JNEWS – Kalau pernah jalan-jalan ke kawasan Malioboro, pasti familier dengan bangunan megah yang berdiri anggun tak jauh dari Titik Nol Kilometer. Ya, itulah Gedung Agung Yogyakarta, salah satu dari enam Istana Kepresidenan Republik Indonesia.
Lokasinya strategis, dekat dengan keramaian kota, tapi suasananya tetap tenang dan penuh wibawa. Banyak orang lalu-lalang di depannya, tapi tidak semua tahu seberapa penting peran gedung ini dalam sejarah Indonesia.
Sejarah Gedung Agung Yogyakarta
Istana Kepresidenan yang berdiri megah di pusat kota ini punya sejarah panjang yang menarik. Nama resminya memang Istana Kepresidenan Yogyakarta, tapi orang lebih akrab menyebutnya sebagai Gedung Agung Yogyakarta.
Di Zaman Belanda
Awalnya, gedung ini merupakan rumah dinas Residen Belanda ke-18, Anthonie Hendriks Smissaert, yang menjabat antara tahun 1823 hingga 1825. Arsiteknya adalah A. Payen, seorang Belanda yang merancang bangunan ini dengan gaya Eropa, tapi disesuaikan dengan iklim tropis khas Jawa.
Pada prosesnya, proyek pembangunan itu sempat terhenti akibat pecahnya Perang Diponegoro tahun 1825 hingga 1830. Setelah perang reda, pembangunan dilanjutkan.
Sayangnya, pada 10 Juni 1867, gempa bumi hebat melanda Yogyakarta dua kali dalam satu hari. Rumah kediaman resmi Residen Belanda itu hancur total. Bangunan baru pun dibangun menggantikan yang lama, dan selesai pada tahun 1869. Gedung yang berdiri saat itu menjadi bangunan induk dalam kompleks yang kini dikenal sebagai Gedung Agung Yogyakarta.
Perjalanan gedung ini makin penting saat status Yogyakarta diubah dari Keresidenan menjadi Provinsi pada 1927. Sejak itu, yang menempati bukan lagi Residen, melainkan Gubernur Belanda. Gedung Agung Yogyakarta menjadi tempat tinggal resmi para Gubernur Belanda sampai masa penjajahan Jepang. Beberapa nama yang pernah tinggal di sini antara lain J.E. Jasper, van Gesseler Verschuur, hingga L. Adam.
Di Zaman Jepang dan Kemerdekaan
Di masa pendudukan Jepang, gedung ini pun berpindah tangan. Digunakan sebagai kediaman penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Fungsi Gedung Agung Yogyakarta menjadi semakin penting ketika Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejak 6 Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibu kota sementara negara. Istana ini pun resmi dijadikan Istana Kepresidenan dan menjadi tempat tinggal Presiden Soekarno bersama keluarganya. Sementara Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di bangunan lain tak jauh dari situ.
Di dalam gedung ini juga tercatat momen-momen penting, seperti pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI dan lahirnya lima kabinet pemerintahan Republik Indonesia.
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Yogyakarta diserang dari udara oleh tentara Belanda di bawah Jenderal Spoor.
Presiden, Wakil Presiden, dan tokoh-tokoh penting lainnya pun diasingkan ke Sumatra. Baru pada 6 Juli 1949 mereka kembali ke Yogyakarta. Gedung Agung Yogyakarta kembali menjadi kediaman Presiden, meski hanya untuk sementara. Setelah Presiden Soekarno kembali ke Jakarta pada 28 Desember 1949, gedung ini tak lagi difungsikan sebagai rumah utama presiden.
Baca juga: Mengenal Tugu Jogja, Penanda Sejarah dan Spirit Kota Yogyakarta
Bagian-Bagian Istana

Istana Kepresidenan Yogyakarta punya total 26 bangunan di dalam kompleksnya. Sejak awal berdiri sampai sekarang, bentuk gedung-gedung utamanya tidak banyak berubah.
Berikut bagian-bagian istana selengkapnya, dikutip dari situs Kementrian Sekretariat Negara.
1. Gedung Agung Yogyakarta, Pusat Segala Aktivitas
Gedung utama dalam kompleks ini adalah Gedung Agung Yogyakarta. Dibangun tahun 1869 dan sampai sekarang masih berdiri dengan bentuk aslinya.
Di dalamnya ada Ruang Garuda yang biasa dipakai untuk menerima tamu negara. Ruang ini juga jadi saksi sejarah pelantikan kabinet saat ibu kota Indonesia berpindah ke Yogyakarta. Di dindingnya tergantung foto-foto pahlawan nasional.
2. Ruang Tidur Presiden dan Wakil Presiden
Di sisi selatan gedung induk ada kamar tidur Presiden dan keluarganya. Sementara di sisi utara disediakan kamar untuk Wakil Presiden atau tamu negara. Jadi, istana ini memang disiapkan untuk menerima tamu-tamu penting sejak dulu.
3. Ruang Soedirman dan Ruang Diponegoro
Di bagian depan kanan Gedung Agung Yogyakarta ada Ruang Soedirman. Tempat ini digunakan untuk mengenang Panglima Besar Soedirman sebelum berangkat gerilya. Di sisi kiri, ada Ruang Diponegoro yang menyimpan lukisan Pangeran Diponegoro sedang berkuda. Dua tokoh penting ini menjadi bagian dari narasi sejarah gedung ini.
