Goena Goni dan JGS Berbagi Cara UMKM Merajut Kepercayaan Konsumen*

Oleh Irawan Sapto Adi, Wartawan Kompas.com

Pelaku UMKM, Missy Johara Agatha (kiri) berfoto dengan pengunjung di galeri Goena Goni di Jalan Merbau II No 24, Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Kota Semarang, Jateng, belum lama ini. (Foto: Kompas.com/Irawan Sapto Adhi)

JNEWSSuara deru mesin jahit terdengar bersahutan dari salah satu rumah di Kelurahan Tinjomolo, Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) siang itu. 

Sepintas, tak ada yang tampak lain dari apa yang dilakukan oleh keempat penjahit tersebut. Tangan kanan dan kiri mereka saling bekerja sama untuk mengarahkan kain di bawah jarum jahit. Sementara kaki dibiarkan terus bergerak aktif di atas pedal mesin.  

Namun, ketika dicermati lebih seksama, para penjahit rupanya tengah menggarap sesuatu yang tidak biasa. Kain yang sedang diurus oleh mereka adalah kain goni yang selama ini identik hanya dimanfaatkan sebagai karung atau wadah hasil bumi. 

Di tangan Missy Johara Agatha (54), jenis kain itu telah berhasil “disulap” menjadi benda kreatif yang digemari banyak orang. Missy menceritakan perjalanan menemukan kain yang tepat untuk produk kreatifnya tidaklah mudah. Sebelum memilih kain goni, dia telah mencoba berbagai jenis kain lainnya.  

“Saya sudah mencoba banyak opsi kain, mulai dari kain katun hingga kain belacu. Namun, semuanya terasa kurang memuaskan,” jelas ia saat diwawancarai Kompas.com pada Kamis (18/7/2024).

Missy mengenang bagaimana setiap kali mencoba kain baru, ada saja kendala yang muncul. Entah karena tekstur kain tidak sesuai, warna cepat pudar, atau kain dirasa terlalu umum sehingga tidak memberikan ciri khas yang unik bagi produknya. 

Meski begitu, ia ogah menyerah. Missy terus mencari dan bereksperimen dengan berbagai bahan hingga akhirnya menemukan kain goni. 

“Saya ingin menciptakan sesuatu yang berbeda, yang bisa menarik perhatian orang sejak pandangan pertama,” ungkapnya. Bagi banyak orang, kain goni mungkin terlihat kasar dan tidak menarik, namun Missy melihat potensi yang berbeda. 

“Saat pertama kali melihat kain goni, saya langsung merasa ada yang spesial. Teksturnya yang kasar dan alami justru memberi kesan rustic yang unik dan menarik,” katanya. 

Proses mencoba dan gagal ini mengajarkan Missy banyak hal, terutama tentang pentingnya ketekunan dan kreativitas dalam menjalankan usaha. 

“Setiap kegagalan adalah pelajaran. Saya belajar untuk tidak mudah puas, tidak mudah menyerah, dan terus mencari hingga menemukan kreasi yang benar-benar pas,” ujar pelaku UMKM itu. 

Baca juga: Daftar UKM di Bali dengan Produk Kreatif Lokal Berkualitas yang Patut Dicoba

Kini, produk-produk Missy dari kain goni, seperti tas, dompet, sarung bantal, pouch, hingga tempat tisu telah memiliki ciri khas tersendiri dan digemari oleh masyarakat.  

Ia tercatat sudah mau delapan tahun memasarkan produk kerajinannya dengan brand “Goena Goni” di Jalan Merbau II No 24, Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Kota Semarang, Jateng. 

“Saya sangat senang bisa mengubah sesuatu yang biasanya dianggap tidak bernilai menjadi barang yang berharga dan diminati banyak orang,” tambahnya tersenyum. 

Missy bersyukur, sejak awal beroperasi, Goena Goni rata-rata dapat menerima pesanan 2.000 pcs produk per tahun. 

Produk buatannya yang dibanderol dengan harga terjangkau mulai dari Rp 50.000 itu tak jarang dipesan dalam jumlah banyak untuk dijadikan sebagai suvenir di berbagai jenis acara. 

Ramah lingkungan

Missy menjelaskan, kain goni yang terbuat dari tumbuhan jute memiliki serat kuat sehingga sangat cocok untuk produk yang membutuhkan daya tahan lama. 

Ia mengaku memilih goni sebagai bahan baku kerajinan juga karena termasuk bahan yang sangat ramah lingkungan. Limbah kain goni diyakini tak akan mengotori bumi. 

“Limbahnya justru mudah terurai dan bisa menjadi humus apabila dibuang ke tanah,” jelasnya. 

