8 Ritual Cari Jodoh dari Seluruh Penjuru Indonesia yang Unik

JNEWS – Cari jodoh merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan banyak orang. Meskipun sekarang sudah banyak orang yang melakukannya dengan memanfaatkan teknologi digital, tetapi ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang memiliki ritual cari jodoh yang tradisional.

Bahkan, faktanya, ada banyak daerah yang memiliki cara unik dalam mempertemukan dua hati. Tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya, tetapi hal ini juga menjadi bukti bahwa ada nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.

Tradisi Cari Jodoh Unik yang Ada di Indonesia

Di antara banyak ritual, berikut beberapa di antaranya yang masih lestari dilakukan sampai sekarang. Semuanya unik dan menarik; ada kekayaan budaya dan adat yang diusung di setiap ritualnya.

1. Berempuk (Sumbawa)

Tradisi cari jodoh di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, melibatkan pertarungan fisik antar pria. Mereka akan berkumpul dan bertanding dalam tiga ronde pertarungan tangan kosong.

Acara ini menjadi tontonan publik, termasuk juga para gadis yang masih lajang. Tujuan utama dari pertarungan ini adalah untuk menarik perhatian dan menunjukkan keberanian serta ketangguhan para peserta.

Namun, acara ini tidak selalu berakhir ketika pertarungan usai. Kadang kala, pertarungan berlanjut menjadi perkelahian yang di luar skenario. Tentunya, hal ini sebenarnya tidak diinginkan. Walaupun terdengar ekstrem, tradisi ini masih bertahan dan dilaksanakan hingga saat ini.

8 Ritual Cari Jodoh dari Seluruh Penjuru Indonesia yang Unik

2. Gredoan (Banyuwangi)

Di Banyuwangi, Jawa Timur, terdapat sebuah tradisi cari jodoh yang disebut Gredoan. Tradisi ini diadakan setiap malam peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.

Gredoan berasal dari kata yang berarti menggoda, mengacu pada cara unik para peserta tradisi—baik pria maupun gadis yang masih lajang—dalam mengekspresikan ketertarikan mereka kepada seseorang.

Pada malam Gredoan, pria lajang mengunjungi rumah gadis yang ditaksir. Mereka menyelipkan sebatang lidi ke dalam dinding rumah yang terbuat dari bambu.

Jika gadis tersebut tidak tertarik, lidi akan dipatahkan sebagai tanda penolakan. Sebaliknya, jika tertarik, si gadis akan membentuk lidi tersebut menjadi bentuk daun waru sebagai tanda penerimaan.

Interaksi lantas dilanjutkan dengan percakapan melalui dinding bambu, dan keduanya bertukar kata-kata rayuan. Jika memang cocok, mereka bisa melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, bahkan sampai ke pernikahan.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Budaya dan Tradisi Masyarakat Adat di Kalimantan Utara

3. Tarian Emaida Yibu (Papua)

Papua memiliki tradisi tarian yang dikenal sebagai Tarian Emaida Yibu, yang berarti tarian dalam rumah adat. Tradisi ini sering dilaksanakan oleh Suku Mee yang terkenal dengan kemahiran mereka dalam membangun rumah dari kayu dan bambu.

Saat sebuah rumah baru selesai dibangun, pria dan perempuan dari suku tersebut berkumpul untuk menari bersama di dalam rumah. Tarian ini tidak hanya merupakan perayaan atas pembangunan rumah baru tetapi juga sebagai ajang bagi para peserta yang masih lajang untuk saling mengenal dan menarik perhatian lawan jenis.

4. Kabuenga (Wakatobi)

Di Wakatobi, tradisi Kabuenga telah berlangsung sejak zaman Kerajaan Buton. Dalam ritual cari jodoh ini, para pria dan gadis akan dikumpulkan dalam sebuah pasar terbuka.

Para gadis akan mengenakan pakaian adat lengkap dengan konde sambil menjual liwo, makanan khas daerah tersebut. Kegiatan ini memungkinkan mereka untuk menunjukkan keahlian memasak dan keterampilan lainnya.

Di sisi lain, para pria Wakatobi datang ke pasar dengan tujuan mencari makanan dan sekaligus berinteraksi dengan gadis penjualnya. Transaksi yang terjadi kemudian membuka jalan bagi percakapan yang lebih pribadi. Jika ada pria yang benar-benar tertarik dengan salah satu gadis, langkah selanjutnya adalah mengunjungi rumah gadis tersebut.

