JNEWS – Musim kemarau biasanya identik dengan cuaca panas dan langit cerah nyaris setiap hari. Tapi beberapa pekan belakangan, banyak orang dibuat bingung karena hujan justru masih sering turun meski katanya sudah masuk kemarau. Kondisi ini dikenal dengan sebutan kemarau basah. Fenomena cuaca yang satu ini bikin banyak rencana berantakan, dari yang mau jemur pakaian sampai petani yang sudah bersiap tanam.
Pagi bisa panas terik, tapi siangnya hujan deras. Atau sebaliknya, hujan turun semalaman padahal siangnya kering kerontang. Semua terasa tidak menentu. Di beberapa tempat, hujan bahkan lebih sering datang di bulan-bulan yang biasanya justru kering. Tidak heran kalau banyak orang mulai bertanya-tanya, ini sebenarnya musim apa.
Apa Itu Kemarau Basah?
Secara sederhana, kemarau basah adalah kondisi ketika hujan masih terus turun di tengah musim kemarau. Dalam iklim normal Indonesia yang hanya punya dua musim, ini jelas bikin bingung. Seharusnya, musim kemarau identik dengan panas, kering, dan langit cerah hampir setiap hari. Tapi dalam kemarau basah, yang terjadi justru sebaliknya—hujan datang berkali-kali, bahkan sampai menyebabkan genangan.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau basah adalah anomali cuaca, yakni ketika curah hujan selama musim kemarau melebihi ambang normalnya. Dalam standar klimatologi, kemarau disebut basah bila curah hujannya lebih dari 50 mm per dasarian (10 hari) selama dua dasarian berturut-turut. Artinya, hujan yang mestinya jarang malah datang rutin, bahkan setiap minggu.
BMKG baru-baru ini menyebut bahwa sebagian wilayah Indonesia sedang mengalami kemarau basah. Fenomena ini diprediksi bakal berlangsung sampai Agustus 2025. Setelah itu, cuaca bakal masuk masa transisi atau pancaroba sekitar September sampai November. Musim hujan sendiri diperkirakan baru akan benar-benar dimulai pada Desember 2025 hingga awal 2026.
Kalau dilihat dari data BMKG, ada 403 Zona Musim atau sekitar 57% wilayah yang mulai masuk kemarau pada periode April sampai Juni. Beberapa daerah seperti Nusa Tenggara bahkan mengalami kemarau lebih awal dari lainnya. Secara umum, awal kemarau tahun ini dianggap normal, meski di banyak tempat terbilang agak terlambat. Totalnya ada 409 zona yang mengalami kondisi ini.
Fenomena ini juga pernah terjadi di tahun 2020 dan 2022. Saat itu, banyak petani mengeluhkan gagal panen karena lahan pertanian tergenang air. Padahal, mereka mengandalkan musim kering untuk menanam tanaman tertentu seperti padi gogo dan tembakau.
Hal penting yang perlu dipahami adalah kemarau basah bukan berarti musim hujan pindah bulan. Musim hujan dan kemarau tetap ada secara sistem, tapi intensitas hujan di musim kemarau jadi lebih tinggi dari normal.
Polanya pun tidak serutin musim hujan. Dalam musim hujan, hujan biasanya turun hampir tiap hari dan merata di banyak wilayah. Sedangkan kemarau basah cenderung sporadis—hujan bisa datang deras dalam waktu singkat, lalu cuaca kembali panas keesokan harinya. Atau sebaliknya, panas menyengat selama beberapa hari, lalu hujan tiba-tiba turun di malam hari.
Fenomena kemarau basah ini juga membuat prakiraan cuaca jadi lebih sulit diprediksi. Hal ini dapat menyulitkan banyak sektor, dari pertanian sampai logistik.
Baca juga: Itinerary Bandung di Musim Hujan: Tempat Wisata Indoor yang Seru
Penyebab Kemarau Basah
Kemarau basah tentu bukan hal yang muncul begitu saja tanpa sebab. Ada banyak faktor yang bisa memicu kondisi ini. Apa saja?
1. Gangguan Pola Angin Muson
Indonesia sangat bergantung pada pola angin muson untuk pergantian musim. Biasanya, saat musim kemarau, angin timur dari Australia membawa udara kering ke Indonesia.
Nah, kalau pola angin ini terganggu, uap air dari Samudra Pasifik bisa masuk dan memicu hujan. Gangguannya bisa karena tekanan udara yang berubah atau pemanasan laut di wilayah tertentu. Akibatnya, hujan tetap turun di waktu yang seharusnya kering.
2. Dampak La Nina
La Nina adalah fenomena pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Efeknya, udara jadi lebih lembap dan awan hujan makin mudah terbentuk. Kalau La Nina terjadi di musim kemarau, hujan bisa terus turun meski seharusnya kering.
Di Indonesia, La Nina sering bikin musim kemarau jadi basah. Beberapa kali, seperti tahun 2020 dan 2022, kemarau basah yang terjadi dikaitkan langsung dengan pengaruh La Nina.
