JNEWS – Candi Lumbung berada tak jauh dari Prambanan, dan menyimpan jejak ajaran Buddha Mahayana yang dulu berkembang di Jawa. Ukurannya memang tidak besar, tetapi susunan bangunan, relief, dan tata letaknya menunjukkan pemahaman mendalam tentang simbol-simbol Buddhis.
Di antara candi-candi besar lain, Candi Lumbung tampil sederhana, namun tetap menyiratkan nilai spiritual dan filosofi hidup yang kuat.
Jejak Sejarah Candi Lumbung
Candi Lumbung adalah salah satu peninggalan penting dari masa kejayaan Mataram Kuno di abad ke-9. Candi ini dibangun oleh Dinasti Syailendra, yang saat itu dikenal sebagai pendukung kuat ajaran Buddha Mahayana. Keberadaan Candi Lumbung jadi bukti bahwa pada masa itu, Jawa Tengah kaya dengan tradisi dan budaya yang berkembang cepat, terutama dalam hal keagamaan dan arsitektur.
Pembuatan Candi Lumbung terjadi ketika ajaran Buddha dan Hindu tumbuh berdampingan di wilayah ini. Dinasti Syailendra yang berkuasa banyak mendirikan candi bercorak Buddha sebagai tempat pemujaan dan meditasi.
Menariknya, mereka hidup sezaman dengan Dinasti Sanjaya yang memeluk Hindu, tetapi tidak ada catatan perselisihan besar. Justru jejak sejarah menunjukkan keduanya mampu hidup harmonis. Ini bisa terlihat dari letak Candi Lumbung dan Candi Sewu yang begitu dekat dengan Candi Prambanan.
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa Timur. Perubahan itu terjadi akibat letusan Gunung Merapi dan dinamika politik. Dampaknya, banyak bangunan suci di Jawa Tengah perlahan ditinggalkan, termasuk Candi Lumbung.
Walau sempat terbengkalai, bangunan ini tetap menjadi saksi bisu perjalanan sejarah sekaligus bukti kejayaan arsitektur dan budaya masa lampau.
Baca juga: Candi Ngawen: Jejak Sejarah Agama Buddha di Tanah Magelang
Arsitektur dan Bagian-Bagian Candi Lumbung

Struktur Candi Lumbung menggambarkan keahlian para pembangunnya dan ciri khas arsitektur Buddha Mahayana pada masa Syailendra. Ukurannya memang tidak besar, tapi desainnya punya makna simbolis yang dalam. Setiap bagian dibuat mengikuti bentuk dan pola yang dekat dengan ajaran Buddha.
Kompleks ini punya satu candi utama yang dikelilingi 16 candi kecil. Susunannya membentuk pola mandala yang dianggap sebagai simbol tatanan alam semesta. Candi utama berada tepat di tengah. Ukurannya lebih besar dan diyakini jadi pusat kegiatan pemujaan. Di dalamnya kemungkinan pernah ada arca Buddha atau Bodhisattva. Sementara itu, candi-candi kecil yang mengitari pusatnya disusun rapi dan simetris. Pola ini melambangkan tingkatan kosmos dalam pandangan Buddhis.
Bahan utama bangunan ini adalah batu andesit. Batu ini kuat, tahan cuaca, dan banyak ditemukan di Jawa Tengah. Penyusunannya memakai teknik sambungan kering. Jadi, setiap batu disusun rapat tanpa perekat. Meski sederhana, cara ini membuat bangunan tetap kokoh dalam jangka waktu panjang.
Di dinding luarnya terdapat relief dan hiasan dengan simbol-simbol Buddhis. Sebagian relief menggambarkan kisah dan ajaran Buddha Mahayana. Banyak yang sudah rusak, tapi bekas pahatan yang tersisa menunjukkan detail yang rapi. Ini menandakan bahwa para pemahat pada masa itu punya kemampuan yang sangat baik.
Bagian atap candi juga punya ciri khusus. Bentuknya bertingkat seperti undakan yang semakin mengecil ke atas. Gaya ini umum pada candi-candi Buddha dan melambangkan perjalanan menuju pencerahan. Di puncaknya, ada stupa kecil sebagai penegas identitas Buddha Mahayana. Stupa itu bukan sekadar dekorasi, tapi juga simbol penghormatan kepada Sang Buddha.
Di dalam candi utama ada ruang kecil untuk pemujaan. Ruang ini dulu mungkin menyimpan arca sebagai pusat penghormatan. Pintu masuknya biasanya mengarah ke timur, arah yang sering dianggap penuh makna dalam ritual Buddha.
Jejak pengaruh India juga terlihat jelas. Unsur stupa, pola mandala, dan beberapa gaya desainnya punya kemiripan dengan candi-candi Buddha di India. Pengaruh ini diperkirakan datang melalui para pendeta dan pedagang yang membawa ajaran serta budaya Buddha ke Nusantara.
Ingin Berkunjung ke Candi Lumbung?
Candi Lumbung tergolong mudah dijangkau karena letaknya berada di dalam kawasan Candi Prambanan. Dari pusat Kota Yogyakarta, jaraknya kurang lebih 17 kilometer. Waktu tempuhnya sekitar setengah jam jika perjalanan lancar.
Salah satu hal yang membuat kawasan ini nyaman adalah fasilitas pendukung yang sudah tertata. Di sekitar area terdapat toilet umum, lokasi parkir yang luas, dan deretan warung yang menjual makanan atau minuman. Fasilitas ini sangat membantu, terutama bagi pengunjung yang datang dari luar kota dan butuh tempat istirahat sebentar sebelum mulai mengeksplorasi candi.
Untuk urusan tiket, Candi Lumbung masuk dalam satu paket dengan kompleks Prambanan. Jadi, ketika membeli tiket Prambanan, pengunjung otomatis bisa masuk ke area Candi Lumbung juga. Harga tiketnya masih termasuk terjangkau jika dibandingkan dengan nilai sejarah yang bisa dinikmati. Satu tiket sudah memberi akses ke beberapa candi di dalam kompleks, sehingga kunjungan terasa lebih lengkap. Dengan sistem tiket ini, pengunjung tidak perlu membayar berkali-kali atau antre ulang di pintu masuk berbeda.
Baca juga: Menelusuri Candi Prambanan dan Candi-Candi di Sekitarnya
Secara keseluruhan, akses menuju Candi Lumbung cukup mudah dan fasilitasnya mendukung. Kombinasi jarak yang tidak jauh dari pusat kota, sarana umum yang memadai, dan tiket terusan membuat pengalaman berkunjung lebih praktis. Tanpa banyak repot, wisatawan bisa menikmati suasana sejarah di tengah kompleks candi yang luas dan menenangkan.