5. Omed-omedan (Bali)

Di Bali, tradisi Omed-omedan merupakan adat yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Tradisi ini melibatkan para pria dan gadis dari usia 17 hingga 30 tahun yang masih belum menikah. Mereka yang ikut serta dalam tradisi ini adalah anggota dari sekaha teruna teruni, yaitu kelompok pemuda dan pemudi dalam masyarakat Bali.

Acara ini dimulai dengan upacara sembahyang bersama sebagai bentuk penghormatan dan permintaan berkah. Setelah sembahyang, peserta dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan gender—satu kelompok pria dan satu kelompok gadis. Setiap kelompok kemudian akan menunjuk seorang perwakilan untuk berpartisipasi dalam inti acara.

Saat panitia meniup peluit sebagai tanda acara dimulai, kedua kelompok akan mendorong perwakilan mereka menuju tengah. Ketika bertemu, kedua perwakilan tersebut diharapkan berpelukan dan berciuman, sebagai simbol persatuan dan kebersamaan.

Jika ada perwakilan yang tidak tertarik, mereka memiliki pilihan untuk menghindar. Namun jika tertarik, mereka akan melanjutkan interaksi tersebut. Tradisi Omed-omedan ini tak hanya unik tetapi juga menjadi sarana penting dalam menjaga dan merayakan kekayaan budaya lokal.

6. Konde Tompa (Buton Tengah)

Konde Tompa merupakan tradisi cari jodoh di Toandona, Buton Tengah, dan berlangsung setelah perayaan Idulfitri. Dalam tradisi ini, keluarga gadis memainkan peran penting dengan menyiapkan makanan tradisional yang kemudian diletakkan di atas nampan. Gadis-gadis yang ikut serta dalam tradisi ini akan menjaga nampan tersebut sambil menantikan kedatangan para pria.

Selama prosesi, pria yang tertarik akan mendekati dan duduk di depan gadis yang menjaga nampan. Momen ini diisi dengan percakapan antara keduanya. Gadis akan memberikan makanan kepada pria yang duduk di depannya.

Tak hanya sebagai gestur keramahtamahan, tetapi hal ini juga sebagai cara bagi keduanya untuk menilai kesesuaian satu sama lain. Jika kedua belah pihak merasa cocok, hubungan bisa berkembang lebih lanjut.

7. Kamomose (Pulau Buton)

Masih dari Buton, Kamomose merupakan ritual cari jodoh yang dilakukan oleh para gadis yang sudah siap untuk menikah. Mereka akan berbaris sambil memegang wadah kecil. Wadah ini digunakan untuk menampung kacang yang akan dilemparkan oleh para pria.

Para pria, pada gilirannya, akan berjalan mengelilingi barisan gadis tersebut, memilih gadis yang mereka minati dengan melemparkan kacang ke dalam wadah yang dipegang gadis tersebut.

Aksi melempar kacang ini bukan hanya tentang memilih pasangan, tetapi juga tentang menunjukkan ketertarikan dan memberi kesempatan kepada para gadis untuk memilih balik. Setelah semua kacang dilempar, gadis-gadis memiliki kebebasan untuk memutuskan apakah mereka ingin melanjutkan ke tahap perkenalan lebih lanjut.

8. Ngarot (Indramayu)

Ngarot sebenarnya merupakan perayaan syukur atas hasil panen kedua di Indramayu, sekaligus menjadi waktu persiapan sebelum musim tanam berikutnya. Selain itu, Ngarot juga merupakan kesempatan bagi para pria dan gadis yang masih lajang untuk bertemu dan cari jodoh.

Kegiatan ini diawali dengan berkumpulnya warga di balai desa, dilanjutkan dengan arak-arakan yang melintasi desa. Dalam arak-arakan tersebut, para gadis tampil anggun dalam kebaya dan mempercantik diri dengan hiasan bunga di rambut. Para prianya akan memakai busana tradisional yang menawan.

Setelah arak-arakan, semua berkumpul kembali di balai desa. Acara ini lantas membuka peluang bagi para pria dan gadis untuk saling mengenal. Tak jarang, mereka akhirnya bisa mendapatkan pasangan hidup.

Baca juga: Tradisi dan Upacara Adat Suku Jawa yang Masih Dipraktikkan Hingga Kini

Cari jodoh melalui ritual tradisional di Indonesia mencerminkan keunikan dan keragaman budaya yang dimiliki oleh negara ini. Setiap tradisi yang dipelajari menawarkan wawasan tentang nilai-nilai komunitas, kepercayaan spiritual, dan pentingnya menjaga ikatan sosial yang kuat.

Dengan memahami berbagai ritual ini, dapat terlihat jelas bagaimana tradisi dan budaya berinteraksi dalam membentuk jalinan kehidupan masyarakat yang lebih harmonis dan berwarna.

Exit mobile version