JNEWS – Bergabung di JNE ketika JNE baru berusia 1 tahun atau tepatnya pada tahun 1991, Taklani menjadi salah seorang Ksatria yang menjadi saksi sejarah perkembangan dan kesuksesan JNE. Kala bergabung, karyawan JNE saat itu baru 10 orang.
Kalender menunjuk tahun 1988. Seorang anak muda bernama Taklani, menatap Ibu Kota seperti kebanyakan perantau lainnya dari kampung halamannya di Tegal, Jawa Tengah. Dengan modal seadanya kala itu ia nekat datang untuk mengadu nasib di Jakarta. Setelah sempat luntang lantung dan kerja serabutan, akhirnya pada tahun 1991 ia diterima kerja di JNE. Taklani pun senang dan bertekad untuk bekerja sebaik-baiknya.
“Saya masih ingat, waktu itu kantor JNE masih di Gedung Gelael, Jalan S. Parman. Saya melamar sebagai sopir di mana hari itu juga disuruh langsung bekerja. Kaget bercampur senang, baru antar lamaran hari itu juga sudah disuruh kerja. Meski sebagai sopir, saya juga ikut membantu mengerjakan semuanya, karena karyawan baru ada 10 orang,” kenang Taklani saat ditemui JNEWS, di lokasi kerjanya saat ini JNE Hub Timur, Jakarta Timur, Selasa (2/9/2025).
Diungkapkan ayah 3 anak ini, pada periode awal berdiri kiriman yang ditangani JNE didominasi barang-barang ekspor dan impor. Hal itu memang karena JNE awalnya fokus pada kerja sama dengan perusahaan logistik dari luar negeri.
“Waktu itu pembayarannya sistem COD. Jadi sebenarnya sistem COD bukan baru sekarang ada, tetapi sejak JNE mulai berdiri juga sudah ada. Namun kalau dulu secara manual dengan membawa resi. Jadi begitu barang diserahkan ke customer sekaligus dengan resi penagihan dan dibayar cash,” jelas pria yang hobi jogging ini.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1995 ketika JNE menjalin kerja sama dengan perusahaan logistik internasional UPS terjadi peningkatan kiriman barang secara signifikan. Termasuk untuk jenis paket-paket kecil, sehingga JNE pun mulai merekrut banyak karyawan.
“Sistem kerja penuh kekeluargaan dan gotong royong. Semuanya kerja keras baik karyawan maupun pimpinan. Semuanya mengangkat barang bila banyak barang yang datang. Saya merasa lega dan senang karena dari waktu ke waktu kiriman JNE semakin banyak saja, alamat perusahaan akan terus maju berkembang,” bebernya.
Mengingat kantor yang sekaligus gudang tidak bisa lagi menampung kiriman yang semakin banyak, kemudian JNE pindah ke JNE Tomang 3. Di lokasi tersebut JNE seakan menemukan hokinya karena barang kiriman terus meningkat pesat, bahkan mulai membuka agen di berbagai tempat.
“Ditambah saat itu kan lagi booming-nya warung telekomunikasi (Wartel). Banyak pemilik wartel yang juga jadi agen JNE. Lagi-lagi kiriman semakin banyak dan karyawan pun terus direkrut. Semuanya bekerja keras karena mempunyai visi yang sama yakni JNE ingin terus maju,” jelas Taklani.
Baca juga: Antar Paket Di Sela-sela Bau Gas Air Mata, Cerita Kurir JNE di Sekitar Kwitang
Di tengah kiriman yang semakin meningkat, pada tahun 1998 terjadi peristiwa reformasi yang diikuti krisis moneter (krismon). Namun, JNE tetap kuat menghadapi kondisi tersebut, padahal kala itu banyak perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK karyawannya.
“Alhamdulillah, mungkin waktu itu karena semuanya kerja keras dengan sistim kekeluargaan yang kuat ditambah lagi pendiri JNE (Alm) Pak H. Soeprapto yang selalu dekat dengan anak yatim, JNE berhasil melaluinya,” jelasnya.
Mengingat bergabung di JNE sejak awal dan bagaimana kerja keras para karyawan perintis saat itu agar JNE bisa berjaya, Taklani berpesan agar seluruh keluarga besar JNE saat ini yang jumlahnya sudah puluhan ribu di seluruh Indonesia, bisa mempertahankan kejayaan JNE.
“Saya akan pensiun tahun depan. Saya bangga bisa menyaksikan bagaimana perjuangan panjang JNE menggapai kesuksesan sampai detik ini. Semoga JNE akan tetap jaya dan memberikan manfaat kepada masyarakat luas,” pungkas Taklani dengan nada haru. *