Dalam membuat produk kerajinan, Missy juga memanfaatkan limbah kain perca untuk dikombinasikan dengan goni. Limbah perca dari proses produksi pakaian dari tempat lain akan dipilih terlebih dahulu berdasarkan warna, tekstur, dan kualitasnya.  

Goena Goni memanfaatkan kain perca yang masih layak dan memiliki daya tahan baik. 

“Industri fesyen seperti diketahui bisa menghasilkan limbah perca yang sangat banyak setiap tahunnya. Kami ingin terlibat dalam upaya pengelolaannya untuk menekan tumpukan sampah yang bisa memperparah krisis lingkungan,” jelas Missy. 

Goena Goni menjadikan kain perca sebagai pemanis produk. Setelah dipotong sesuai dengan gambar atau pola yang diinginkan, kain perca akan ditempel di lembaran kain goni. 

Bentuk gambar yang dapat ditampilkan dalam produk bisa bermacam-macam, seperti hewan, bunga atau tanaman, tokoh wayang, tokoh kartun populer, hingga ornamen khas Lebaran, Natal, atau peringatan hari besar lainnya.

“Untuk desain produk maupun gambarnya, kami bisa menyesuaikan dengan permintaan konsumen. Mau bentuk apa pun, kami akan coba buat secara maksimal. Kami juga bisa menyertakan tulisan bordir di produk. Pada prinsipnya kami tidak mau mengecewakan konsumen,” jelasnya.

Merajut kepercayaan konsumen

Produk tas dari bahan kain goni. Produk tersebut diproduksi oleh pelaku UMKM, Missy Johara Agatha (54). Produk itu dipasarkan dengan brand Goena Goni di Jalan Merbau II No 24, Kelurahan Padangsari, Banyumanik, Kota Semarang, Jateng.(Dok. Goena Goni)

Dalam menjalankan usaha, Missy mengatakan jelas bergantung kepada jasa pengiriman barang. Apalagi, kebanyakan pesanan produk Goena Goni selama ini berasal dari luar Semarang.

Ia pun tak mau sembarangan dalam memilih jasa kurir untuk menjaga kepercayaan konsumen. Missy mencari jasa kurir yang mampu mengirimkan barang tepat waktu dan tanpa cela. 

Dalam hal ini, ia merasa bersyukur dari awal memulai usaha pada 2016, langsung memilih jasa kurir PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sebagai ujung tombak distribusi produknya ke berbagai daerah di Tanah Air. 

Baca juga: Jackson Shoes, Brand Fesyen Lokal yang Sampai ke Mancanegara berkat Inovasinya

“Awalnya saya cari-cari informasi jasa pengiriman mana yang terbaik dari sisi tarif maupun pelayanan. Lalu, kami putuskan coba dulu pakai JNE. Eh, setelah beberapa kali pakai, saya (merasa) oke, pelanggan juga puas. Akhirnya, ya kami rutin menyerahkan penggiriman ke JNE sampai sekarang,” jelasnya.

Berdasarkan pengalaman, Missy bercerita, JNE selalu berhasil memenuhi ekspektasinya dengan mengirimkan paket lebih cepat dari estimasi waktu yang diberikan. Misalnya, ketika JNE memperkirakan waktu pengiriman 2-3 hari, paketnya seringkali sudah tiba dalam waktu sehari. 

Selain itu, kurir JNE tak pernah salah alamat dalam mengantarkan produkGoena Goni ke tangan konsumen. Menurut Missy, ongkir JNE juga tergolong hemat di kantong.

“JNE ini kan punya banyak program yang bisa dimanfaatkan agar ongkirnya jadi lebih terjangkau dan paket bisa lebih cepat sampai. Nah, di sini, petugas JNE pun komunikatif. Mereka bisa dimintai saran untuk kebutuhan pengiriman terbaik,” jelasnya. 

Missy menyampaikan, jasa kurir JNE secara umum telah berhasil memberikan kenyamanan dan rasa aman baginya, terutama dalam menjalin kepercayaan dengan pelanggan. 

“Ketika ada pertanyaan dari pelanggan barang akan sampai kapan? Kami juga bisa dengan mudah melacaknya lewat aplikasi atau website. Petugas di agen juga bisa dimintai bantuan. Mereka akan merespons dengan cepat dan tak lempar sana-sini,” ujarnya. 

Missy berkisah, kehadiran JNE turut membantunya melewati masa-masa sulit selama pandemi Covid-19. JNE, katanya, tetap menyediakan layanan optimal yang memungkinkan Goena Goni terus beroperasi dan mengirimkan produk ke pelanggan. 

