Mengenal Desa Torosiaje: Keindahan Kampung Laut di Sulawesi

JNEWS – Desa Torosiaje terletak di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, dan merupakan permata tersembunyi yang menawarkan pengalaman unik bagi para pengunjung. Kampung laut ini terkenal dengan rumah-rumah panggungnya yang berdiri kokoh di atas perairan jernih. Pemandangannya sungguh memikat mata serta memberikan suasana damai yang jarang ditemukan di tempat lain.

Dengan aktivitas sehari-hari yang berpusat di sekitar laut, salah satu Desa Wisata Bahari di Indonesia ini menawarkan kesempatan langka untuk menyaksikan dan mengalami langsung gaya hidup Suku Bajau. Mereka dikenal dengan keahlian berlayar dan kehidupan mereka yang erat dengan laut, bahkan menjadi inspirasi untuk film Avatar II: The Way of Water.

Sejarah Desa Torosiaje

Mengenal Desa Torosiaje: Keindahan Kampung Laut di Sulawesi
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo

Desa Torosiaje dikelilingi oleh air dan memiliki sejarah yang dimulai sejak tahun 1901, ketika Belanda pertama kali mencatat keberadaannya.

Pendirinya, Pata Sompa. Konon, ia adalah seorang haji dan merupakan orang pertama yang tinggal di lokasi tersebut. Lambat laun, lokasi Pata Sompa tinggal ini banyak dikunjungi orang, dan disebut sebagai toro siaje atau tanjung si Haji. Dari situlah nama desa ini berasal.

Awalnya, hanya terdapat empat rumah panggung yang didiami oleh Suku Bajau di perairan Torosiaje. Warga lainnya hidup nomaden, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan rumah perahu masing-masing.

Uniknya, setiap rumah yang tetap tersebut dihubungkan oleh jembatan kayu yang selebar dua meter. Setiap jembatan ini memiliki nama jalan sendiri, menciptakan tatanan yang unik dalam komunitas tersebut.

Baca juga: 10 Desa Terindah di Dunia dengan Pemandangan Memesona

Kondisi Umum Desa Torosiaje

Luas keliling desa ini sekitar 3.000 meter persegi, dan terbagi menjadi dua bagian wilayah utama: wilayah dataran yang berada di pantai dan wilayah perairan di laut.

Perubahan administratif terjadi pada tahun 2005, memisahkan desa menjadi Desa Torosiaje Jaya di dataran dan Desa Torosiaje di perairan. Wilayah ini juga dibagi menjadi dua dusun, yaitu Dusun Mutiara dan Dusun Bahari Jaya, yang dibatasi oleh jembatan sebagai pintu masuk dan keluar.

Dari perspektif geografis, desa ini terletak di sebuah tanjung di Provinsi Gorontalo, dikelilingi oleh dua sungai, Sungai Popayato dan Sungai Dudeulo. Lokasi ini juga berdekatan dengan dua pulau, Pulau Iloluta dan Pulau Ilosangi.

Mata pencaharian utama warga desa ini adalah nelayan, ditambah beberapa yang bekerja sebagai pembuat perahu dan tukang bangunan. Perahu merupakan alat transportasi utama bagi 441 kepala keluarga yang tinggal di sini.

Pada tahun 2007, desa ini secara resmi dicanangkan sebagai Desa Wisata Bahari oleh pemerintah daerah. Hal ini dilakukan untuk mengakui keindahan alam desa yang memang memikat serta potensial besar untuk menarik kunjungan wisatawan.

Daya Tarik Wisata Desa Torosiaje

Ada beberapa hal istimewa yang bisa didapatkan oleh wisatawan jika berkunjung dan berwisata ke Desa Torosiaje. Dijamin, hal-hal istimewa ini tidak akan ditemukan di tempat lain.

1. Naik Perahu

Wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Torosiaje akan disambut pemandangan awal yang menarik dengan hamparan bakau hijau. Pengalaman unik juga segera menyapa pengunjung saat menaiki perahu yang tidak memiliki kayu penyeimbang di kedua sisi. Pengalaman ini memberikan sensasi berbeda saat menelusuri perairan desa.

2. Suasana Sunrise di Laut

Ketika matahari terbit, sinarnya yang menerobos bukit menambah pesona pagi di desa. Kehidupan desa mulai berdenyut dengan suara mesin perahu yang mengisi keheningan pagi, menandakan aktivitas harian telah dimulai.

Suasana ini semakin terasa saat angin laut yang sepoi membawa kesejukan, menandingi panasnya sinar matahari.

3. Semua Serba Perahu

Desa ini tidak hanya menawarkan keindahan alam tetapi juga keramaian aktivitas lokal yang menarik. Pasar terapung, penjual kebutuhan pokok yang berkeliling dengan perahu, serta kegiatan pembuatan dan perawatan perahu adalah beberapa contoh yang menarik perhatian wisatawan.

Saat senja, langit berubah menjadi emas, maka pemandangan yang spektakuler dengan refleksi cahaya di permukaan air akan tersaji. Sementara lampu dari rumah-rumah yang terhubung oleh jembatan kayu mulai menyala, desa pun lantas bermandikan cahaya yang syahdu.

4. Menginap di Rumah Atas Air

Bagi wisatawan yang ingin merasakan menginap di rumah di atas air, terdapat pilihan homestay dengan harga yang terjangkau. Ada yang membanderol tarif mulai dari Rp200.000 hingga Rp300.000 per malam.

Pengalaman ini menawarkan kesempatan untuk hidup seperti karakter dalam film Avatar II: The Way of Water.

5. Mencicipi Kuliner Lokal

Kuliner lokal juga menjadi daya tarik kuat, dengan sajian seperti lobster dan gurita yang siap memanjakan lidah. Restoran dan lapak di desa menawarkan kuliner laut yang segar langsung dari tangkapan nelayan, memberikan cita rasa yang autentik dan segar. Salah satu yang banyak direkomendasikan adalah lobster saus tiram.

6. Beli Suvenir dan Oleh-Oleh

Di samping menikmati hidangan, pengunjung juga bisa membeli cendera mata khas Torosiaje. Barang-barang ini terbuat dari limbah laut yang dibuat menjadi pernak-pernik, mulai dari boneka, gantungan kunci, hingga asbak. Barang-barang tersebut dijual dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp5.000 hingga Rp30.000 saja per item.

7. Menyaksikan Adat dan Tradisi

Tidak hanya keindahan alam dan kuliner, Torosiaje juga kaya akan tradisi adat yang masih terjaga. Salah satunya adalah Ritual Masoro, yang dilakukan untuk menolak penyakit dan kesialan. Prosesnya dimulai dengan melepas perahu berisi sesajen ke laut, dipimpin oleh ketua adat selama tiga hari. Selama prosesi ini, kegiatan desa dihentikan sementara.

Baca juga: 13 Desa Adat Indonesia yang Telah Menjadi Ikon Wisata Budaya

Desa Torosiaje menawarkan kombinasi unik antara keindahan alam dan kekayaan budaya lokal. Kunjungan ke desa ini tidak hanya menginspirasi tetapi juga mendidik, memberikan wawasan tentang pentingnya melestarikan lingkungan dan tradisi.

Exit mobile version