JNEWS – Bicara tentang warisan budaya di Sumatra Utara, nama Istana Kesultanan Serdang pasti ikut disebut. Bangunan ini merupakan tempat tinggal seorang raja, sekaligus juga simbol perjalanan panjang sebuah kerajaan Melayu di pesisir timur Sumatra.
Dari sini lahir banyak cerita tentang kejayaan, dinamika politik, sampai jejak arsitektur yang khas. Meski wujud aslinya kini sudah tak lagi berdiri, kisahnya masih lekat dan terus diceritakan lintas generasi.
Sejarah Istana Kesultanan Serdang
Kesultanan Serdang muncul pada awal abad ke-18 setelah terjadi perebutan takhta di Kesultanan Deli. Dari konflik itu, Tuanku Umar Johan bersama para pendukungnya akhirnya diangkat sebagai Sultan pertama Serdang sekitar tahun 1723.
Sejak saat itu, Serdang berdiri sebagai kerajaan sendiri dan membutuhkan pusat pemerintahan. Di Kampong Besar Serdang, didirikan sebuah rumah besar yang disebut Istana Tanjung Puteri. Bangunan ini menjadi tempat tinggal Sultan sekaligus pusat kegiatan kerajaan, dan menjadi cikal bakal Istana Kesultanan Serdang berikutnya.
Beberapa puluh tahun kemudian, pusat pemerintahan berpindah ke Rantau Panjang. Pada masa Sultan IV, Tuanku Basyaruddin Syaiful Alamsyah, dibangunlah Istana Bogak Darul Arif pada tahun 1881. Letaknya berada di tepi sungai, dan pada masanya menjadi pusat yang ramai. Namun, istana ini tidak bertahan lama karena rusak akibat banjir. Kini jejaknya hampir hilang, hanya tersisa masjid tua peninggalan kerajaan yang masih bisa dilihat.
Puncak kejayaan Istana Kesultanan Serdang terjadi ketika pusat kerajaan dipindah ke Kota Galuh, Perbaungan. Pada 29 Juli 1889, berdirilah Istana Darul Arif yang baru dan megah. Menariknya, hari peresmian istana bertepatan dengan pembukaan pasar Simpang Tiga Perbaungan, menandakan Kota Galuh sebagai pusat pemerintahan sekaligus ekonomi Kesultanan Serdang.
Sayangnya, masa kejayaan itu pun tidak berlangsung lama. Pada pertengahan abad ke-20, Istana Darul Arif musnah. Ada yang mengatakan istana terbakar saat Revolusi Sosial di Sumatra Timur tahun 1946, ada juga yang menyebut hancur ketika Agresi Militer Belanda I pada 1947. Versi lain menyebut istana sengaja dibakar karena sikap anti-Belanda.
Baca juga: Istana Kesultanan Indrapura: Jejak Kejayaan Melayu di Pesisir Barat Sumatra
Arsitektur dan Ciri Khas Istana Kesultanan Serdang
Istana Darul Arif di Kota Galuh dikenal sebagai salah satu bangunan istana Melayu yang indah sekaligus unik di zamannya. Bentuknya berupa rumah panggung besar dengan tiga lantai.
Bagian lantai paling bawah dipakai untuk ruang penerimaan tamu dan kegiatan resmi kerajaan. Lantai kedua difungsikan sebagai ruang tinggal keluarga Sultan. Sementara lantai ketiga, yang paling tinggi, dijadikan tempat pengintaian. Dari atas sini, pengawal bisa mengawasi kondisi sekitar dan melihat siapa yang datang dari kejauhan.
Gaya arsitektur istana ini sangat kental dengan ciri khas Melayu, tapi tetap memperlihatkan sentuhan modern pada masanya. Atapnya berundak dengan lekukan lembut, memberi kesan anggun namun kokoh. Pilar-pilar kayu yang berdiri tegak membuat bangunan terasa megah. Selain itu, penggunaan warna cerah pada dinding dan ornamen ukiran menambah kesan istana sebagai pusat kebudayaan. Di halaman istana, ada tiang bendera yang menandakan kedaulatan. Juga ada menara air yang dulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan penghuni istana.
Kini, bangunan utama memang sudah tidak ada. Namun, beberapa bagian masih tersisa di lokasi, seperti fondasi, umpak (alas tiang), dasar tiang bendera, dan menara air. Bagi masyarakat sekitar, sisa-sisa itu bukan sekadar puing, tetapi menjadi simbol perjalanan sejarah Serdang.
Replika Istana Serdang yang Bisa Dikunjungi

Meski bangunan asli Istana Darul Arif sudah lama lenyap, jejak kejayaan Istana Kesultanan Serdang tidak benar-benar hilang. Pada tahun 2012, pemerintah daerah bersama keturunan Sultan membangun replika Istana Serdang di Perbaungan. Tepatnya di Kompleks Kantor Bupati Serdang Bedagai, jalur utama lintas Medan–Tebing Tinggi.
Replika ini dibuat menyerupai bentuk istana aslinya, dengan gaya rumah panggung Melayu bertingkat dan atap berundak. Tujuannya terutama untuk memberi ruang bagi masyarakat dan generasi muda untuk lebih dekat dengan sejarah.
Replika istana ini terbuka untuk umum dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang menarik di kawasan Serdang Bedagai. Pengunjung bisa melihat langsung bagaimana kemegahan arsitektur istana tempo dulu, sekaligus masuk ke dalam bangunan yang kini difungsikan sebagai museum mini.
Di dalamnya tersimpan berbagai koleksi yang berkaitan dengan Istana Kesultanan Serdang, mulai dari replika singgasana Sultan, busana kebesaran, hingga benda-benda tradisional seperti senjata dan peralatan sehari-hari. Koleksi ini memberi gambaran nyata tentang kehidupan istana sekaligus budaya Melayu Serdang di masa lampau.
Baca juga: 10 Tempat Wisata di Pekanbaru: Alam, Sejarah, hingga Budaya
Dengan keberadaan replika dan museum ini, warisan Istana Kesultanan Serdang tetap hidup dan bisa dinikmati oleh siapa saja. Tak hanya sekadar melihat bangunan, pengunjung juga bisa merasakan nuansa sejarah, sekaligus menambah wawasan tentang peran penting Serdang dalam sejarah Sumatra Timur.