JNEWS – Lalibela Ethiopia mungkin bukan nama yang terdengar akrab bagi banyak orang. Tetapi tempat ini menyimpan pesona yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Ada begitu banyak cerita, misteri, dan makna yang melekat pada setiap lekukan batu di tempat ini.
Sejarah Tebing Lalibela Ethiopia
Di kawasan pegunungan Lalibela Ethiopia, sekitar 645 kilometer dari Addis Ababa, berdiri sebelas gereja batu monolitik abad pertengahan yang luar biasa. Gereja-gereja ini tidak dibangun seperti bangunan pada umumnya, melainkan dipahat langsung dari batu pegunungan yang besar dan keras.
Tanggal pasti kapan Kota Lalibela Ethiopia berdiri sebenarnya tidak pernah tercatat dengan jelas. Tapi para ahli meyakini, kota ini sudah ada lebih dari seribu tahun lalu. Awalnya, kota ini dikenal dengan nama Roha. Dalam beberapa abad pertama, Roha hanyalah sebuah kota kecil yang sepi dan nyaris tak punya pengaruh apa-apa. Banyak kota lain di Ethiopia saat itu jauh lebih penting, lebih ramai, dan lebih dihormati.
Lalibela baru mulai dikenal ketika perannya berubah secara dramatis di kemudian hari. Perubahan besar itu terjadi pada sekitar abad ke-12, tepatnya di akhir tahun 1100-an. Saat itu, Raja Gebre Mesqel Lalibela dari Dinasti Zagwe naik tahta. Ia punya visi yang luar biasa untuk membangun sesuatu yang belum pernah ada di tanah Ethiopia, yaitu kompleks gereja raksasa yang dipahat langsung dari batu, tepat di tanah dan tebing kota ini. Di bawah pengawasan raja sendiri, proyek itu berjalan dengan sangat ambisius.
Menurut legenda yang sudah diwariskan turun-temurun, proyek pembangunan ini memakan waktu sekitar 24 tahun. Dalam cerita rakyat setempat, Raja Lalibela tidak bekerja sendirian. Konon, para malaikat turut membantu para tukang dalam memahat dan menyelesaikan gereja-gereja itu.
Di abad ke-13, Gereja Ethiopia sempat terputus dari gereja-gereja Kristen lainnya di dunia. Situasi ini diperburuk oleh Perang Salib yang berkecamuk di Timur Tengah. Setelah Yerusalem jatuh pada tahun 1187, umat Kristen di Ethiopia tidak lagi punya akses ke Tanah Suci. Dalam konteks inilah pembangunan gereja-gereja di Lalibela Ethiopia punya makna yang sangat dalam.
Para penguasa Ethiopia ingin memberi umat Ortodoks Ethiopia sebuah “Yerusalem Baru” di tanah mereka sendiri. Selain untuk menghibur umat yang tak bisa lagi berziarah ke Yerusalem, ini juga menjadi cara raja memperkuat wibawanya di mata rakyat.
Namun, penting untuk diingat bahwa sejarah kekristenan di Ethiopia sebenarnya sudah jauh lebih tua daripada Lalibela sendiri. Jauh sebelum Raja Lalibela lahir, Kerajaan Aksum sudah lebih dulu memeluk agama Kristen. Kerajaan besar ini bahkan hidup sezaman dengan Kekaisaran Romawi pada masa-masa akhir.
Baca juga: Royal Court of Tiébélé: Permata Arsitektur Tradisional Burkina Faso
Struktur dan Arsitektur Gereja-Gereja Batu Tebing Lalibela
Dikutip dari laman UNESCO, gereja-gereja di Lalibela Ethiopia ini terbagi menjadi dua kelompok besar. Di utara Sungai Yordan ada Biete Medhani Alem (Rumah Sang Juru Selamat Dunia), Biete Mariam (Rumah Maria), Biete Maskal (Rumah Salib), Biete Denagel (Rumah Para Perawan), dan Biete Golgotha Mikael (Rumah Golgotha Mikael).
Sementara di selatan sungai ada Biete Amanuel (Rumah Emanuel), Biete Qeddus Mercoreus (Rumah Santo Mercoreos), Biete Abba Libanos (Rumah Abbot Libanos), Biete Gabriel Raphael (Rumah Gabriel Raphael), dan Biete Lehem (Rumah Roti Suci). Satu gereja lainnya, yaitu Biete Ghiorgis (Rumah Santo Georgius), letaknya agak terpisah, namun tetap terhubung melalui parit-parit di tanah.
Gereja tersebut dibangun mula-mula dengan memotong satu blok besar batu, lalu mengukir bagian dalamnya. Dari batu itu lantas muncul pintu, jendela, tiang-tiang, lantai-lantai bertingkat, dan atap. Pekerjaan raksasa ini dilengkapi pula dengan sistem drainase yang rumit, parit-parit panjang, serta lorong-lorong upacara yang kadang mengarah ke gua pertapa dan katakomba.
Di antara semuanya, Biete Medhani Alem yang memiliki lima lorong dipercaya sebagai gereja monolitik terbesar di dunia. Sedangkan Biete Ghiorgis terkenal dengan denahnya yang berbentuk salib, sangat khas dan indah.
Sebagian besar bangunan memang sejak awal dirancang sebagai gereja, tetapi ada dugaan bahwa Biete Mercoreos dan Biete Gabriel Raphael dahulu digunakan sebagai istana kerajaan. Beberapa interior gereja juga dipercantik dengan lukisan dinding yang masih bisa dinikmati hingga sekarang.
Gereja-gereja luar biasa ini sejak abad ke-12 telah menjadi tujuan ziarah bagi umat Kristen Koptik dari berbagai penjuru. Raja Lalibela berhasil menjadikan kota ini sebagai simbol Tanah Suci. Saat ziarah ke Yerusalem dan Betlehem tak lagi memungkinkan, kota ini pun menjadi penggantinya. Di Gereja Biete Golgotha, misalnya, ada replika makam Kristus, makam Adam, dan palungan Natal.
Gereja-gereja di Lalibela Ethiopia secara resmi diakui sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1978. Pengakuan ini diberikan saat sesi kedua Komite Warisan Dunia di Washington D.C. Kompleks gereja batu di Lalibela ini menjadi salah satu dari dua situs pertama di Ethiopia yang terdaftar bersama Simien National Park.
Tak jauh dari kompleks gereja, ada sebuah desa kecil yang juga unik. Rumah-rumah di sini berbentuk bundar, bertingkat dua, terbuat dari batu merah lokal, dan dikenal dengan nama Lasta Tukuls.
Baca juga: 7 Negara Paling Indah di Dunia dan Keunikannya
Kompleks gereja di Lalibela Ethiopia ini menunjukkan kepada kita bagaimana sejarah, keyakinan, dan keterampilan bisa berpadu menjadi sesuatu yang luar biasa. Gereja-gereja batu yang terpahat di sana menjadi bukti keindahan arsitektur, sekaligus juga cermin dari perjalanan panjang masyarakat Ethiopia menjaga iman dan tradisinya.
Melihat salah satu kompleks situs warisan dunia UNESCO satu ini berarti melihat lebih dekat kisah masa lalu yang masih hidup sampai sekarang, dan tetap memberi makna bagi banyak orang yang datang ke sana.