JNEWS – “Tanah itu terhampar cukup luas, masih berupa sawah dan rawa-rawa. Saya dan adik-adik, sering diajak main ke sini. Saya senang karena di Jakarta masih melihat hamparan padi, palawija, rerimbunan pohon besar-besar dan juga banyak hewan peliharaan Bapak. Ada rusa, kerbau, kuda, kambing, burung merpati dan juga ikan. Bahkan saya pun dinikahkan di tempat ini yang dulu awalnya dibangun musala kecil…”
Itulah sepenggal kenangan yang masih terngiang jelas di benak Ahmad Yuniarto, putra sulung (alm) H. Soeprapto Soeparno saat melakukan peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan ulang atau renovasi total Masjid Jami Soeprapto Soeparno di Kampung Makassar, Jakarta Timur.
Berawal pada tahun 1979 dari musala kecil berukuran 4×5 m2 di atas tanah pesawahan. Dari sinilah (alm) H. Soeprapto Soeparno sering menjadi imam salat untuk beberapa jamaahnya. Kegiatan mengumpulkan anak yatim untuk diberi santunan pun dimulai. ‘Jalur langit’ yang ditempuhnya tersebut membawa rezeki untuk berkembang pesatnya bisnis TIKI yang sudah didirikan sebelumnya dan kemudian menyusul mendirikan JNE pada tahun 1990.
Pembangunan kembali Masjid Jami Soeprapto Soeparno yang ikonik dan bisa menampung lebih dari 2000 jamaah sudah dimulai, yakni tepatnya pada Sabtu (5/7/2025) lalu dengan ditandai peletakan batu pertama oleh istri almarhum, Hj. Nuraini Soeprapto.

Namun siapa sangka masjid tersebut pada awalnya hanya mushala kecil dan diyakini oleh keluarga besar H. Soeprapto sebagai pijakan awal dari kesuksesan dalam perusahaan yang dimiliki keluarga, yakni TIKI dan JNE. Diungkapkan oleh putra pertamanya yakni Ahmad Yuniarto, bahwa masjid yang berada di kawasan Kampung Makasar, Jakarta Timur tersebut merupakan masjid pertama yang dibangun oleh ayahnya. Saat ini setidaknya sudah 3 masjid yang dibangun oleh keluarga H. Soeprapto.
Baca juga: Ziarah Seribu Doa: Sepuluh Tahun Mewarisi Semangat H. Soeprapto Soeparno
“Sekitar tahun 1975-1976 Bapak membeli tanah. Pada awalnya dekat jalan tol Jagorawi dan kemudian membeli juga di sini. Kondisi tanahnya masih pesawahan dan rawa-rawa. Kami waktu itu masih kecil-kecil dan sering diajak Bapak ke sini,” kenang Ahmad Yuniarto, mengawali kisahnya saat ditemui JNEWS.
Karena sering datang ke tanah yang baru dibelinya dan butuh tempat untuk beribadah, maka pada tahun 1979 H. Soeprapto akhirnya mendirikan musala kecil berukuran 4×5 m2, karena di kawasan tersebut belum ada tempat ibadah yang memadai. “Ternyata begitu musala berdiri, jamaah warga sekitar yang ikut shalat cukup banyak,” ujar Yuniarto.
Seiring berjalannya waktu, karena kesukaan H. Soeprapto akan hewan peliharaan maka di tanah tersebut didirikan kandang kerbau dan kambing hingga burung merpati yang dikuti hewan lainnya seperti rusa dan juga yang lainnya. “Sebagian hewan-hewan itu pemberian dari pihak lain yang kenal baik dengan Bapak. Tidak itu saja Bapak juga pelihara ikan, membuat kolam ikan dan juga punya banyak aquarium,” tambahnya.
Karena musala sederhana tersebut tidak mampu menampung jamaah yang semakin banyak, maka kemudian didirikan masjid yang dibangun secara bertahap. “Masjid diberi nama Masjid Soeprapto Soeparno. Masjid ini memberi banyak kenangan. Saya bahkan dinikahkan di sini. Saya menyakini rejeki mengalir dari sini melalui perusahaan TIKI, sehingga kemudian lahirlah JNE pada 26 November 1990,” kenang Yuniarto. (Bersambung).