Hal senada juga diutarakan oleh Siswandi, yang mengaku sudah kenal dengan beberapa Pamdal dari Paspampres, sehingga tidak menghadapi kesulitan untuk mengantar paket kiriman di lingkungan Istana Negara dan Sekertariat Negara. “Pertama saat ditugasklan di wilayah Istana, ada perasaan takut, tapi sekarang sudah biasa. Yang jelas harus taat protokoler keamanan. Saya pernah membawa paket dan ternyata isinya pisau sangkur, yang diketahui dari metal detector, paket tersebut langsung dibuka oleh Pamdal dan penerimanya langsung dipanggil, setelah itu baru saya bisa pergi,” kenang Siswandi.
Baca Juga : Herdiansyah, Kurir Teladan Dari JNE HUB Poglar
Berubahnya situasi di kawasan Istana, seperti adanya demonstrasi, sangat mempengaruhi kecepatan delivery, bahkan bila situasinya tidak kondusif tidak diperbolehkan masuk sehingga terpaksa paket kiriman dibawa kembali ke Kantor JNE Station Center Garuda. “Pernah ketika ada demo besar, saya tidak diperbolehkan masuk. Bahkan paket yang masih banyak dibawa kembali untuk diantar esok hari, tapi kalau ada demo-demo biasa dan skalanya kecil, diperbolehkan masuk oleh Pamdal yang sudah kenal,” cerita Siswandi.
Kisah serupa juga diutarakan oleh Budi Santoso dan Asep Sunarya, yang mengantar paket di lingkungan Mabes TNI AD dengan protokol keamanan yang super ketat. “Saat pertama kali ada semacam takut menghadap penjaga lengkap dengan senjata laras panjang, tapi sekarang sudah terbiasa, asal kita sopan dan mematuhi semua ketentuan yang ada di sana,” ucap Asep.
Seperti diketahui untuk kawasan Istana Negara dan lingkungan sekitarnya, paket kiriman lebih didominasi oleh dokumen sedangkan sisanya paket kiriman biasa, seperti paket e-commerce dan lain sebagainya. *
Baca Juga : Walikota Jakarta Barat, Rustam Effendi: Kontribusi JNE Terhadap Perekonomian Jakarta Barat Cukup Besar