4. Ruang Jamuan dan Pertunjukan
Dari Ruang Garuda, kalau melangkah ke belakang, ada Ruang Jamuan Makan. Tempat ini biasanya dipakai untuk menjamu tamu penting. Di belakangnya lagi, ada Ruang Pertunjukan Kesenian.
5. Wisma Negara untuk Para Menteri
Wisma Negara dibangun tahun 1980. Fungsinya sebagai tempat menginap untuk para menteri dan rombongan tamu negara. Bangunannya bertingkat dua, punya 19 kamar, dan setiap kamar dihias dengan lukisan serta benda seni.
6. Wisma Indraphrasta: Sisa Bangunan Asisten Residen
Wisma ini dulunya adalah kantor Asisten Residen Belanda. Tempat ini punya nilai sejarah tersendiri karena jadi salah satu bangunan awal yang ada sebelum kompleks istana terbentuk seperti sekarang.
7. Wisma Sawojajar dan Bumiretawu
Di belakang gedung utama, dekat dengan ruang kesenian, ada dua wisma lain. Wisma Sawojajar di sebelah utara dipakai untuk staf Presiden atau rombongan tamu negara. Sedangkan Wisma Bumiretawu di selatan dipakai oleh ajudan dan dokter pribadi Presiden atau tamu negara.
8. Wisma Saptapratala
Wisma ini berada di sebelah selatan, berseberangan dengan Bumiretawu. Digunakan untuk menampung anggota rombongan Presiden atau tamu negara. Jadi, semua kebutuhan akomodasi sudah tertata dengan baik.
9. Kompleks Seni Sono
Seni Sono mulai jadi bagian dari istana sejak 1995. Di dalamnya ada auditorium, gedung pameran, ruang penyimpanan benda seni, dan area perkantoran.
Auditorium aslinya dibangun tahun 1915 untuk pertunjukan seni. Gedung penyimpanan dulunya adalah kantor PWI/Antara, sementara ruang pameran dulu milik Departemen Penerangan.
10. Patung Penjaga dan Monumen Dagoba
Pintu utama kompleks Istana Yogyakarta dijaga dua patung besar bernama Dwarapala, masing-masing setinggi dua meter. Keduanya berasal dari sekitar Candi Kalasan.
Di halaman depan Gedung Agung Yogyakarta juga berdiri monumen batu andesit setinggi 3,5 meter bernama Dagoba, atau sering disebut Tugu Lilin. Simbol ini menggambarkan harmoni antara Hindu Ciwa dan Budha.
Panduan Berkunjung ke Gedung Agung Yogyakarta
Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang dikenal dengan Gedung Agung Yogyakarta, ini berada di Jalan Margo Mulyo No. 3, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Kompleks ini berdiri di atas tanah seluas sekitar 4–4,4 hektare dan tepat menghadap ke Benteng Vredeburg.
Jam kunjungan umum adalah setiap hari Senin hingga Kamis dari pukul 09.00–12.00 dan 13.00–14.00 WIB. Istana tutup saat siang antara pukul 12.00–13.00 dan tidak buka hari Sabtu, Minggu, ataupun hari libur nasional. Tiket masuk gratis alias tidak dipungut biaya apa pun.
Bagi yang datang bersama rombongan, diwajibkan untuk mengirim surat permohonan yang ditujukan ke email istana.kepresidenan.yogyakarta@gmail.com. Bisa juga langsung diberikan ke lokasi sebelum berkunjung. Adapun lampiran yang harus disertakan antara lain:
- Identitas pemohon
- Daftar nama peserta
- NIK
- Hari, tanggal, dan jam rencana kunjungan
- Kontak penanggung jawab
Setelah disetujui, maka akan diberikan Surat Izin Kunjungan sebagai “tiket masuk” resmi. Surat ini wajib dibawa dan ditunjukkan ke petugas di Posko 1.
Namun, jika datang hanya sendirian atau bukan dalam rombongan besar, wisatawan bisa langsung datang saja di lokasi di hari Senin sampai dengan Kamis sesuai jam operasionalnya.
Perlu diperhatikan, ada beberapa aturan dan ketentuan yang harus ditaati saat berkunjung, yaitu:
- Pakaian wajib sopan dan rapi: Bersepatu, tidak menggunakan kaos oblong, celana pendek, atau jeans
- Tidak diperkenankan membawa makanan/minuman ke area istana
- Tas, kamera, dan HP wajib dititipkan kepada koordinator kunjungan; tidak boleh membawa ke dalam ruangan
- Dilarang memotret atau merekam video di dalam gedung. Dokumentasi kunjungan dilakukan oleh petugas dan link hasil foto akan dikirim ke koordinator rombongan
- Dilarang membawa senjata, obat terlarang, atau binatang peliharaan
Baca juga: 10 Kuliner Malam di Yogyakarta dengan Menu Spesial yang Menggugah Selera
Gedung Agung Yogyakarta bukan cuma bangunan tua yang megah di pusat kota, tapi juga saksi perjalanan panjang bangsa ini. Dari masa penjajahan sampai kemerdekaan, dari upacara kenegaraan sampai kisah-kisah pribadi yang menyentuh, semuanya pernah terjadi di sana.
Kalau sempat mampir ke Yogyakarta, rasanya sayang kalau tidak meluangkan waktu untuk mengenal tempat bersejarah ini lebih dekat.