Menjelajahi Kota Tua Surabaya, Menikmati Suasana Klasik Warisan Kolonial Belanda

JNEWS – Selain di Semarang dan Jakarta, juga ada Kota Tua Surabaya yang sangat menarik untuk ditelusuri. Kawasan ini, dikenal dengan bangunan-bangunan tua yang memukau dengan gaya kolonial klasik, menawarkan perjalanan kembali ke masa lalu yang kaya dan berwarna.

Sebelumnya, kurangnya perawatan dan fasilitas yang memadai membuat tempat ini kurang menarik bagi pengunjung. Namun, perubahan besar telah terjadi, membawa angin segar yang mengubah kesan tersebut secara drastis.

Kini, kawasan ini berubah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang paling banyak dikunjungi di Surabaya. Setiap hari, ratusan pengunjung datang untuk menikmati keindahan dan nuansa historis yang ditawarkan.

Perubahan ini tidak hanya terlihat dari peningkatan kondisi fisik bangunan dan lingkungannya yang kini terjaga dengan baik, tetapi juga dari penambahan spot-spot foto yang menarik. Hal ini secara signifikan meningkatkan popularitas kawasan, menjadikannya lokasi yang sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin menyelami nuansa Surabaya di era lampau.

Di Mana Lokasi Kota Tua Surabaya?

Kawasan bersejarah di Semarang dan Surabaya berbagi ciri khas yang menarik: kedua kota lama ini berada di luar pusat kota. Di Surabaya, area ini berlokasi di Jalan Gula No.144 A, Bongkaran, Pabean, Cantian, yang bisa diakses dengan beberapa rute alternatif.

Jalan Undaan Kulon, Jalan Kusuma Bangsa, dan Jalan Jagalan menjadi pilihan utama untuk mencapainya. Bagi yang berangkat dari pusat Kota Surabaya, perjalanan hanya memakan waktu sekitar 15-17 menit.

Tempat wisata ini menyambut pengunjung setiap saat, buka 24 jam sehari. Banyak pengunjung yang memilih untuk datang di malam hari. Mereka datang untuk bersantai, mengejar momen fotografi yang epik, atau hanya berkumpul bersama komunitas masing-masing.

Yang menarik, untuk menikmati keindahan dan mempelajari sejarah dari bangunan-bangunan kuno di kawasan ini, pengunjung tidak perlu mengeluarkan biaya masuk. Semua dapat diakses secara gratis.

Bagi pengunjung yang datang dengan kendaraan pribadi, hanya perlu membayar biaya parkir. Informasi terkini menunjukkan bahwa tarif parkir sangat terjangkau, dengan Rp2.000 untuk sepeda motor dan Rp5.000 untuk mobil. Ini membuat kawasan tersebut menjadi destinasi yang ramah bagi semua kalangan yang ingin menyelami kekayaan sejarah tanpa harus mengkhawatirkan biaya.

Baca juga: Eksplorasi 7 Taman Terbaik di Surabaya: Oase Hijau di Tengah Kota

Bangunan-Bangunan Bersejarah di Kota Tua Surabaya yang Kini Masih Berfungsi

Di antara gedung-gedung yang ada, ada beberapa bangunan bersejarah yang mempertahankan desain aslinya dan tetap berfungsi dengan baik hingga saat ini. Berikut adalah informasinya, dikutip dari Portal Data Adinda Pemerintah Kota Surabaya.

Kota Tua Surabaya - De Javasche Bank

1. De Javasche Bank

De Javasche Bank, yang didirikan di Batavia pada 24 Januari 1828, menjadi institusi keuangan penting selama era kolonial Belanda. Bank ini tidak hanya beroperasi di Batavia tapi juga membuka cabang di kota-kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo, Cirebon, Makassar, Palembang, dan Pontianak.

Pada 14 September 1829, cabang Surabaya dibuka, dipimpin oleh F.H. Preyer dengan bantuan A.H. Buchler dan J.D.A Loth. Gedungnya berlokasi di persimpangan Jalan Garuda No.1 dan Jalan Penjara.

Cabang Surabaya mencatatkan dirinya sebagai pionir dalam sistem kliring, bekerja sama dengan enam bank utama di era itu. Bank ini juga menjadi tempat pertama yang menyelenggarakan proses kliring di gedungnya sendiri, memainkan peran kunci sebagai penyelenggara.

Transformasi besar terjadi ketika De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia pada 19 Juni 1951. Pemerintah Indonesia mengambil alih saham bank yang diperdagangkan di bursa efek Amsterdam.

