JNEWS – Candi Jawi menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah Jawa Timur. Lokasinya yang dikelilingi pemandangan hijau dan udara sejuk membuatnya punya pesona tersendiri.
Tidak hanya menarik bagi pencinta sejarah, tempat ini juga memikat siapa saja yang ingin menikmati suasana tenang di tengah alam pegunungan. Dari kejauhan, siluetnya yang ramping menjulang terlihat kontras tetapi tampak selaras dengan latar alam yang memeluknya.
Sejarah Candi Jawi
Candi Jawi dikenal sebagai simbol pendharmaan untuk Raja Kertanegara. Pada masa itu, candi ini berstatus sebagai sudharma haji, yaitu candi kerajaan yang berada di bawah pengawasan Dharmadyaksa, pejabat tinggi yang mengurusi urusan agama.
Menariknya, Candi Jawi dibangun jauh dari pusat Kerajaan Singasari di Malang. Alasannya diduga karena Kertanegara menganut ajaran sinkretisme Siwa-Buddha, dan banyak penduduk di kawasan itu memiliki keyakinan yang sama dengannya. Selain itu, masyarakat setempat dikenal sangat setia sehingga candi ini menjadi semacam basis dukungan bagi sang raja.
Meski Singasari berjaya di bawah kepemimpinannya, Kertanegara juga punya banyak musuh. Itulah mengapa keberadaan candi ini punya arti strategis. Dalam kitab Negarakertagama, disebutkan bahwa pada masa Majapahit, Raja Hayam Wuruk sempat singgah di Candi Jawi pada tahun 1359 M saat melakukan perjalanan ke Lumajang. Kunjungan itu dilakukan untuk memberi penghormatan kepada Kertanegara, kakek buyutnya. Namun, ia datang dengan hati sedih karena salah satu arca di candi ini hilang akibat disambar petir.
Sebagai candi pendharmaan, Candi Jawi punya ciri khas unik. Situs ini merupakan peninggalan Hindu-Buddha, memadukan dua kepercayaan yang jarang dianut secara bersamaan pada masa kerajaan. Di dalamnya, banyak arca Hindu, sementara puncaknya dihiasi lambang Buddha. Hal ini membuat para sejarawan beranggapan bahwa masyarakat pada masa itu sudah mulai menerima berbagai kepercayaan sekaligus.
Relief yang menghiasi candi juga menyimpan misteri. Banyak yang sulit dipahami maknanya, apalagi beberapa bagian sudah terkikis oleh cuaca. Salah satu relief menggambarkan denah lengkap Candi Jawi, sesuatu yang dianggap mustahil dibuat pada zamannya. Ada pula legenda tentang putri Majapahit yang kerap berkunjung ke sini, meski tujuan pastinya tak pernah terungkap.
Kitab Sutasoma juga menyebut Candi Jawi sebagai tempat pertemuan Dewi Candrawati dari Kerajaan Kasi dengan Pangeran Sutasoma di Taman Ratnalaya.
Baca juga: Candi Jabung: Permata Sejarah Majapahit di Tanah Probolinggo
Pemugaran Candi
Candi Jawi pernah mengalami pemugaran pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, penguasa ketiga Majapahit. Di era kolonial, tepatnya 1938–1941, Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda melakukan penelitian terhadap candi ini. Banyak bagian ditemukan rusak atau hilang, sehingga dilakukan perbaikan.
Proses pemugaran besar-besaran kemudian dilakukan lagi pada 1980 oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Batu-batu yang hilang dicari dan berhasil ditemukan, hingga akhirnya seluruh pemugaran selesai di tahun yang sama.
Bentuk dan Arsitektur Candi Jawi

Sekilas melihat, Candi Jawi langsung memancarkan kesan megah. Memang ukurannya tidak sebesar Borobudur atau Prambanan, tapi lokasinya yang berlatar pegunungan membuat suasananya terasa istimewa.
Candi ini berukuran panjang 14,24 meter, lebar 9,55 meter, dan tinggi 24,5 meter. Lahan yang ditempati sekitar 40 x 60 meter persegi. Bentuknya ramping tetapi menjulang tinggi, memberi kesan anggun sekaligus kokoh.
Bahan utama bangunannya adalah batu andesit, dikelilingi pagar bata setinggi dua meter. Di luar pagar, ada parit yang kini ditumbuhi bunga teratai. Posisinya menghadap ke timur, mirip seperti Candi Gunung Gangsir di Pasuruan.
Struktur Candi Jawi terbagi dalam tiga tingkatan. Bagian paling bawah, atau kaki candi, melambangkan manusia yang masih dikuasai nafsu rendah seperti keserakahan dan kebohongan. Bagian tengah, yaitu badan candi, melambangkan usaha manusia mengendalikan nafsu duniawi. Sementara puncak atau atapnya, melambangkan kesempurnaan hidup.
Arah hadapnya mengarah ke Gunung Penanggungan, gunung yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Sedangkan pintu masuknya yang menghadap ke timur menunjukkan bahwa candi ini bukan untuk pemujaan atau upacara penghormatan dewa semata, melainkan punya fungsi khusus.
Makna simbolis candi ini sangat dipengaruhi kebudayaan dan agama pada masanya. Sesuai Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 177/M/1998, kompleks Candi Jawi beserta tanah di sekitarnya, termasuk segala yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah, resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Panduan Berkunjung ke Candi Jawi
Dikutip dari laman Perpusnas, Candi Jawi berada di Pasuruan, Jawa Timur. Tepatnya di kaki Gunung Welirang, Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen. Suasananya sejuk karena dikelilingi pegunungan, membuat tempat ini terasa nyaman untuk dikunjungi.
Dari pusat Kota Pasuruan, jaraknya sekitar 31 kilometer. Kalau naik mobil, waktu tempuhnya kurang lebih satu jam. Lokasinya mudah dijangkau, baik untuk perjalanan singkat maupun sebagai bagian dari rute wisata di sekitar Pasuruan. Karena berada di Kecamatan Prigen, masyarakat juga sering menyebutnya sebagai Candi Prigen.
Harga tiket masuknya cukup terjangkau. Wisatawan lokal dikenakan Rp10.000 per orang, sedangkan wisatawan mancanegara Rp15.000 per orang. Jam buka untuk berkunjung ke candi ini adalah pukul 08.00 – 16.00 WIB pada Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Khusus hari Jumat, buka hingga pukul 16.30 WIB.
Fasilitas di area candi cukup lengkap. Ada area parkir luas, toilet umum yang terjaga kebersihannya, warung makan dengan menu beragam dan harga ramah di kantong, pusat oleh-oleh, serta layanan pemandu wisata bagi yang ingin tahu lebih dalam sejarahnya. Sebuah masjid juga berdiri tak jauh dari candi, sehingga pengunjung yang beribadah tetap merasa nyaman.
Baca juga: Candi Cetho: Sejarah, Misteri, Makna, dan Panduan Wisata
Candi Jawi di lereng Gunung Welirang merupakan bukti perjalanan panjang sejarah dan kebudayaan di tanah Jawa. Di balik bentuknya yang ramping dan anggun, ada jejak masa lalu yang menghubungkan kita dengan peradaban ratusan tahun silam.