“Pandemi menunjukkan betapa pentingnya kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar dan lingkungan. Kami sendiri seketika itu menggiatkan penjualan secara online dan kami beruntung telah menjalin mitra dengan JNE yang tetap sanggup memastikan produk dapat dikirimkan dengan cepat dan aman ke pelanggan. Produksi kami pun Alhamdulillah hanya turun sedikit sekitar 1.000-1.500 pcs (per tahun) pada 2020-2022,” tambahnya. 

Missy sendiri mengaku sempat ditawari jasa kurir lain. Tapi, ia buru-buru menolaknya karena sudah nyaman dengan layanan pengiriman barang yang diberikan JNE. 

“Ada beberapa jasa lain yang nawari karena mungkin tahu saya rutin kirim barang. Tapi, saya bilang belum berminat. Jadi selama lebih dari tujuh tahun saya terus kirim paket lewat JNE, ke Banjarmasin, Makassar, Sumatra, Papua, atau ke mana saja,” tuturnya.

Pentingnya adaptasi 

Senada, Imam Masuri juga bukan tanpa kendala ketika memulai dan menjalankan usaha. Ia ingat betul saat merintis bisnisnya memproduksi gitar pada 2013, hanya punya modal Rp 2 juta. 

Uang segitu ia gunakan untuk membuat prototipe gitar. Berbekal kesukannya terhadap gitar, Imam kala itu optimistis produksi alat musik tersebut akan menjadi bisnis yang potensial. 

“Mulanya hanya dari rumahan, saya hanya memproduksi 1-2 gitar,” jelasnya. 

Sejak awal memulai usaha, Imam telah mencoba memasarkan produknya secara online. Ia pun bersyukur, seiring berjalannya waktu, kian banyak gitar produksinya yang berhasil diantar ke tangan konsumen. 

“Dulu saya pernah memanfaatkan Kaskus untuk jual gitar. Kemudian, ketika muncul platform-plafform penjualan baru, kami juga berusaha mengikutinya,” kisahnya. 

Melalui penjualan online di berbagai platform, Imam berhasil menarik perhatian pecinta gitar, dan bisnisnya pun berkembang. Sekarang, ia bisa melayani pesanan lebih dari 12 gitar per pekan.  

Imam sukses membangun bisnisnya hingga sekarang sudah memiliki bengkel produksi di Desa Mancasan, Baki, Kabupaten Sukoharjo, serta tiga store offline di Yogyakarta dan Jakarta. 

“Bagi pelaku UMKM, kemampuan untuk beradaptasi adalah kunci untuk bertahan dan berkembang, terutama dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang cepat seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19 kemarin,” ucapnya.

Dalam hal ini, Imam menekankan pentingnya para pelaku UMKM untuk bisa hadir memenuhi kebutuhan pasar dan beradaptasi dengan tren online di era sekarang. 

Para pelaku UMKM, saran dia, bisa memaksimalkan pemasaran atau penjualan produk lewat beragam markerplace maupun media sosial yang sudah tersedia.  Konten pemasaran juga mesti dikemas menyesuaikan dengan tren pasar. 

“Kita harus bisa hadir menjawab kebutuhan pasar. Kemudian mau tidak mau, ketika pasar itu online, ya kita bisa menjawab melalui pasar online itu,” tambahnya. 

Imam lalu menyinggung akan pentingnya merek dagang dalam dunia usaha. Ia paham mungkin masih ada banyak pelaku usaha yang terkendala atau kesusahan dalam menjual produknya karena tidak bermerek. Sementara, untuk menjual produk sendiri namun dengan merek pihak lain atau merek palsu, mereka tahu akan risikonya.  

Berdasarkan pengalaman, Imam menilai lebih baik para pelaku UMKM bisa meniatkan diri untuk memiliki brand sendiri. 

Ia mengaku sejak awal tidak mau menjual produk gitarnya dengan merek orang lain. Imam memilih untuk membuat merek sendiri dengan maksud menguatkan ciri dan identitas produknya.

Ia sendiri baru memberikan merek pada produknya setelah delapan tahun memulai usaha. Selama itu, produknya dijual tanpa label. Baru pada 2021, Imam melabeli produknya dengan sebutan JGS, yakni singkatan dari nama tokonya Jogja Guitar Shop.  

“Dari awal berdiri kami tidak pakai merek lain. Jadi kami blank label. Selama itu, kami terus mengutamakan dari sisi kualitas barang dan pada akhirnya yakin untuk membuat produk dengan merek JGS,” jelas dia.  

Selama menjalankan usaha, Imam selalu memastikan produk yang dibuat memiliki kualitas yang baik. Dengan begitu, ia pun yakin produknya akan terus bisa diterima pasar. 

“Kami sudah uji produk kami bertahun-tahun agar layak dijual ke pasar. Meski brand lokal, kami ingin mencerminkan produk kami juga digarap secara serius,” ungkapnya.  

