Menjadi kurir dengan wilayah pengantaran atau delivery Istana Negara dan sekitarnya tentu berbeda dengan area perumahan atau perkantoran biasa. Banyak ketentuan protokol keamanan yang harus ditaati sebelum mengantarkan paket. Maraknya demonstrasi juga menjadi tantangan tersendiri.
Keempat kurir Ksatria JNE yakni Nurhalim, Siswandi, Budi Santoso dan Asep Sunarya setiap harinya mengantar paket kiriman ke lingkungan Istana Negara, kawasan Medan Merdeka, Irti Monas, Mahkamah Agung, Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Balai Kota DKI Jakarta hingga Mabes TNI Angkatan Darat. “Untuk delivery di Istana Negara harus betul-betul mengikuti protokol di sana. Pakaian tetap rapih dengan atribut lengkap, tepat waktu, mau masuk melalui X-Ray dan metal detector, setelah itu baru boleh masuk,” ujar Nurhalim, yang sudah 2 tahun wilayah antarannya di kawasan Istana Negara dan sekitarnya, saat berbincang dengan JNEWS, Jumat (10/7/2020).
Baginya menjadi kurir di wilayah Istana Negara ada kebanggaan tersendiri, karena sering bertemu dengan para petinggi di negeri ini. Meski belum pernah mengobrol ataupun bersalaman langsung karena ketatnya protokoler. Untuk satu paket kiriman bisa sampai diterima membutuhkan waktu sekitar 15 menit, terlebih bila paket tersebut non dokumen, karena kadang harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan pihak penerima, yang terkadang di kawasan ring 1 tersebut sinyal HP atau WA terblok.
Baca Juga : Kurir Teladan dari JNE Hub Garuda, Selalu Datang Shubuh dan Sukses Delivery Tertinggi
Sejak wabah Covid-19 melanda, protokol yang harus ditaati menjadi lebih ketat. “Dulu saat baru-baru saya bertugas kirim paket ke Istana, ada semacam tes dari Pamdal Paspempres, kita seperti ditegur dengan nada agak tinggi. Tetapi setelah kenal para Pamdal sangat baik, bahkan oleh Pamdal Kementerian Pertahanan, beberapa kali saya ditawari makan,” kenang Nurhalim sambil tersenyum.
Hal senada juga diutarakan oleh Siswandi, yang mengaku sudah kenal dengan beberapa Pamdal dari Paspampres, sehingga tidak menghadapi kesulitan untuk mengantar paket kiriman di lingkungan Istana Negara dan Sekertariat Negara. “Pertama saat ditugasklan di wilayah Istana, ada perasaan takut, tapi sekarang sudah biasa. Yang jelas harus taat protokoler keamanan. Saya pernah membawa paket dan ternyata isinya pisau sangkur, yang diketahui dari metal detector, paket tersebut langsung dibuka oleh Pamdal dan penerimanya langsung dipanggil, setelah itu baru saya bisa pergi,” kenang Siswandi.
Baca Juga : Herdiansyah, Kurir Teladan Dari JNE HUB Poglar
Berubahnya situasi di kawasan Istana, seperti adanya demonstrasi, sangat mempengaruhi kecepatan delivery, bahkan bila situasinya tidak kondusif tidak diperbolehkan masuk sehingga terpaksa paket kiriman dibawa kembali ke Kantor JNE Station Center Garuda. “Pernah ketika ada demo besar, saya tidak diperbolehkan masuk. Bahkan paket yang masih banyak dibawa kembali untuk diantar esok hari, tapi kalau ada demo-demo biasa dan skalanya kecil, diperbolehkan masuk oleh Pamdal yang sudah kenal,” cerita Siswandi.
Kisah serupa juga diutarakan oleh Budi Santoso dan Asep Sunarya, yang mengantar paket di lingkungan Mabes TNI AD dengan protokol keamanan yang super ketat. “Saat pertama kali ada semacam takut menghadap penjaga lengkap dengan senjata laras panjang, tapi sekarang sudah terbiasa, asal kita sopan dan mematuhi semua ketentuan yang ada di sana,” ucap Asep.
Seperti diketahui untuk kawasan Istana Negara dan lingkungan sekitarnya, paket kiriman lebih didominasi oleh dokumen sedangkan sisanya paket kiriman biasa, seperti paket e-commerce dan lain sebagainya. *
Baca Juga : Walikota Jakarta Barat, Rustam Effendi: Kontribusi JNE Terhadap Perekonomian Jakarta Barat Cukup Besar