JNEWS – Keraton Kadriah adalah salah satu peninggalan bersejarah yang menjadi saksi lahirnya Kota Pontianak. Berdiri megah di tepi Sungai Kapuas, keraton ini menyimpan kisah panjang tentang berdirinya Kesultanan Pontianak dan perjalanan para sultan yang pernah memimpinnya.
Sejarah Keraton Kadriah Pontianak
Keraton Kadriah berdiri pada tahun 1771. Pendirinya adalah Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, putra dari Habib Husein Alkadrie, seorang ulama asal Arab yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di wilayah tersebut. Dari tangan beliau, Islam mulai berkembang di Pontianak dan membawa pengaruh besar pada masyarakat setempat, baik dari segi budaya maupun pemerintahan.
Kisah berdirinya istana ini berawal setelah wafatnya Habib Husein Alkadrie. Anak-anak beliau bersama para pengikutnya lantas berangkat mencari tempat tinggal baru. Mereka menyusuri sungai menggunakan perahu, mengikuti aliran air yang tenang sambil berdoa agar menemukan tanah yang cocok untuk menetap.
Setelah melalui perjalanan panjang di Sungai Kapuas Kecil, mereka akhirnya tiba di pertemuan antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di tempat inilah mereka merasa mendapat petunjuk. Tanahnya subur, udaranya sejuk, dan letaknya strategis karena berada di pertemuan dua sungai besar.
Di lokasi itu, mereka mulai menebang pohon untuk dijadikan bahan bangunan. Dari kayu-kayu itulah berdiri bangunan pertama Keraton Kadriah dan Masjid Djami.
Tak lama setelah pembangunan selesai, Syarif Abdurrahman Alkadrie diangkat menjadi Sultan pertama Pontianak. Gelarnya adalah Sultan Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie, dan dari sinilah sejarah Kesultanan Pontianak dimulai.
Selama hampir dua abad berdiri, Kesultanan Kadriah dipimpin oleh delapan sultan yang silih berganti. Perjalanan Keraton Kadriah berakhir pada tahun 1950 ketika wilayah Pontianak resmi bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sultan terakhir yang memimpin adalah Sultan Syarif Hamid II Alkadrie, atau lebih dikenal sebagai Sultan Hamid II. Beliau memimpin pada masa transisi, tepat setelah Indonesia merdeka. Selain dikenal sebagai tokoh kerajaan, Sultan Hamid II juga punya peran besar dalam sejarah bangsa. Dialah perancang lambang negara Indonesia, Burung Garuda yang berkalung perisai Pancasila. Karya itu menjadi simbol persatuan dan kebanggaan seluruh rakyat Indonesia, sekaligus menjadi bukti bahwa peran Kesultanan Pontianak tidak berhenti hanya di wilayahnya sendiri, tapi juga tercatat dalam sejarah nasional.
Baca juga: 8 Tempat Wisata di Pontianak yang Paling Populer dan Seru
Pesona Keraton Kadriah
Keraton Kadriah bukan hanya penting karena nilai sejarahnya, tapi juga karena daya tarik arsitektur dan peninggalan yang masih bisa disaksikan sampai sekarang. Saat melangkah ke dalam kompleksnya, pengunjung bukan hanya melihat bangunan tua, tapi juga menyusuri jejak sejarah panjang yang menjadi awal berdirinya Pontianak.
1. Bangunan Rumah Panggung
Salah satu hal paling menarik dari Keraton Kadriah adalah bentuk bangunannya yang khas. Berdiri di atas tiang-tiang kayu, istana ini mengusung gaya rumah panggung Melayu yang megah tapi sederhana. Gaya ini tidak hanya estetik, tapi juga fungsional. Rumah panggung membantu menghindari banjir karena lokasinya berada di tepi sungai, sekaligus memperlancar sirkulasi udara di dalam ruangan.
Awalnya, istana ini memiliki tiga bagian utama yang disebut balai. Balai Cermin digunakan untuk menerima tamu resmi, Balai Kisi-Kisi menjadi tempat tinggal kerabat sultan, dan Balai Sari diperuntukkan bagi putri-putri kerajaan. Namun, setelah bangunannya rusak dimakan waktu, istana dibangun kembali dalam ukuran yang lebih kecil tanpa menghilangkan bentuk aslinya.
Tata ruangnya terdiri dari teras depan, ruang singgasana, ruang belakang, dan beberapa ruang tambahan. Atapnya dibuat bertingkat tiga, menandakan kemegahan dan status penguasa.
Menariknya, pengaruh arsitektur Eropa terlihat jelas di bagian tengah atap serta ukiran pintu dan jendela yang lebar dengan kaca kristal berwarna. Di bagian dalam, nuansa Eropa semakin terasa lewat keramik, meja marmer, dan kursi berukir elegan.
