JNEWS – Teknologi tidak selamanya memberikan dampak positif bagi kehidupan. Penggunaan teknologi yang berlebihan bisa memicu terjadinya berbagai masalah mulai dari kecemasan, overthinking, FOMO (Fear of Missing Out) dan berujung depresi. Gerakan digital detox pun digaungkan di berbagai belahan dunia, sebagai upaya untuk mengurangi ‘kecanduan’ teknologi.
Memang benar perangkat digital menciptakan sebuah ruang tanpa batas yang bisa diakses 24/7. Siapa pun bisa berada di dalamnya. Di satu sisi sangat membantu berbagai aktivitas dalam kehidupan. Mulai dari pekerjaan, aktivitas sekolah hingga belanja sangat terbantu dengan kecanggihan teknologi.
Sayangnya, kecanggihan ini membuat masyarakat mengalami tsunami informasi yang berasal dari berbagai media, mulai dari media sosial, media massa online, dan aktivitas peramban. Bahkan lebih diperburuk dengan munculnya perilaku kecemasan berujung stres bagi sebagian orang.
Efeknya? Tentu saja sangat berpengaruh terhadap aktivitas di dunia nyata. Pekerjaan bisa terbengkalai, komunikasi antar keluarga makin berkurang dan ada jarak yang terbentuk dalam interaksi sosial.
Mengapa Detox Digital Penting untuk Dilakukan?
Harus diakui, sekarang ini kehidupan tidak bisa lepas dari perangkat digital. Bahkan yang dulunya menjadi kebutuhan tersier, sekarang ini bergeser menjadi primer.
Dulu ketika dunia digital masih sebatas ruang chatting, peramban, dan media sosial yang sedikit, masyarakat masih bisa melakukan digital detox dengan mudah. Karena di masa itu, akses internet masih belum merata dan teknologi belum secanggih sekarang.
Namun, tahun-tahun sesudahnya, smartphone semakin menjamur, media sosial semakin banyak, media massa sudah bergeser ke ranah online, pembayaran online, memesan makanan hingga kendaraan bisa dilakukan bermodalkan satu perangkat kecil seukuran telapak tangan.
Ketergantungan terhadap dunia digital semakin besar ketika dunia dilanda pandemi COVID-19. Semua aktivitas sosial dipaksa untuk beralih ke ranah online.
Sebuah penelitian dilakukan University of Leeds bekerja sama dengan Leeds Trinity University, menyelidiki pengalaman hidup orang dewasa Inggris dan penggunaan teknologi yang berubah sebagai akibat dari pandemi.
Hasilnya, lebih dari separuh partisipan mengatakan bahwa mereka menggunakan layar lebih sering daripada sebelum pandemi. Penelitian ini juga mengungkapkan setengah dari responden melihat layar selama 11 jam atau lebih dalam sehari. Lebih dari seperempat melihat layar selama 14 jam dalam sehari.
Apabila melihat dari kacamata dunia kesehatan, kecanduan teknologi tidak termasuk dalam kategori gangguan kesehatan, tetapi beberapa ahli percaya bahwa penggunaan perangkat digital yang berlebihan merupakan perilaku kecanduan nyata dan bisa menyebabkan masalah fisik, psikologi dan sosial.
Dengan permasalah tersebut, digital detox adalah langkah terbaik untuk memulihkan keadaan agar interaksi kehidupan di dunia nyata berjalan sebagaimana mestinya.
Detoks digital adalah proses menahan diri untuk tidak menggunakan perangkat teknologi digital dalam rentang waktu tertentu. Sebenarnya istilah detoks sudah ada di bidang kesehatan. Detoks adalah penyembuhan secara menyeluruh.
Tujuan adanya detoks ini memberikan kesempatan pada tubuh untuk menyembuhkan diri dan mengisinya kembali dengan hal positif. Dalam digital detox tujuannya pun kurang lebih seperti itu.
Ketika melakukan detoks digital, seseorang memutuskan tidak menggunakan sebagian atau semua teknologi seperti laptop, tablet, dan media sosial. Di rentang waktu tersebut, tubuh secara utuh melakukan detoksifikasi dari perangkat digital.
Itulah mengapa dengan memberikan jeda waktu pada tubuh dan pikiran dari dunia digital akan membuat tubuh lebih rileks dan psikologi lebih sehat.
Baca juga: Tip Agar Tak Oversharing di Media Sosial dan Terhindar dari Penyalahgunaan Data Pribadi
Langkah Melakukan Digital Detox
Ada beberapa tanda yang harus diperhatikan untuk memulai melakukan digital detox, yaitu:
- Harus memeriksa smartphone tiap saat.
- Muncul rasa cemas ketika tidak menemukan smartphone atau lupa meletakkannya di mana.
- Merasa takut kehilangan apabila tidak memeriksa smartphone.
- Kerap begadang dan jam istirahat berkurang karena asyik berselancar di dunia digital.
- Muncul rasa tertekan, cemas, marah setelah scrolling media sosial.