Melalui tim Research and Development (R&D) yang dimiliki, JGS terus mengembangkan produk dengan literasi internasional yang dibuat dengan bahan-bahan lokal. Hanya untuk part tertentu, JGS masih memanfaatkan produk pabrikan.  

Selain memikirkan kualitas material produk, JGS juga sangat memperhatikan kualitas suara gitar yang dibikin.  Untuk mendapatan sgitar dengan suara yang diminati pasar, JGS turut menggelar riset dan mendengar masukan dari beberapa pemain gitar, terutama di Yogyakarta.  

Imam memastikan, meskipun dijual dengan harga terjangkau, yakni hanya sekitar Rp 500.000-Rp 800.000 per unit, gitar JGS punya kualitas tak kalah dengan merek lain. 

“Dengan harga itu konsumen sudah bisa mendapatkan produk dengan play ability yang enak, sound enak, build quality padat, dan durability sudah bisa lebih dari 10 tahun,” jelasnya. 

Imam pun bersyukur, produk gitarnya telah berhasil terjual ke berbagai wilayah di Indonesia. Dalam pengiriman produk ke tangan konsumen, ia bercerita, selama ini rutin mengandalkan jasa JNE.

Baca juga: Wiralagabe Pembuat Tas Daur Ulang yang Estetis

Imam menyebut, pengiriman produk-produk JGS yang berukuran besar namun ringan sangat diakomodasi oleh JNE.

Perusahaan jasa kurir itu telah menawarkan keuntungan hanya menakar tarif kiriman dengan berat, bukan dengan volume panjang hingga lebar. 

“Pengalaman pakai JNE selama ini lancar-lancar saja. Pengiriman produk tepat waktu. Kalau saya bilang, mereka itu stabil dari segi minim komplain,” katanya. 

Semangat kolaborasi 

Regional Marketing and Partnership JNE Jateng-DIY, Widiana, berterima kasih kepada para pelaku UMKM yang selama ini sudah mempercayakan jasa pengiriman kepada JNE.  Ia memastikan, JNE telah berkomitmen untuk bisa memberikan pelayanan terbaik kepada setiap konsumen. 

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang logistik, JNE bagaimanapun ingin turut berperan dalam mendukung ekosistem bisnis di Indonesia. Kaitannya dengan upaya pemberdayaan UMKM, Widiana bercerita, JNE telah rutin menggelar program “JNE Ngajak Online” sejak 2017. 

Program ini menjadi wujud dukungan JNE dalam mengembangkan peran pelaku UMKM sebagai roda perekonomian dan memberikan edukasi strategi penjualan di era digital dalam meningkatkan potensi usaha. 

“Kami bersyukur program JNE Ngajak Online telah berhasil terselenggara di 183 kota di Indonesia dengan pelibatan lebih kurang 40.000 pelaku UMKM,” jelas Widiana. 

Bukan hanya itu, JNE telah melakukan berbagai insiatif lain yang bertujuan untuk membantu UMKM bangkit kembali setelah badai pandemi Covid-19. Itu termasuk, mengadakan pelatihan dan konsultasi bisnis serta menyediakan bantuan pemasaran serta program pengiriman. 

“Pada hakikatnya, kami siap memberikan dukungan terhadap bisnis UMKM dengan menyediakan layanan pengiriman dan logistik yang berkelanjutan,” tuturnya. 

Dalam menjalankan berbagai kegiatan di perusahaan selama 33 tahun, Widiana menuturkan, JNE selalu mengusung semangat “Connecting Happiness” serta prinsip berbagi, memberi, dan menyantuni. Dalam hal ini, JNE berharap bisa memberikan manfaat bagi kehidupan banyak orang, baik karyawan maupun masyarakat umum. 

“Salah satu upaya kami dalam mewujudkan semangat dan prinsip itu memang dengan mengadakan program kolaborasi untuk pemberdayaan komunitas termasuk para pelaku UMKM,” ujarnya. Widiana pun bersyukur baru-baru ini JNE menerima penghargaan sebagai “Mitra UMKM dalam bidang logistik” pada pagelaran UMKM Summit Awards 2024.

Menurutnya, JNE akan menjadikan penghargaan itu sebagai pelecut semangat untuk terus berkontribusi dalam memajukan sektor UMKM di Tanah Air.

“Harapannya kami dapat terus mendukung UMKM untuk bangkit dan berkembang maju,” ungkapnya. 

#JNE#ConnectingHappiness#JNE33Tahun#JNEContentCompetition2024#GasssTerusSemangatKreativitasnya  

*Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Goena Goni dan JGS Berbagi Cara UMKM Merajut Kepercayaan Konsumen…” dan terpilih sebagai Pemenang Kedua JNE Content Competition 2024 Kategori Writing untuk Media Online

Exit mobile version