Festival Film Cannes: Sejarah Singkat dan Jejak Film Indonesia di Ajang Ini

Sumber: festival-cannes.com

JNEWS – Festival film Cannes merupakan salah satu ajang paling bergengsi di dunia perfilman. Tiap tahunnya, film-film dari berbagai negara berkumpul di kota kecil di Prancis ini untuk saling unjuk gigi.

Begitu juga dengan tahun 2025, festival ini akan kembali dihelat. Sudah siap pula deretan film baru dan nama-nama besar yang siap meramaikan layar. Ada beberapa film buatan Indonesia yang juga berhasil menembus seleksi ketat dan tampil di hadapan penonton internasional nanti.

Bagaimana perjalanan festival ini dari awal sampai sekarang? Dan seperti apa jejak film Indonesia di sana? Mari kita bahas.

Jejak Sejarah Festival Film Cannes

Festival Film Cannes pertama kali digagas pada 1939 oleh pemerintah Prancis sebagai bentuk perlawanan terhadap pengaruh politik di Festival Film Venesia yang saat itu dikuasai rezim fasis. Tapi edisi perdana yang direncanakan pada September 1939 batal digelar karena Perang Dunia II meletus.

Festival ini akhirnya benar-benar dimulai pada 20 September 1946, setelah perang berakhir, di kota Cannes, Prancis. Kota ini dipilih karena cuacanya nyaman dan lokasinya yang cantik di French Riviera.

Sejak awal, Cannes memang diniatkan jadi ajang bergengsi untuk film-film dari seluruh dunia. Sistem penjurian internasional dan penghargaan utamanya, Palme d’Or (Palem Emas), menjadikan festival ini simbol pencapaian artistik tertinggi dalam dunia perfilman.

Festival Film Cannes 2025

Edisi ke-78 Festival Film Cannes digelar dari 13 hingga 24 Mei 2025 di Palais des Festivals, Cannes. Tahun ini, Cannes menyuguhkan campuran kuat antara karya sineas kawakan dan film debutan yang segar. Kombinasi ini kembali menegaskan peran Cannes sebagai peluncur film-film yang berpotensi besar di kancah global.

Beberapa film besar masuk ke kompetisi utama untuk memperebutkan Palme d’Or. Salah satunya adalah Eddington karya Ari Aster, komedi gelap berlatar pandemi, dibintangi Joaquin Phoenix dan Pedro Pascal.

Wes Anderson juga kembali dengan The Phoenician Scheme, film komedi mata-mata bergaya khas, dibintangi Scarlett Johansson, Tom Hanks, dan Bill Murray. Julia Ducournau, pemenang Palme d’Or sebelumnya, membawa film baru berjudul Alpha yang kabarnya provokatif dan penuh kejutan.

Sementara itu, Joachim Trier hadir dengan Sentimental Value, drama yang menyentuh tentang kehilangan dan relasi manusia. Lalu ada The Mastermind dari Kelly Reichardt, yang mengangkat kisah pencurian karya seni yang menegangkan.

Yang cukup menarik, Richard Linklater untuk pertama kalinya masuk kompetisi utama lewat film Nouvelle Vague. Ini jadi debutnya di panggung utama Cannes setelah bertahun-tahun berkarya.

Baca juga: 5 Film Katolik yang Menarik untuk Menambah Wawasan Sejarah

Daftar Film Indonesia yang Pernah Goes to Festival Film Cannes

Selama bertahun-tahun, ada sejumlah film Indonesia yang berhasil menembus Festival fFlm Cannes dan tampil di hadapan penonton internasional. Meski tidak selalu masuk ke kompetisi utama, kehadiran film-film ini tetap jadi pencapaian penting.

Beberapa di antaranya diputar di program khusus seperti Un Certain Regard, Directors’ Fortnight, atau sesi pemutaran nonkompetisi yang tak kalah prestisius.

Berikut daftar film Indonesia yang pernah melangkah ke festival film Cannes dan ikut mewarnai perjalanan sinema nasional di panggung dunia.

Festival Film Cannes: Sejarah dan Film Indonesia - Tjoet Nja' Dhien
Sumber: IMDb

1. Tjoet Nja’ Dhien (1988)

Disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi oleh Christine Hakim, film ini menjadi film Indonesia pertama yang ditayangkan di Cannes. Berkisah tentang perjuangan Tjoet Nja’ Dhien, seorang pahlawan perempuan Aceh, yang memimpin perlawanan melawan penjajah Belanda setelah suaminya, Teuku Umar, gugur dalam pertempuran.

2. Daun di Atas Bantal (1998)

Karya Garin Nugroho ini ditayangkan dalam sesi Un Certain Regard di Cannes. Berlatar di Yogyakarta, film ini menceritakan kehidupan tiga anak jalanan—Kancil, Heru, dan Sugeng—yang tinggal bersama Asih, seorang wanita yang bekerja sebagai pelayan toko.

3. Kara, Anak Sebatang Pohon (2005)

Kara adalah seorang gadis kecil yang tinggal di tempat terpencil setelah ibunya dibunuh dan ayahnya menghilang. Kehadiran seorang jurnalis dalam hidupnya mendorong Kara untuk mencari pembunuh ibunya dan menghadapi kenyataan pahit yang tersembunyi.