Akhirnya, melalui Undang-Undang No. 11/1953 pada tanggal 1 Juli 1953, Bank Indonesia resmi berfungsi sebagai bank sentral Indonesia, menggantikan De Javasche Bank dan beroperasi di bawah regulasi nasional.

Sumber: Portal Data ADINDA

2. Hotel Arcadia

Pada tahun 1913, bangunan yang kini dikenal sebagai hotel dahulu adalah properti milik NV Geo Wehry & Co., sebuah perusahaan yang berkecimpung dalam industri perkebunan sejak 1867 di Hindia Belanda.

Dengan 28 perkebunan yang menghasilkan teh, kina, dan karet, perusahaan ini tidak hanya aktif dalam perdagangan domestik tetapi juga internasional. NV Geo Wehry & Co. termasuk dalam kelompok The Big Five, lima entitas bisnis besar di era kolonial, bersama dengan perusahaan-perusahaan ternama lainnya. Kantor pusatnya berada di Batavia dengan cabang di berbagai kota seperti Semarang, Surabaya, dan lain-lain.

Pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1958, pemerintah mengambil alih atau menjual perusahaan-perusahaan Belanda. Gedung bekas kantor Geo Wehry & Co. di Surabaya diubah fungsi menjadi hotel. Akhirnya, kini menjadi hotel yang dikenal sebagai Hotel Arcadia.

Gedung ini memiliki desain arsitektur dengan denah persegi empat yang memanjang ke belakang. Ruang depan awalnya digunakan sebagai kantor, sedangkan ruang belakang berfungsi sebagai gudang.

Transformasi menjadi hotel mengubah fungsi gudang menjadi struktur bangunan hotel yang menjulang tinggi. Bagian depan diubah menjadi lobby dan fasilitas hotel lainnya. Fasad depan hotel masih mempertahankan desain asli dari waktu gedung pertama kali dibangun. Hanya ada penambahan struktur baru untuk bagian yang semula merupakan gudang, kini menjadi bangunan hotel setinggi 30 meter dengan sembilan lantai.

Sumber: Portal Data ADINDA

3. Bank Mandiri

NV Lindeteves Stokvis termasuk dalam kelompok lima konglomerat besar Belanda. Empat lainnya adalah NV Rotterdam Internatio, NV Borsumij Maatschappij, NV Geo Wehry, dan NV Jacobson van den Berg.

Mereka berperan penting dalam dominasi jaringan perdagangan, produksi, jasa, industri, dan distribusi di berbagai negara. Di Surabaya, NV Lindeteves Stokvis membangun kantor cabang, dengan kantor pusat yang berada di Semarang.

Gedung Lindeteves Stokvis ini dibangun antara tahun 1911 dan 1913. Gedung ini merupakan hasil karya biro arsitek Hulswit, Fermont, dan Ed. Cuypers dari Batavia dan Amsterdam.

Gedung ini awalnya dirancang sebagai kantor sekaligus pabrik baja. Karena itu tak heran, desainnya menonjol dengan struktur yang luas dan kokoh. Bagian belakang gedung menampilkan area dengan atap tinggi, menggunakan rangka baja dan pintu geser untuk memudahkan transportasi material berat. Di dalamnya, terdapat jalur rel sebagai prasarana transportasinya.

Tengah kompleks dihiasi taman dan pohon rindang, menambah keasriannya. Terdapat juga sebuah menara dengan jam analog, kini masih berfungsi dengan carillon yang dapat memainkan melodi Westminster.

Selama pendudukan Jepang (1942-1945), gedung ini diubah fungsinya menjadi bengkel kendaraan perang dan gudang persenjataan. Penggunaan gedung berubah beberapa kali setelah itu; pada 1993 menjadi kantor Bank Niaga, kemudian Bank Dagang Negara. Kemudian, sejak 2001 hingga saat ini menjadi gedung Bank Mandiri Cabang Surabaya Pahlawan.

Gedung ini tidak hanya menjadi simbol sejarah, tapi juga landmark penting di Surabaya, terletak di lokasi strategis di sudut perempatan yang ramai.

Baca juga: 10 Rekomendasi Hotel Surabaya dengan Pemandangan Kota Terbaik

Kota Tua Surabaya menyimpan cerita tak terhitung dari masa lalu, menjadi jembatan antara sejarah yang kaya dan masa kini yang modern.

Setiap sudutnya menawarkan kesempatan pada kita untuk memahami lebih dalam tentang perjalanan panjang Surabaya, dari pusat perdagangan kolonial hingga menjadi salah satu kota metropolitan terkemuka di Indonesia.

Kota Tua Surabaya bukan hanya tentang bangunan tua dan cerita masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana sejarah terus hidup dan berinteraksi dengan kehidupan modern.

Exit mobile version