Menelusuri Jejak Kebesaran Kerajaan Sriwijaya: Kisah, Artefak, dan Situs Bersejarah

JNEWS – Indonesia memiliki sejarah panjang dengan beragam kerajaan yang berdiri dengan latar belakang agama yang berbeda. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya, yang merupakan kerajaan Buddha yang diperkirakan berdiri pada abad ketujuh.

Kerajaan ini didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayasana dan pusat pemerintahannya berada di sekitar Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan.

Selama masa kekuasaannya, Kerajaan Sriwijaya memberikan pengaruh yang signifikan di Nusantara. Banyak peninggalan dari kerajaan ini, seperti candi dan prasasti, yang menjadi bukti keberadaannya dan perannya di masa lalu.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Menelusuri Kerajaan Sriwijaya

Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari “Sri” berarti cahaya dan “Wijaya” berarti kemenangan, yang secara keseluruhan dapat diartikan sebagai kemenangan yang gemilang. Kerajaan Sriwijaya, yang didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayansa pada abad ketujuh, merupakan negara maritim yang berpengaruh besar di nusantara.

Pada masa kejayaannya, kerajaan ini menguasai perdagangan di Selat Malaka dan wilayah yang mencakup Thailand Selatan, Kamboja, Sumatra, Semenanjung Malaya, dan sebagian Jawa.

Kerajaan ini terkenal dalam bidang politik, maritim, dan ekonomi berdasarkan catatan sejarah Tiongkok dan prasasti batu di Asia Tenggara. Sejarah Arab juga mencatat keberadaan Sriwijaya, yang dikenal sebagai Sribuza. Al Masudi, seorang musafir dan sejarawan Arab pada tahun 955 M, menggambarkan kerajaan ini sebagai entitas besar dan kaya dengan tentara yang banyak dan kapal yang membutuhkan dua tahun untuk mengelilingi semua pulau kerajaan.

Produk utama Sriwijaya termasuk kapur barus, kayu gaharu, cengkih, kayu cendana, pala, kapulaga, dan gambir. Bidang pertanian juga maju, seperti yang dicatat oleh Abu Zaid Hasan, ahli dari Persia yang mendapat informasi dari pedagang Arab, Sujaimana. Menurut Abu Zaid, tanah di Kerajaan Zabaj (Sriwijaya atau Jawa) subur dan berpengaruh luas.

Kedatuan Sriwijaya berperan sebagai kerajaan maritim yang mengandalkan armada lautnya untuk mengontrol alur pelayaran, mengumpulkan pajak, dan menjaga kedaulatannya. Balaputradewa adalah tokoh penting dalam sejarah wangsa Sailendra. Konon, Balaputradewa berasal dari Jawa Tengah. Namun berbagai interpretasi sejarah menyatakan bahwa ia berkuasa di Palembang dan menjadi Maharaja Sriwijaya sebagai pewaris sah wangsa Sailendra berdasarkan Prasasti Nalanda tahun 860.

Baca juga: Candi-Candi di Indonesia yang Belum Banyak Dikenal dan Sejarahnya

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Masih Bisa Dikunjungi hingga Saat Ini

Jejak-jejak kejayaan Kerajaan Sriwijaya masih bisa dilihat dari beberapa peninggalannya yang masih bisa dikunjungi hingga saat ini. Berikut beberapa di antaranya.

1. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di Sungai Batang, Kedukan Bukit, Palembang, adalah salah satu peninggalan bersejarah Sriwijaya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan menyebut prasasti ini merupakan “akta” kelahiran Kerajaan Sriwijaya.

Dibuat sekitar tahun 686 M, prasasti ini ditulis dalam huruf Pallawa menggunakan bahasa Sansekerta. Isinya mencatat kemenangan Kerajaan Sriwijaya dan sedikit cerita tentang Dapunta Hyang.

Prasasti asli terletak di gedung A lantai 1 Museum Nasional Jakarta, dengan nomor D-146, berdampingan dengan Prasasti Telaga Batu. Replika prasasti ini dapat ditemukan di beberapa museum di Palembang, termasuk Museum Sriwijaya TWKS dan Museum Negeri Balaputeradewa.

2. Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu adalah bukti lain dari kebesaran Kerajaan Sriwijaya, yang ditemukan di Kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur, Palembang. Prasasti ini mencakup kutukan terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan atau yang tidak mengikuti perintah raja di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Saat ini, prasasti tersebut berada di Museum Nasional di Jakarta dengan nomor koleksi D.155.

3. Candi Muara Takus

Candi Muara Takus adalah salah satu peninggalan terkenal dari Kerajaan Sriwijaya yang terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Riau. Candi ini masih terawat baik dan menampilkan arsitektur Buddha dengan stupa-stupa di atapnya.

Di area sekitar candi utama, terdapat beberapa candi kecil seperti Candi Sulung, Candi Bungus, Stupa Palangka, dan Stupa Mahligai. Meskipun dominan ciri Buddha, Candi Muara Takus juga menunjukkan elemen Hindu, menandakan perpaduan budaya Hindu-Buddha.

4. Candi Muaro Jambi

Candi Muaro Jambi adalah salah satu kompleks candi terluas di Asia Tenggara dan merupakan peninggalan bersejarah yang menggabungkan unsur Hindu-Buddha. Terletak di Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Jambi, kompleks ini menempati area seluas 3981 hektare.

Berbeda dengan banyak candi di Jawa yang umumnya menggunakan batu, Candi Muaro Jambi dibangun dengan bata merah. Diperkirakan pembangunan candi ini berlangsung dari abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi dan kondisinya masih terjaga hingga saat ini.

Dulunya, Candi Muaro Jambi berfungsi sebagai pusat peribadatan dan pembelajaran agama Buddha. Kompleks ini memiliki 11 candi utama dan sekitar 82 reruntuhan yang masih terpendam di bawah tanah. Selain itu, di kawasan situs ini terdapat bekas kolam-kolam kuno, danau, dan parit buatan yang terhubung dengan Sungai Batanghari, menambah nilai historis dan keunikan dari candi ini.

5. Situs Bingin Jungut

Situs Bingin Jungut, yang terletak di Desa Bingin Jungut, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, menunjukkan bukti dari masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Di situs ini, ditemukan arca Awalokiteswara dan arca Buddha yang belum selesai dikerjakan. Kedua arca tersebut saat ini disimpan di Museum Nasional dan Museum Balaputradewa di Palembang.

6. Situs Tingkip

Situs Tingkip terletak di Desa Tingkip, Kecamatan Surulangun, Musi Rawas, Sumatera Selatan, merupakan situs candi yang kaya sejarah. Di situs ini, arca Buddha setinggi 172 cm telah ditemukan bersama dengan reruntuhan bangunan bata. Arca ini merupakan bagian dari kelompok arca pre-Angkor yang berkembang antara abad ke-6 dan ke-7 Masehi, serupa dengan gaya Dwarawai yang populer di Thailand dari abad ke-6 hingga ke-9 Masehi.

Baca juga: Candi Cetho: Sejarah, Misteri, Makna, dan Panduan Wisata

Kerajaan Sriwijaya, dengan segala peninggalan yang masih tersimpan baik di Jakarta, Palembang, dan wilayah sekitarnya, menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu yang begitu luas pengaruhnya.

Penemuan-penemuan ini tidak hanya mengukuhkan posisi Sriwijaya sebagai penguasa lautan tapi juga sebagai pusat keagamaan yang penting di Asia Tenggara. Semua peninggalan ini mengajak kita untuk terus mengeksplorasi dan memahami lebih dalam lagi kebesaran sejarah yang pernah terukir di Nusantara.

Exit mobile version