JNEWS – Wae Rebo terletak di Desa Satar Lenda, bagian dari Kecamatan Satarmese Barat di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dusun ini lebih dikenal sebagai kampung adat dan telah menjadi tujuan wisata yang populer. Keunikan dari desa ini terletak pada pelestarian budaya dan tradisi lokal yang kental.
Pada tahun 2012, Wae Rebo mendapat pengakuan internasional ketika menerima Top Award of Excellence dari UNESCO. Penghargaan ini diberikan dalam rangka UNESCO Asia Pacific Heritage Awards, sebuah program yang menghargai upaya konservasi warisan budaya. Pengumuman penghargaan ini dilakukan di Bangkok pada tanggal 27 Agustus 2012, menegaskan pentingnya Wae Rebo dalam pelestarian budaya dan tradisi.
Kehidupan di Kampung Adat Wae Rebo
Menurut situs Master Plan Desa, Kampung Adat Wae Rebo adalah rumah bagi 44 keluarga yang bergantung pada pertanian sebagai sumber penghasilan utama. Masyarakat desa ini menanam berbagai tanaman seperti kopi, cengkih, dan berbagai jenis umbi-umbian.
Perempuan di Wae Rebo memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, tetapi juga ikut serta dalam kegiatan pertanian dan menenun, yang merupakan bagian penting dari warisan budaya mereka.
Mata air alami dari pegunungan menjadi sumber air bersih yang vital bagi warga kampung. Air ini tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari dan pertanian, tetapi juga memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat. Salah satu upacara tersebut adalah Upacara Adat Penti, di mana air dianggap sebagai simbol kehidupan dan kelangsungan keturunan yang berkelanjutan.
Desa ini belum terjangkau oleh jaringan listrik modern, sehingga penduduknya masih mengandalkan lampu tradisional untuk penerangan malam hari. Meskipun terbatas, akses telekomunikasi sudah tersedia, tetapi hanya melalui satu operator dan hanya bisa diakses di lokasi-lokasi tertentu dalam desa.
Baca juga: 10 Desa Terindah di Dunia dengan Pemandangan Memesona
Rumah Adat Wae Rebo yang Unik
Di Wae Rebo, rumah adat yang disebut Mbaru Niang berdiri sebagai pusat kehidupan budaya. Terdapat tujuh rumah Mbaru Niang yang dibangun secara melingkar mengelilingi sebuah batu yang juga berbentuk lingkaran, dikenal sebagai compang.
Compang ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat desa tetapi juga sebagai tempat berkumpulnya warga untuk berbagai aktivitas yang mendekatkan mereka dengan alam, leluhur, dan spiritualitas. Filosofi arsitektur dari Mbaru Niang ini mencerminkan keharmonisan antara manusia dan alam serta memperkuat ikatan sosial di antara anggota suku Manggarai.
Setiap Mbaru Niang dihuni oleh 6 hingga 8 keluarga, dan terdiri dari lima lantai yang masing-masing memiliki fungsi tertentu. Lantai pertama, atau Lutur, adalah ruang utama untuk kegiatan sehari-hari, termasuk ruang keluarga, kamar tidur, dan dapur yang terletak di bagian tengah. Lantai kedua, Lobo, digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari.
Lantai ketiga, Lentar, berfungsi sebagai gudang benih untuk pertanian. Lantai keempat, Lempa Rea, merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan dalam situasi darurat seperti gagal panen. Terakhir, lantai kelima, Hekang Kode, digunakan untuk upacara dan sesajian bagi leluhur.
Desain dan fungsi Mbaru Niang yang masih mempertahankan bentuk asli dari zaman nenek moyang suku Manggarai menunjukkan komitmen kuat terhadap pelestarian budaya. Struktur rumah panggung ini sangat cocok dengan lingkungan alami di sekitar Desa Wae Rebo, yang terletak di area yang aman dari gempa dan serangan hewan buas.
Lokasi ini memberikan keamanan tambahan dan memungkinkan penduduk untuk hidup berdampingan dengan alam sekitarnya.
Tradisi Masyarakat yang Masih Dilakukan hingga Kini
Kampung Adat Wae Rebo di Flores memiliki kebudayaan yang unik, yang terintegrasi sempurna dengan adat istiadat setempat.
Salah satu pilar penting dari kebudayaan mereka adalah Upacara Adat Penti. Upacara ini merupakan upacara tahunan yang diadakan sebagai bentuk penghormatan dan ucapan syukur kepada Tuhan serta roh nenek moyang. Masyarakat Manggarai mengadakan upacara ini untuk merayakan berkat yang telah mereka terima selama setahun, menjadikannya momen penting dalam kalender komunal mereka.
Selain itu, juga ada Rangku Alu, sebuah tarian tradisional dengan empat penari yang menggunakan empat tongkat bambu. Dalam tarian ini, tongkat-tongkat bambu disusun dan digerakkan untuk membentuk palang, sementara penari lainnya harus melewati celah-celah yang terbentuk tanpa terjepit. Tarian ini tidak hanya menghibur tetapi juga memperkuat koordinasi dan kekompakan di antara anggota komunitas.
Tarian Caci merupakan bentuk budaya lain yang juga bisa ditemukan di sini. Tarian ini adalah bentuk permainan perang yang menonjolkan keberanian dan keterampilan para penari. Tarian Caci sering menjadi suguhan dalam festival budaya.
Kerajinan tangan juga memainkan peran vital dalam kehidupan ekonomi dan budaya Wae Rebo. Salah satu contohnya adalah tenun Manggarai, yang dikenal dengan motif mirip bunga dan warna-warna cerah. Selain itu, Desa Wae Rebo juga terkenal dengan produksi kopi dan madu hutan. Pengunjung sering kali dibuat terkesan dengan cita rasa kopi Flores yang khas dan madu hutan yang murni selama kunjungan mereka.
Baca juga: Wisata Budaya di Nusa Tenggara Barat: Mengunjungi 5 Desa Adat yang Masih Asli
Cara Menuju Kampung Adat Wae Rebo
Beberapa tahun lalu, mencapai Kampung Adat Wae Rebo di pegunungan Flores adalah sebuah perjalanan yang memakan waktu dan tenaga. Pengunjung harus menghabiskan antara 8 hingga 13 jam dalam perjalanan darat, melewati rute dari Labuan Bajo, melintasi Ruteng dan Denge, sebelum akhirnya sampai di Wae Rebo.
Namun, berkat peningkatan infrastruktur yang signifikan, waktu perjalanan kini telah berkurang secara drastis. Saat ini, rute yang lebih efisien dari Labuan Bajo langsung ke Denge dan kemudian ke Wae Rebo hanya memerlukan waktu sekitar 4 hingga 6 jam perjalanan darat.
Perbaikan aksesibilitas ini telah membuka pintu bagi jumlah pengunjung atau wisatawan yang lebih besar untuk mengunjungi dan menjelajahi keunikan serta keindahan budaya Kampung Adat Wae Rebo.
Kampung Adat Wae Rebo menawarkan pengalaman yang tak terlupakan dengan pesona budayanya dan pemandangan alam yang menakjubkan. Pengunjung memiliki kesempatan langka untuk menyaksikan cara hidup tradisional yang terjaga sepanjang waktu, berkat upaya pelestarian yang konsisten.
Sebagai destinasi yang memesona, Wae Rebo tetap menjadi simbol harmoni antara manusia dan alam serta komitmen untuk melestarikan warisan budaya yang berharga.