau tetesan air seperti namanya.

Candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad ke-9, pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Saat pertama kali ditemukan pada tahun 1940-an, kondisi candi sudah runtuh dan tertimbun tanah. Tim peneliti kemudian melakukan penggalian dan menemukan sisa-sisa bangunannya. Dari hasil penelitian itu, diketahui bahwa dulunya Candi Banyunibo terdiri dari satu candi utama dan beberapa candi perwara atau candi kecil pendamping.

Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1943. Namun sayangnya, candi perwara sudah terlalu rusak dan tidak bisa dipugar lagi. Baru pada tahun 1976 dilakukan pemugaran kedua yang akhirnya selesai pada tahun 1978.

Kini, Candi Banyunibo berdiri kembali dengan bentuk yang lebih utuh, menjadi saksi sejarah perpaduan budaya dan keyakinan di masa lalu.

Baca juga: Menguak Sejarah Candi Gebang, Peninggalan Hindu Abad ke-9

Keunikan Arsitektur dan Relief Candi Banyunibo

Candi Banyunibo, Candi Kuno di Pinggir Yogyakarta
Sumber: Wikipedia

Dikutip dari situs Jogjacagar, Candi Banyunibo berada di kawasan dataran Sorogedung, yang memang dikenal sebagai area dengan banyak peninggalan candi. Letaknya ada di bawah kaki Bukit Ijo, di antara dua anak sungai Sorogedug. Jika dibandingkan dengan Candi Barong, posisinya sekitar 450 meter di tenggara dan sekitar 64 meter lebih rendah dari bukit tempat Candi Barong berdiri.

Corak Buddha-nya bisa dilihat dari keberadaan stupa di puncak atap dan deretan stupa kecil di sekelilingnya sebagai candi perwara atau pelengkap. Salah satu hal menarik di sini adalah relief Dewi Hariti yang terpahat di dinding. Dalam ajaran Buddha, Hariti dikenal sebagai dewi pelindung anak-anak, juga melambangkan kesuburan dan kekayaan.

Secara arsitektur, Candi Banyunibo terdiri dari satu bangunan utama dan enam candi perwara berbentuk stupa. Masing-masing sisi selatan dan timur memiliki tiga stupa yang berderet rapi.

Di sisi utara candi utama, masih ada sisa tembok batu sepanjang 65 meter yang membentang ke arah barat–timur. Tembok ini diduga dulunya berfungsi sebagai pagar keliling kompleks candi.

Bangunan utama menghadap ke barat dan berdiri di atas denah persegi panjang berukuran sekitar 15,3 x 14,2 meter, dengan tinggi yang hampir sama, yaitu 14,2 meter. Di bagian depan terdapat semacam serambi kecil atau tonjolan dengan ukuran 4,3 x 6,8 meter sebagai pintu masuk utama.

Bentuk atapnya cukup unik, menyerupai atap limasan khas Jawa, tapi ujungnya melengkung seperti lonceng. Di bagian puncak, berdiri satu stupa besar sebagai ciri khas candi Buddha.

Dinding luar candi dipenuhi ornamen dan relung kecil yang dibingkai dengan pilaster dan lubang jendela. Di sisi depan, ada dua relief figur yang menonjol.

Pada dinding selatan tampak relief seorang wanita dikelilingi anak-anak, yang menggambarkan Dewi Hariti. Sementara di dinding utara, ada sosok pria duduk yang dipercaya sebagai Vaisravana, pasangan Hariti. Selain itu, terdapat pula relief tokoh Kuwera, simbol kemakmuran.

Bagian dalam candi atau ruang utama (garbhagrha) tidak memiliki altar seperti candi Buddha lainnya. Namun, ada relung di sisi utara, timur, dan selatan yang dihiasi motif kala-makara dan berbentuk seperti tapal kuda. Relung-relung ini diduga digunakan untuk menempatkan arca, dan yang terbesar di sisi timur kemungkinan menjadi tempat arca utama.

Candi ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 meter. Pada bagian dinding batur, terdapat pahatan motif tumbuhan menjalar, bunga, buah, dan hewan kecil seperti siput. Semuanya melambangkan kehidupan dan kesuburan.

Di bagian atas batur, terdapat jalan setapak mengelilingi candi tanpa pagar pembatas. Di tiap sudutnya terdapat saluran air atau jaladwara untuk menyalurkan air hujan.

Tangga menuju pintu candi juga dihiasi detail menarik. Di bagian kiri dan kanan terdapat pahatan tokoh-tokoh yang identitasnya belum diketahui. Di atas pintu masuk ada ukiran kala makara, sedangkan di ujung pipi tangga terdapat relief makara yang diakhiri dengan sosok singa.

Panduan Berkunjung ke Candi Banyunibo

Sumber: Wikipedia

Candi Banyunibo berlokasi di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Harga tiket masuknya cukup terjangkau, hanya sekitar Rp5.000 per orang. Harga ini bisa saja berubah sewaktu-waktu tergantung kebijakan pengelola.

Dari pusat Kota Yogyakarta, jaraknya sekitar 18 kilometer. Waktu tempuhnya kurang lebih 30 hingga 40 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Rute yang bisa ditempuh antara lain lewat Jalan Kusumanegara, Gedongkuning – Wonocatur, lalu terus ke Jalan Raya Janti, Jalan Solo – Yogyakarta, hingga Jalan Ratu Boko. Semua jalan ini sudah beraspal dan mudah diakses kendaraan pribadi.

Candi Banyunibo buka setiap hari, mulai pukul 06.00 pagi sampai 17.00 sore. Jadi, kalau mau berkunjung, waktu terbaik biasanya di pagi hari saat cuaca masih sejuk dan sinar matahari belum terlalu terik.

Baca juga: Menelusuri Candi Prambanan dan Candi-Candi di Sekitarnya

Candi Banyunibo memang tak seterkenal Prambanan ataupun Borobudur. Namun, di sini pengunjung bisa merasakan sisi Yogyakarta dari sisi yang berbeda. Tak banyak tempat yang bisa membuat kita merasa tenang tanpa banyak kata, dan Banyunibo adalah salah satunya.

Exit mobile version