- Tingkat konsentrasi menurun.
- Merasa takut ketinggalan dengan hal-hal yang viral.
Apabila muncul tanda-tanda tersebut, sudah saatnya untuk detoks digital. Bagi sebagian orang barangkali tidak tahu cara untuk melakukannya, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai awal untuk detoks digital dan memberikan jeda waktu bagi tubuh.
1. Lakukan Evaluasi terhadap Perangkat Digital yang Digunakan
Detoks digital bisa dimulai dengan membuat sebuah daftar yang berisi alat teknologi yang digunakan setiap hari, baik itu smartphone, laptop hingga aplikasi. Kemudian, coba dipertimbangkan apakah perangkat tersebut merupakan kebutuhan yang wajib atau pendukung saja.
Untuk membantu memutuskan, bisa dengan mengajukan pertanyaan ke diri sendiri:
“Apabila alat tersebut dihentikan, akan mengganggu kehidupan atau profesionalisme kerjaan kamu atau tidak?”
“Apakah, perangkat tersebut menyebabkan stres atau ketidaknyamanan dalam hidup?”
Dengan demikian, seseorang bisa mengkurasi lebih baik mana yang memang kebutuhan dan sekadar pendukung yang tidak terlalu penting. Hal ini penting untuk dilakukan agar bisa lebih fokus dan tujuan detoks bisa tercapai.
2. Menetapkan Batasan
Sesuatu yang dilakukan berlebihan pastinya tidak baik. Kalimat tersebut pastinya sudah dipahami dengan baik oleh semua orang. Sayangnya, untuk melakukannya sedikit sulit.
Langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah aktivitas berlebihan di perangkat digital adalah menetapkan batasan supaya tidak kecanduan lebih jauh lagi.
Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu:
- Aktifkan screen time media sosial. Di platform seperti Instagram memiliki fitur screen time, jadi pengguna hanya bisa mengakses media sosial tersebut sesuai batasan yang sudah ditetapkan.
- Aktifkan screen time di smartphone. Misalnya tiga jam per hari.
- Di jam kerja, matikan notifikasi dan smartphone mode silent.
- Di atas pukul 6 malam, lakukan batasan pegang smartphone agar bisa bercengkrama dengan keluarga.
- Selain itu, ada juga sebagian orang melakukan detoks dengan cara tidak mengaktifkan media sosial selama satu minggu.
- Aktifkan night mode menjelang tidur.
Cara di atas memang tidak sepenuhnya menghapus kegiatan di perangkat digital, tapi ada pengurangan yang memiliki dampak baik bagi kehidupan. Pekerjaan bisa lebih fokus, ada waktu untuk keluarga, bahkan bisa melakukan hobi yang sudah terlupakan seperti membaca buku.
3. Penghapusan
Apabila seseorang mengalami banyak gangguan dan berujung stres ketika membuka media sosial, langkah terbaik adalah menghapus akun. Dengan cara ini,bisa mengurangi gangguan yang mengarah pada ketergantungan, lebih mampu berkonsentrasi ke hal lebih penting dan bisa membangun kebiasaan baru yang lebih seimbang dalam hidup.
4. Lakukan Metode 21/90
Metode 21/90 adalah 21 hari untuk masa detoks dengan menciptakan kebiasaan baru dan 90 hari memastikan kebiasaan baru tersebut benar-benar terbentuk.
Metode ini bisa dimulai dengan 7 hari terlebih dulu yang fokus pada pengurangan akses ke perangkat digital. Proses awal ini adalah langkah untuk melatih pembiasaan diri. Setelah berhasil dalam 7 hari baru lanjutkan ke 21/90 dengan bertahap.
Selama periode 21 hari, cobalah untuk eksplor berbagai hal-hal baru yang disukai agar lebih produktif dan hidup seimbang. Lalu, gunakan 90 hari untuk lebih konsisten melakukan kebiasaan tersebut.
5. Mencari Kegiatan Alternatif
Sebagai langkah detoks digital, carilah kegiatan alternatif sebagai pengganti agar tidak ketergantungan dengan perangkat digital. Misalnya, mengikuti pelatihan tentang kompos, mulai bercocok tanam, membiasakan berolahraga seminggu tiga kali, memasak dan lain-lain.
Ada banyak kegiatan alternatif positif yang bisa membangun kebiasaan baru lebih baik dan menyeimbangkan kehidupan. Tinggal dipilih sesuai kebutuhan dan hobi.
Baca juga: Keamanan dalam Mobile Banking: Cara Melindungi Data Finansial Pengguna
Melakukan digital detox bukanlah hal yang mustahil. Semua langkah di atas bisa dilakukan dengan kesadaran bahwa tubuh dan pikiran butuh hal-hal positif agar kesehatan mental lebih terjaga. Ingin hidup sehat tapi bisa mengakses perangkat digital pun bisa, semua kembali ke diri masing-masing, mau lakukan atau tidak?