3. Perubahan Iklim dan Pemanasan Global
Perubahan iklim bikin musim jadi makin sulit diprediksi. Suhu bumi yang terus naik mengganggu keseimbangan pola cuaca global. Hal ini akhirnya memengaruhi curah hujan, arah angin, dan musim tanam.
Kadang hujan datang lebih lama, kadang malah terlalu cepat berhenti. Kondisi ini bisa memperbesar peluang terjadinya kemarau basah di wilayah tropis seperti Indonesia.
4. Aktivitas Lokal (Urbanisasi dan Mikroklimat)
Pembangunan besar-besaran di kota-kota besar juga punya pengaruh terhadap kemarau basah. Tanah yang semula bisa menyerap air digantikan oleh beton dan aspal. Permukaan keras ini menyerap panas di siang hari, lalu melepaskannya perlahan saat malam.
Akibatnya, suhu di kota terus tinggi bahkan setelah matahari terbenam. Hal ini dikenal dengan istilah urban heat island.
Fenomena ini terjadi ketika wilayah kota terasa jauh lebih panas dibanding daerah pedesaan di sekitarnya. Kurangnya pepohonan, banyaknya kendaraan, mesin, dan gedung-gedung tinggi ikut memperkuat panas ini. Uap air pun naik lebih cepat, lalu terbentuk awan hujan lokal.
Akibatnya, hujan bisa tetap turun meski kalender menunjukkan musim kemarau. Mikroklimat kota berubah, dan pola cuaca jadi sulit ditebak.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Menghadapi kemarau basah tentu butuh penyesuaian. Cuaca yang sulit ditebak bikin aktivitas sehari-hari jadi rawan terganggu. Ada banyak hal sederhana yang bisa dilakukan agar tetap nyaman dan aman menjalani hari-hari di tengah cuaca tak menentu seperti ini.
1. Siapkan Jas Hujan dan Payung Selalu
Cuaca di musim kemarau basah sering menipu. Pagi bisa cerah, tapi siang atau sore tiba-tiba diguyur hujan deras. Kalau tidak siap, aktivitas bisa terganggu dan badan bisa sakit karena kehujanan.
Simpan jas hujan atau payung di tempat yang gampang dijangkau, seperti di tas kerja, motor, atau mobil. Ini cara paling simpel untuk tetap aman dan nyaman saat cuaca berubah cepat.
2. Cek Saluran Air Secara Berkala
Curah hujan yang tinggi di luar musim bisa menyebabkan genangan atau banjir lokal. Terutama kalau saluran air di sekitar rumah tersumbat oleh sampah atau lumpur.
Luangkan waktu seminggu sekali untuk bersihkan talang, got, dan selokan. Air yang mengalir lancar akan mengurangi risiko banjir, terutama di daerah padat penduduk. Ini langkah pencegahan yang sering disepelekan, padahal penting.
3. Hemat Air Tetap Penting
Meski hujan sering turun, bukan berarti air bersih akan selalu tersedia. Hujan di musim kemarau biasanya tidak merata—ada daerah yang tetap kering. Air tanah juga butuh waktu untuk menyerap air hujan dan naik volumenya.
Jadi, tetap penting menghemat air untuk kebutuhan harian. Gunakan air seperlunya dan manfaatkan air hujan kalau memungkinkan, misalnya untuk menyiram tanaman atau mencuci kendaraan.
4. Perhatikan Risiko Kesehatan
Musim lembap seperti ini bisa jadi ladang tumbuhnya bakteri dan virus. Tubuh jadi lebih rentan kena flu, batuk, hingga infeksi kulit. Kalau baju atau sepatu basah, segera ganti agar tidak memicu penyakit.
Jaga kebersihan rumah, hindari genangan air yang bisa jadi sarang nyamuk. Minum cukup air, makan bergizi, dan istirahat cukup juga penting biar daya tahan tubuh tetap kuat.
5. Ikuti Update Cuaca dari Sumber Resmi
Cuaca di musim kemarau basah sulit ditebak hanya dengan melihat langit. Bisa terlihat terang, tapi hujan datang tiba-tiba karena perubahan angin atau suhu.
Cek prakiraan cuaca dari BMKG atau aplikasi cuaca di ponsel sebelum beraktivitas. Ini membantu menghindari kejadian seperti motor mogok kehujanan atau jadwal kerja yang berantakan. Informasi cuaca yang akurat bisa jadi alat bantu penting sehari-hari.
Baca juga: Jas Hujan yang Bagus untuk Anak-anak yang Menggemaskan
Kemarau basah memang bikin bingung karena di saat seharusnya kering, hujan justru tetap turun. Tapi dengan memahami penyebabnya dan tahu cara menyikapinya, kita bisa lebih siap menghadapi perubahan cuaca yang tak menentu. Musim mungkin berubah, tapi kesiapan kita tetap bisa dijaga.