National Chairman Indonesian Fashion Chamber (IFC) Ali Charisma menilai impor pakaian bekas sangat merugikan disainer dan industri fesyen lokal.
“Ketika pakaian bekas yang murah membanjiri pasar, sulit bagi desainer lokal untuk bersaing dalam hal harga, yang dapat menyebabkan penurunan permintaan untuk produk mereka. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan pekerjaan yang lebih sedikit dan pendapatan yang berkurang untuk industri secara keseluruhan,” kata National Chairman IFC Ali Charisma dalam keterangannya, Senin (20/3).
Baca juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Siap Beroperasi Juli 2023
Dampak lainnya adalah banyak pakaian bekas yang berasal dari negara lain masuk ke Indonesia sebagai potensi sampah baru. Umumnya negara-negara dengan fast fashion menjadikan tren mode sebagai gaya hidup.
Sehingga dengan perputaran tren menyebabkan pakaian-pakaian yang habis masa musimnya seringkali dibuang setelah hanya beberapa kali digunakan.
“Mengimpor barang-barang ini ke Indonesia tidak hanya memperburuk siklus konsumsi, tetapi juga menambah masalah limbah di negeri ini,” ujar Ali.
Selain itu, pakaian bekas impor ilegal juga dapat memengaruhi identitas budaya Indonesia. Hal tersebut dikarenakan fesyen menjadi aspek kunci dari ekspresi budaya, dan ketika pakaian impor murah membanjiri pasar, akan dapat merusak keunikan dari fesyen Indonesia.
Baca juga: Perajin Ini Sulap Sampah Laut Jadi Barang Berharga
“Hal ini bisa merugikan industri dalam jangka panjang, karena cenderung membuat lebih sulit bagi desainer Indonesia untuk membangun identitas merek yang unik” kata Ali.
Ali menegaskan bahwa dirinya memahami alasan Pemerintah Indonesia melarang impor pakaian bekas ilegal. Hal itu semata untuk tujuan agar dapat melindungi desainer dan produsen lokal, mengurangi limbah lingkungan, serta melestarikan identitas budaya Indonesia.
IFC adalah organisasi nonprofit yang beranggotakan desainer ahli di bidang fesyen, termasuk pakaian, perhiasan, serta aksesori. Terbentuk sejak 16 Desember 2015, IFC secara konsisten membela nilai-nilai fesyen khas Indonesia, seperti kampanye kreatif yang mengangkat sarung sebagai identitas pakaian lokal melalui “Sarung is My New Denim” (2016).
Baca juga: Cerita Sarjana Matematika yang Kepincut Kerja di JNE
Kemudian membawa karya para desainer Indonesia hingga mendapat panggung dan perhatian di luar negeri, di antaranya presentasi selama dua hari pada ajang “Front Row” di Kota Paris, Prancis (2022), serta secara rutin menggelar acara yang memperkuat posisi industri fashion dalam negeri, seperti “Muslim Fashion Festival 2023” juga “Jakarta Fashion Trend 2023”.
“Sebagai National Chairman IFC, saya merasa penting dalam menganjurkan tindakan ini dan mempromosikan pertumbuhan industri fashion lokal,” ujar Ali.