4. Serambi (2006)

Film dokumenter ini menggambarkan kehidupan tiga individu di Aceh—Reza Idria, Maisarah Untari, dan Usman—yang berusaha melanjutkan hidup setelah bencana tsunami 2004. Melalui kisah mereka, film ini menyoroti perjuangan manusia dalam menghadapi trauma dan membangun kembali kehidupan.

5. The Fox Exploits the Tiger’s Might (2015)

Film pendek ini mengikuti dua anak laki-laki praremaja yang mulai mengeksplorasi identitas seksual mereka di tengah lingkungan sosial yang kompleks, dengan latar sebuah kota kecil yang memiliki pangkalan militer.

6. Prenjak (In the Year of Monkey) (2016)

Diah, seorang wanita muda, menawarkan kepada Jarwo kesempatan untuk melihat bagian tubuhnya dengan membayar sejumlah uang, sebagai cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Film pendek karya Wregas Bhanuteja ini memenangkan penghargaan Leica Cine Discovery Prize di Cannes.

7. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Marlina, seorang janda muda di Sumba, menghadapi sekelompok perampok yang menyerang rumahnya. Setelah membunuh mereka, Marlina memulai perjalanan untuk mencari keadilan, yang terbagi dalam empat babak: Perampokan, Perjalanan, Pengakuan Dosa, dan Kelahiran. Disutradarai oleh Mouly Surya, film ini ditayangkan di sesi Directors’ Fortnight di Cannes.

8. Basri and Salma in a Never-Ending Comedy (2023)

Basri dan Salma, pasangan suami istri yang telah menikah selama lima tahun, mengelola wahana odong-odong di sebuah karnaval. Mereka menghibur dan merawat anak-anak orang lain, sambil menghadapi tekanan dari keluarga dan masyarakat terkait ketidakhadiran anak dalam kehidupan mereka.

Film Indonesia di Marche du Film Festival Film Cannes 2025

Selain program utama yang penuh sorotan, Festival Film Cannes juga punya satu sisi lain yang tak kalah penting: Marché du Film. Di sinilah para pelaku industri dari seluruh dunia berkumpul untuk mempresentasikan proyek, mencari mitra distribusi, dan menjalin kolaborasi.

Tahun ini, Indonesia kembali hadir dengan semangat penuh, membawa sejumlah film dan proyek potensial yang siap diperkenalkan ke pasar internasional. Ada apa saja?

Sumber: IMDb

1. Jumbo (2025)

Don, seorang anak yang sering diolok-olok karena tubuhnya yang gemuk, berusaha membuktikan dirinya dengan mengikuti pertunjukan bakat lokal. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan roh bernama Meri yang membantunya memahami arti persahabatan dan keberanian.

2. Pangku (2025)

Debut penyutradaraan Reza Rahadian, film ini mengikuti kisah Sartika, seorang ibu tunggal yang bekerja di warung kopi pangku di daerah Pantura. Ia berjuang untuk menghidupi anaknya dan menghadapi stigma sosial serta tantangan ekonomi yang mengimpit.

3. Ikatan Darah (2025)

Seorang mantan atlet pencak silat terlibat dalam dunia kriminal untuk menyelamatkan kakaknya yang terjebak dalam jaringan lintah darat. Film ini menampilkan aksi dan drama keluarga yang intens.

4. The Mourning Journey (2025)

Film ini menggambarkan seorang ibu yang merawat anaknya yang telah meninggal, melalui monolog yang mendalam dan penuh emosi. Karya ini menyoroti tema kehilangan dan cinta seorang ibu.

5. Monster Pabrik Rambut (Sleep No More) (2025)

Putri bekerja di pabrik rambut untuk melunasi utang ibunya yang bunuh diri. Adiknya, Ida, percaya bahwa kematian ibu mereka terkait dengan hal-hal mistis di pabrik tersebut. Disutradarai oleh Edwin dan ditulis bersama Eka Kurniawan, film ini merupakan ko-produksi sineas Indonesia dengan Singapura, Jepang, dan Jerman.

6. Timur (2025)

Terinspirasi dari Operasi Mapenduma 1996, dan disutradarai oleh Iko Uwais dalam debutnya, film ini mengikuti pasukan khusus Indonesia dalam misi penyelamatan sandera di Papua. Dengan pendekatan aksi dan drama, film ini menggambarkan keberanian dan pengorbanan para prajurit.

7. Renoir (2025)

Fuki, seorang gadis berusia 11 tahun di Tokyo tahun 1987, menghadapi kenyataan pahit dengan ayahnya yang sakit parah dan ibunya yang sibuk bekerja. Film ini menggambarkan perjalanan emosional Fuki dalam mencari makna kehidupan di tengah kesulitan.

Baca juga: 10 Cerita Legenda yang Menjadi Film

Festival film Cannes bukan cuma ajang pamer kemewahan atau tempat lahirnya film-film besar. Di balik semua sorotan itu, ada ruang bagi berbagai suara dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia. Semakin banyak film lokal yang menembus festival ini membuktikan bahwa sinema kita punya tempat di panggung global.

Semoga ke depan, akan lebih banyak karya dari tanah air yang bersinar di sana.

Exit mobile version