Mengenal Lebih Dekat Budaya dan Tradisi Masyarakat Adat di Kalimantan Utara

JNEWS – Kalimantan Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi masyarakat adat. Provinsi ini memiliki berbagai suku dengan adat istiadat yang unik dan beragam.

Setiap suku di Kalimantan Utara, seperti Dayak, Tidung, dan Bulungan, memiliki cara hidup, upacara adat, dan ritual yang menjadi identitas mereka. Keragaman budaya ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat setempat, tetapi juga menarik minat banyak peneliti dan wisatawan untuk lebih mengenal dan memahami warisan budaya yang ada.

5 Budaya, Tradisi, dan Upacara Adat yang Bisa Ditemukan di Kalimantan Utara

Kalimantan Utara tidak hanya terkenal dengan kekayaan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budayanya. Tradisi-tradisi yang ada di provinsi ini menggambarkan nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat.

Melalui berbagai upacara dan ritual, nilai-nilai kebersamaan, kesucian, dan penghormatan terhadap leluhur selalu dihidupkan. Inilah yang menjadikan Kalimantan Utara sebagai salah satu destinasi budaya yang patut untuk dieksplorasi dan dipahami lebih dalam.

Berikut adalah lima di antara banyak budaya dan tradisi di Kalimantan Utara yang cukup menarik. Penjelasannya dikutip dari situs Kemendikbud.

Budaya dan Tradisi di Kalimantan Utara

1. Ritual Dolop

Dolop adalah tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh nenek moyang. Masyarakat suku Dayak Tahol sangat mempercayai tradisi ini sebagai solusi untuk menyelesaikan berbagai kasus hukum yang terjadi di tengah mereka, baik pada masa lalu maupun saat ini.

Dolop dianggap sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian sengketa. Pelaksanaan dolop memerlukan persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa maupun pengurus adat.

Dalam proses dolop, terdapat beberapa kesepakatan yang harus dicapai, seperti denda yang akan dikenakan kepada pihak yang bersalah dan persiapan untuk ritual dolop. Denda biasanya berupa harta benda atau hewan seperti tempayan lama (lubi abai), kerbau, sapi, babi, motor, tanah, atau rumah, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Persiapan untuk ritual dolop meliputi beras kuning, beras putih, beras hitam, bulu ayam, kain kuning, kayu lambuku, telur, dan batang pisang. Selain itu, dalam dolop, dibuat juga janji perdamaian antara pihak yang bersengketa bahwa setelah sengketa selesai, tidak akan ada lagi kebencian, dendam, atau konflik.

Proses dolop terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembukaan dan pengarahan oleh pengurus adat. Tahap selanjutnya adalah ritual yang dipimpin oleh pengurus adat dengan memanggil roh amangun, penjaga gunung, sungai, langit, dan darat, dengan tujuan untuk mengadili kedua pihak yang bersengketa. Ada pengakuan dari pelaku bahwa ada sesuatu yang mengganggu selama berada di dalam air, hingga memaksa mereka untuk keluar dari sungai.

Tahap berikutnya adalah memberikan aba-aba untuk menyelam. Siapa yang muncul pertama kali ke permukaan dianggap sebagai pihak yang bersalah. Setelah dolop selesai, seluruh rangkaian proses hukum adat suku Dayak Tahol dalam menyelesaikan sengketa juga dianggap selesai.

Baca juga: Mengenal Suku Dayak Kayan: Warisan Budaya dan Tradisi yang Kaya

2. Upacara Mamat

Mamat adalah upacara sakral yang dilakukan oleh suku Dayak Kenyah di masa lalu sebagai wujud rasa syukur kepada pencipta atas kemenangan di medan perang. Upacara ini juga disebut sebagai PUHEQ atau penyucian diri. Mamat bertujuan untuk memohon keselamatan, kedamaian, kemenangan, keberanian, kesehatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Upacara Mamat berlangsung selama 1-6 hari, tergantung situasi dan kondisi. Semua laki-laki ikut serta, kecuali dalam kondisi tertentu dibantu oleh dua gadis suci yang memiliki tugas khusus. Upacara ini adalah bentuk penyembahan untuk memohon keselamatan, kemenangan, penyucian diri, dan keberanian kepada pencipta.

Mamat dilaksanakan di bawah Belawing (tugu berhala) dengan persembahan darah binatang (babi) kepada dewa. Setelah prosesi di Belawing selesai, para lelaki kembali ke rumah dan seorang gadis suci mengoleskan darah di tangan kanan mereka.

Sebagai bagian dari rangkaian acara, dilakukan Pelubit Batu Tului (Menguling Batu Tului) di beranda rumah panjang untuk menangkal hal-hal jahat. Selanjutnya adalah prosesi Punan Bawe, di mana setiap laki-laki berebut untuk mendapatkan bawe yang melambangkan keberuntungan dan kebaikan.

Pada malam hari, diadakan acara Pedahu sebagai acara ramah tamah. Acara ini diisi dengan tarian oleh masyarakat umum. Menjelang tengah malam, tarian ditampilkan oleh mereka yang memiliki roh-roh penjaga masyarakat (On Bali).

