Sektor transportasi logistik, khususnya angkutan laut pada kuartal III/2020 menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami pertumbuhan. Dalam catatan BPS, angkutan laut pada periode September memiliki volume sebesar 26,58 juta ton atau naik 3,86 persen m-to-m dan 3,52 persen y-on-y.
Pertumbuhan kinerja angkutan laut ini juga dipaparkan oleh analisis Supply Chain Indonesia (SCI). Menurut laporan SCI, terlihat bahwa pada periode Mei-September 2020 angkutan laut mengalami pertumbuhan sebesar 5,2 persen. Pertumbuhan tersebut dinilai menjadi indikasi awal pemulihan sektor transportasi dan logistik, di mana pada periode tiga bulan sebelumnya, yakni Maret-Mei 2020 angkutan laut turun 1,8 persen.
Selain kinerja angkutan laut yang tumbuh, SCI juga mencatat adanya kenaikan nilai ekspor dan impor Indonesia. Nilai ekspor pada September 2020 sebesar USD 14,01 miliar atau naik 6,97 persen dibanding Agustus 2020. Pada periode itu, impor sebesar USD 11,57 miliar atau naik 7,71 persen.
Baca Juga: Kualitas Pelabuhan di Indonesia Dinilai Masih Kurang Baik
Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi, menyatakan para pelaku usaha dan pemangku kepentingan di sektor maritim perlu meningkatkan efisiensi transportasi laut agar dapat berperan penting dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, berbicara mengenai efisiensi di sektor maritim ini erat kaitannya dengan pemahaman supply chain management (SCM) sektor itu sendiri.
“Efisiensi sektor maritim sangat dipengaruhi oleh pemahaman para pemangku kepentingan terhadap supply chain management [SCM] sektor itu. Pemahaman SCM itu harus komprehensif dan secara end-to-end karena efisiensi logistik tidak hanya dipengaruhi oleh proses kepelabuhanan maupun pelayaran,” ujar Setijadi dalam siaran pers.
Apabila mengacu analisis INSA dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni, lanjutnya, biaya kepelabuhanan sekitar 31 persen dan transportasi laut sekitar 19 persen dari keseluruhan biaya transportasi. Sedangkan, biaya transportasi di wilayah asal dan tujuan justru lebih besar, yaitu sekitar 50 persen.
Baca Juga: Model Bisnis Konvensional Jadi Tantangan Sektor Logistik
“Proses kepelabuhanan dan pelayaran harus melibatkan operator terminal, forwarder, port agent, liner agent, dan shipping company. Sementara proses di darat terutama melibatkan pengirim barang dan penerima barang, serta forwarder dan perusahaan transportasi,” jelasnya.
Maka dari itu, Setijadi berpendapat bahwa para pelaku usaha di sektor maritim harus memahami kompleksitas sektor maritim dan peran para pemangku kepentingan dalam sektor tersebut, termasuk sekitar 18 instansi/pihak dalam proses kepelabuhanan.
Sebagai bentuk dukungan terhadap kinerja angkutan laut, SCI akan menyelenggarakan Program e-Training dan e-Certification ‘SCM for Maritime Sector’ Batch 2 pada 9-30 November 2020. Materi program mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan permasalahan riil di sektor maritim.
Bila kinerja transportasi angkutan laut mengalami kenaikan, justru kinerja transportasi logistik kereta api mengalami menurunan. Masih mengambil data yang sama dari BPS, tercatat di periode yang sama volume sebesar 4,13 juta ton atau dengan kata lain turun 0,94 persen m-to-m dan 2,73 persen y-on-y.
Akan tetapi, menurut analisa dari SCI, pada periode Mei s.d. September 2020 angkutan kereta api tumbuh rata-rata 7,9 persen dibanding periode tiga bulan sebelumnya, yaitu Maret -Mei 2020, di mana angkutan kereta api turun rata-rata 7,7 persen.
Baca Juga: Pelabuhan Batam Resmi Go Live Penerapan Inaportnet