Di halaman lobby Gedung Kantor Pusat JNE, Tomang 11, terdapat monumen Gunungan Wayang yang terbuat dari aluminium, berdiri kokoh dan megah di atas bukit dengan jejak telapak-telapak tangan di bawahnya. Apakah makna dan filosofi yang terkandung dalam Gunungan Wayang tersebut?
Gerimis kecil dan mendung tipis menggantung di langit Tomang, Senin (2/11/2020) pagi. Persis di depan lobby gedung JNE Pusat Tomang 11, tampak kokoh dan megah berdiri Gunungan Wayang yang basah karena teguyur rintik hujan.
Semilir angin memasuki awal musim penghujan di bulan November terasa menyejukkan badan. Lalu lalang kendaraan mulai memadati sepanjang Jalan Tomang Raya di saat Pemprov DKI Jakarta sudah tidak menerapkan PSBB Total. Satu demi satu para Ksatria dan Srikandi JNE yang masuk kantor dan tidak WFH mulai berdatangan untuk memulai aktivitasnya.
Bagi Ksatria dan Srikandi JNE yang pernah datang ke Kantor Pusat JNE Tomang 11, tentu sudah tidak asing lagi dengan Gunungan Wayang. Gunungan Wayang merupakan simbol dan logo JNE saat gedung JNE diresmikan pada Minggu 24 November 2013 silam, oleh Tifatul Sembiring selaku Menteri Kominfo RI yang menjabat kala itu.
Monumen Gunungan Wayang tersebut digagas oleh pendiri JNE almarhum H. Soeparto Soeparno, di mana gunungan itu sendiri menggambarkan keadaan dunia beserta isinya yang merupakan milik dan cipataan Allah SWT.
Sementara, di bawah gunungan terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa sedang memegang pedang dan perisai, yang melambangkan pintu gerbang istana. Pada saat dimainkan gunungan dipergunakan sebagai lambang istana. Di sebelah atas gunung terdapat pohon kayu yang dibelit oleh ular naga yang melambangkan keperkasaan.
Baca Juga :Â Sosok Pendiri JNE yang Dermawan dan BersahajaÂ