Meski begitu, sentuhan budaya Timur Tengah juga sangat kuat. Bentuk tiang-tiang yang melengkung dan hiasan dinding berbentuk bulan dan bintang memperlihatkan pengaruh Islam yang kental. Perpaduan gaya ini membuat Keraton Kadriah tampak unik, memancarkan keanggunan khas Melayu tapi tetap terbuka pada pengaruh luar yang memperkaya tampilannya.
2. Peninggalan Bersejarah
Keraton Kadriah juga berfungsi layaknya museum kecil yang menyimpan banyak benda bersejarah. Begitu masuk, pengunjung akan menemukan deretan foto para Sultan Pontianak yang tersusun rapi di dinding. Ada juga simbol-simbol kesultanan, lampu hias kuno, keris pusaka, meja giok, kipas angin klasik, hingga singgasana yang pernah digunakan sultan. Semua benda ini menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu.
Salah satu benda yang paling menarik perhatian adalah cermin tua yang disebut cermin pecah seribu. Konon, cermin ini mampu menampilkan bayangan seribu wajah sekaligus. Banyak yang percaya ada nilai magis di baliknya, meski sebagian menganggapnya sekadar efek pantulan kaca tua.
Tak kalah istimewa, di dalam istana juga tersimpan Al-Qur’an 30 juz yang ditulis tangan langsung oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie. Karya ini menunjukkan betapa tinggi pengetahuan dan kecintaan sang sultan terhadap agama Islam.
Di bagian belakang istana, terdapat koleksi senjata tradisional, pakaian kerajaan, dan arca-arca peninggalan lama. Di luar bangunan utama, berdiri 13 meriam kuno buatan Portugis dan Prancis yang dulu digunakan untuk pertahanan. Di area lain, terdapat lancang kuning, perahu tradisional kebanggaan Kesultanan Pontianak yang menjadi simbol kejayaan maritim masa itu.

3. Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie
Tak jauh dari istana, sekitar 300 meter saja, berdiri Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie. Masjid ini dibangun bersamaan dengan pendirian istana, sebagai simbol bahwa pemerintahan dan agama berjalan beriringan.
Meskipun sudah berusia lebih dari dua abad, bangunannya masih berdiri kokoh. Letaknya yang berada di tepi sungai menambah keindahan suasana.
Panduan Berkunjung ke Keraton Kadriah
Keraton Kadriah kini terbuka untuk umum dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah paling populer di Kota Pontianak. Siapa pun bisa datang berkunjung, karena tempat ini tidak memungut tiket masuk alias gratis. Meski begitu, pengunjung tetap bisa memberi sumbangan seikhlasnya melalui kotak donasi yang disediakan di area istana.
Sebagai salah satu ikon kota, kawasan Keraton Kadriah sudah tertata dengan baik dan memiliki fasilitas yang lengkap. Di sekitar lokasi, pengunjung bisa menemukan berbagai pilihan tempat makan, mulai dari warung sederhana sampai restoran terapung yang menyajikan hidangan khas Pontianak.
Setelah berkeliling istana, pengunjung juga bisa mampir ke toko oleh-oleh atau kios cendera mata yang menjual berbagai barang khas Kalimantan Barat, seperti kain tenun, makanan ringan tradisional, dan miniatur istana. Bagi yang ingin merasakan suasana sungai khas Pontianak, tersedia juga penyewaan sampan dan speed boat untuk menyusuri Sungai Kapuas sambil menikmati pemandangan kota dari sisi yang berbeda.
Lokasi Keraton Kadriah berada di Jalan Tanjung Raya 1, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Letaknya tidak jauh dari pusat kota, sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Bagi yang ingin datang lewat jalur darat, bisa menggunakan mobil atau motor langsung ke area istana. Sementara bagi yang ingin pengalaman berbeda, jalur sungai bisa jadi pilihan menarik. Dari pelabuhan kecil di sekitar Sungai Kapuas, pengunjung bisa naik perahu kecil menuju istana sambil menikmati pemandangan rumah panggung di tepi sungai.
Baca juga: Istana Ternate: Jejak Kejayaan Kesultanan di Maluku Utara
Kombinasi antara nilai sejarah, suasana klasik, dan pemandangan sungai membuat Keraton Kadriah tidak hanya menjadi tempat wisata budaya, tapi juga ruang untuk beristirahat sejenak dari hiruk pikuk kota. Di sini, pengunjung bisa belajar, berfoto, atau sekadar menikmati ketenangan di halaman istana yang rindang.