Getuk Nylekitho, Makanan Jadul Beromzet Puluhan Juta

Mengembangkan UMKM tak selalu harus berbau produk baru dan mengikuti tren, menjalan usaha tradisional layaknya makanan saja, bila dilakoni dengan sunguh-sungguh sembari berinovasi, tetap ada jalan dan cuannya.

Contoh seperti UMKM singkong getuk Nylekitho asal Gang buntu, Sidakaya, Kecamatan Cilacap Selatan. Usaha makanan tradisional yang digeluti Suwaryan dan Bariyah ini meneruskan resep legenda neneknya yang sudah merintis sejak 1980-an.

“Saya meneruskan usaha Mbah Sawinem, nenek saya sejak 1980. Eman-eman (sayang) kalau tidak dilanjutkan karena sudah banyak pelanggannya,” ujar Bariyah membuka cerita.

Kisah getuk singkong yang diceritakan oleh Pertamina ini cukup menarik, dimana menjelaskan proses pengerjaan bahan baku dari awal mengangkat singkon rebus, dihancurkan, dipadankan dengan gula pasir, ditumbuh sampai hancur sambil memberikan tips agat tidak terlalu lembut untuk mempertahankan tekstur singkongnya.

Pada lain sisi, nampak Bariyah yang cekatan memarut kelapa hingga jadi ampas untuk diberi garam dan dicampurkan sampai rata. Ampas tersebut tak lain sebagai taburan di atas singkong yang sudah menjelma menjadi getuk dan siap disantap sambil nongkrong bersama kopi dan teh hangat.

BACA JUGA : Kisah Batik Handmade Tuban yang Berkontribusi Gerakan Perekonomian

Getuk Nylektiho sendiri memiliki cita rasa ikonik khas pedesaan yang dinilai menjadi daya tarik konsumen. Mbah Sawinem memulai usaha awal dari sekada lapak jajanan di Pasar Buntu, Banyumas.

Dagangannya nyaris tidak pernah sepi. Waktu itu tidak hanya gethuk, namun juga jajanan tradisional lain seperti cethil, gatot, klepon, sawud, cingkik, kepok, mata roda dan lain-lain,” ungkapnya.

Getuk Nylekitho

Selanjutnya pada 2018 dengan dukungan penuh dari suami, Bariyah mantap melanjutkan usaha sang nenek. Ia memilih produk getuk tumbuk berbahan dasar singkong yang dipatenkan dengan merk khas jajanan Banyumas, ‘Nylekitho’.

“Saya buat kemasan dan label yang menarik, sehingga merasa lebih optimis dan percaya diri. Untuk menjaga rasa, produksi gethuk tetap dilakukan manual,” tegasnya.

Bariyah lalu memberanikan diri berjualan di pasar kuliner Cilacap, Cia-cia, dan membuka kios di ajang Sunday Morning stadion Wijayakusuma Cilacap. Tak lama berselang ia juga membuka satu lapak di area food court sebuah supermarket ternama di Cilacap. “Kami juga ikut meramaikan pasar kuliner Car Free Day (CFD) di alun-alun kota Cilacap,” tambahnya.

BACA JUGA : Strategi Naruna dalam Memanfatkan Saluran Digital

Gethuk tumbuk Nylekitho kini sudah dikenal di kalangan pencinta jajanan tradisional. Pesanan juga datang dari instansi, untuk rapat, arisan maupun hajatan. Bahan baku singkong memanfaatkan sumber daya lokal dan sebagian dari daerah lain. “Karena singkongnya harus memiliki kandungan aci rendah dan gula merahnya harus murni dari nira,” lanjut Bariyah.

Saat ini Suwaryan dan Bariyah telah menjadi mitra binaan Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap dan memiliki 5 orang pekerja dengan upah harian, ditambah tenaga pemasaran. Diakui Waryan, awal pandemi Covid-19 pada Februari 2020, sempat memukul usaha mereka.

“Alhamdulillah, berkat program kemitraan Pertamina kami merasa sangat terbantu,” ucapnya.

Waryan, suami Bariyah mengaku mendapat banyak pelatihan soal strategi pemasaran, terutama dalam kondisi pandemi dan cara mengenali karakteristik pelanggan. Dampak dari kerja keras memasarkan makanan tradisional yang mampu diramu sedemikian rupa serta dukungan Pertamina, tak kurang dari Rp 40 juta dalam sebulan bisa dihasilkannya.

“Sekarang omzet kami mencapai 30 hingga 40 jutaan dari yang semula hanya 4 jutaan per bulan,” ucapnya bersyukur.

Waryan terus melakukan inovasi dengan mengembangkan varian produk dan penyajian agar bisa memenuhi keinginan pelanggan. “Berkat dukungan Pertamina pula kami bisa membuat inovasi pengemasan sesuai tren dengan teknik marketing media sosial. Selain itu menerapkan sistem titip jual ke beberapa kantin atau toko makanan di Cilacap,” katanya.

 

Exit mobile version