3. Prosesi Pekiban

Pekiban adalah tahap awal dalam perkawinan adat Kenyah Lepo Tau. Pertama, calon mempelai wanita dijemput menuju rumah calon mempelai laki-laki untuk diperkenalkan kepada keluarga.

Dalam penjemputan ini, diserahkan sua fa atau sebilah parang sebagai tanda keseriusan dari pihak laki-laki. Saat tiba di kediaman laki-laki, calon mempelai wanita disambut dengan tari-tarian.

Prosesi Pekiban dipimpin oleh tua-tua kampung dengan peran khusus sebagai pengulo adat Pekiban. Properti yang harus disediakan dalam upacara ini meliputi tempayan sebagai simbol kesatuan hati, batu jala/batu ampit yang melambangkan ketidakterpisahan, tikar atau pat sebagai tanda musyawarah untuk menyelesaikan masalah, dan sua fa atau parang untuk membersihkan jalan bagi kedua mempelai, serta memotong penghambat yang bisa merusak hubungan keluarga besar kedua mempelai.

Dalam prosesi Pekiban, kedua mempelai duduk di atas gong kecil atau tawek, memegang parang bersama-sama, dan menginjak parang lain sebagai simbol komitmen dalam ikatan perkawinan. Upacara ini juga melibatkan pemotongan babi untuk melihat tanda-tanda masa depan kedua mempelai melalui hati babi tersebut.

Acara ditutup dengan siraman penyejuk oleh tua-tua kepada kedua mempelai dan semua undangan yang hadir.

4. Adat Bedibai

Bedibai dalam bahasa Bulungan berarti turun. Acara Bedibai adalah bagian dari perayaan rutin dalam Kesultanan Bulungan yang biasanya dilaksanakan saat Pesta Rakyat Birau. Tujuan dari acara ini adalah untuk memohon kepada yang maha kuasa agar menjaga keselamatan dan kesehatan, serta menghindarkan dari mara bahaya dan bencana.

Selain itu, acara ini juga bertujuan sebagai doa agar para pemimpin tetap sejahtera, panjang umur, dan terhindar dari segala marabahaya.

Perlengkapan dalam ritual adat ini antara lain mahligai, miniatur rumah Kayan, biduk bebandung, biduk Kayan, kelengkeng, dan sesajen. Ritual adat ini dilaksanakan dalam bahasa Bulungan dan diiringi musik dalam suasana magis.

Dalam ritual ini, seorang nenek dengan kipas menari mengitari replika biduk bebandung, rumah Kayan, dan perlengkapan lainnya. Pada beberapa kesempatan, sang nenek memasukkan lilin menyala ke dalam mulut seperti merokok, yang dipercaya dapat dilakukan karena ada roh yang masuk ke dalam tubuhnya.

Sesekali, sang nenek menyampaikan pesan-pesan leluhur agar perayaan Irau ke depannya lebih baik dan meriah. Akhir dari acara ini adalah menyampaikan perlengkapan yang berisi sesajen ke beberapa lokasi yang dipercaya sebagai tempat bersemayam roh-roh leluhur, seperti Gunung Putih, Sungai Belugau, dan tempat lainnya.

 

5. Upacara Adat Bepupur

Bepupur adalah bagian dari upacara adat perkawinan bagi calon pengantin suku Tidung sebelum akad nikah. Acara ini dilakukan pada malam hari di rumah calon pengantin pria atau wanita.

Leluhur masyarakat Tidung percaya bahwa segala sesuatu harus dimulai dengan kebaikan, termasuk pernikahan yang akan menyatukan dua orang seumur hidup. Pernikahan harus diawali dengan doa khusus. Untuk itu, leluhur menentukan bepupur sebagai cara yang baik untuk mendoakan kedua pasangan.

Pupur dingin yang dibuat oleh keluarga dioleskan pada tubuh dan wajah calon pengantin oleh para tetua, baik lelaki maupun wanita. Prosesi bepupur diiringi dengan kesenian hadrah dan japing.

Tujuan dari bepupur adalah membersihkan diri untuk mempersiapkan kedua mempelai menuju kehidupan rumah tangga agar menjadi keluarga yang sakinah. Bepupur mencerminkan kebersihan jiwa dan pikiran positif.

Pupur dianggap baik karena bersih dan terbuat dari bahan alami. Selain itu, bepupur berkaitan dengan syiar agama Islam yang disampaikan melalui budaya lokal tanpa bertentangan dengan ajaran agama. Ini juga menjadi cara untuk menyampaikan informasi pernikahan kedua calon mempelai.

Baca juga: Rumah Betang: Arsitektur Komunal Unik dari Kalimantan

Kalimantan Utara menawarkan keindahan budaya dan tradisi yang kaya serta beragam. Menelusuri berbagai upacara adat dan kehidupan sehari-hari masyarakat adat di provinsi ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai yang mereka junjung tinggi.

Dengan menjaga dan melestarikan warisan budaya ini, Kalimantan Utara tidak hanya melindungi identitasnya, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi kekayaan budaya Indonesia.

Exit mobile version