Pemandangan indah Telaga Sarangan memiliki kisah legendaris yang menjadikannya kini sebagai tempat wisata bernuansa magis di Desa Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Telaga Sarangan telah terbentuk sejak masa pemerintahan Belanda di abad ke-20 dan kini menjadi ikon wisata di wilayah tersebut.
Wisata alam ini tepatnya terletak di lereng Gunung Lawu dan dikelilingi oleh pegunungan yang indah. Di sekitar Gunung Lawu sendiri terdapat banyak tempat pertapaan dan tempat suci bagi masyarakat yang menjalankan praktik spiritual. Hal ini tidaklah mengherankan karena daerah sekitar telaga ini terpengaruh budaya Hindu dan Kejawen yang kuat.
Telaga Sarangan juga memiliki jejak sejarah, terutama terkait dengan perjalanan para raja dan bangsawan pada masa lampau. Ada sisa-sisa bangunan peninggalan dari masa kerajaan, yang memberikan kesan sejarah pada lokasi. Belum lagi legendanya, yang terus diceritakan turun temurun di kalangan penduduk lolak dari generasi ke generasi.
Salah satu legenda terkenal yang terkait dengan Telaga Sarangan adalah legenda Rara Anteng dan Jaka Tarub. Kisah ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Jaka Tarub yang menjatuhkan bunga teratai milik Rara Anteng, seorang peri. Dalam cerita ini, Telaga Sarangan dikisahkan sebagai tempat pertemuan dan kisah cinta mereka.
Sejarah Terbentuknya Telaga Sarangan
Pada pertengahan abad ke-20, Telaga Sarangan masih lebih dikenal sebagai tempat peristirahatan dan tujuan rekreasi lokal. Infrastruktur dan aksesibilitas masih terbatas pada waktu itu. Seiring berkembangnya minat wisatawan lokal, berbagai fasilitas pun kini telah dibangun dan mempermudah akses kunjungan.
Mulanya, Sarangan adalah lembah yang menjadi tempat tinggal para petani. Sebelumnya, Belanda membangun bendungan di Sungai Cemoro Sewu untuk mengalirkan air ke sawah-sawah di Magetan. Pembentukan bendungan ini memicu danau buatan yang kini dikenal dengan Telaga Sarangan.
Terbentuknya Telaga Sarangan melibatkan proses geologi dan hidrologi yang terjadi selama ribuan tahun. Hal ini tak terlepas dari aktivitas vulkanis di masa lalu, seperti letusan gunung berapi, perubahan bentuk lahan, dan pengangkatan kerak bumi.
Proses erosi oleh air dan angin selama ribuan hingga jutaan tahun ini menyebabkan penumpukan material seperti tanah, batuan, dan sedimen di area rendah. Erosi juga dapat membentuk pola cekungan yang kemudian menjadi dasar danau di masa mendatang.
Air hujan yang terkumpul di lereng Gunung Lawu dan air tanah yang mengalir dari sekitarnya akhirnya mengisi cekungan yang terbentuk akibat erosi. Proses pengisian ini berlangsung secara bertahap seiring waktu.
Baca juga: Ketika Pemandangan Alam dan Pelestarian Menjadi Satu dalam 6 Kawasan Konservasi Indonesia
Legenda Telaga Sarangan
Tempat wisata ini memiliki beberapa kisah legenda yang terkenal, seperti kisah legenda yang paling terkenal di antaranya adalah legenda roh leluhur Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Namun, ada berbagai versi kisah yang dapat ditemukan dari legenda sepasang suami istri tersebut. Berikut dua di antaranya.
Versi 1
Versi yang pertama menyebutkan bahwa di sekitar Telaga Sarangan ada pegunungan yang indah. Di situlah hidup Kyai Pasir, seorang tokoh spiritual yang dihormati oleh masyarakat setempat, dan konon memiliki kekuatan gaib. Dia dikenal sebagai guru spiritual yang bijaksana dan memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan spiritual.
Suatu ketika, Kyai Pasir jatuh cinta pada seorang wanita. Mereka saling mencintai dan memutuskan untuk menikah. Wanita yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Pasir ini juga memiliki pengetahuan spiritual dan kemampuan magis yang kuat.
Dikisahkan kemudian bahwa Kyai Pasir dan Nyai Pasir melakukan perjalanan spiritual dan meditasi di tempat yang sekarang menjadi Telaga Sarangan. Selama perjalanan tersebut, mereka menciptakan danau dengan kekuatan spiritual yang mereka miliki. Air mata Nyai Pasir yang jatuh menjadi air danau, sementara Kyai Pasir menyumbangkan bunga teratai sebagai hiasan.
Kisah Kyai Pasir dan Nyai Pasir dapat diinterpretasikan sebagai cerminan nilai-nilai cinta, pengorbanan, dan spiritualitas dalam budaya Jawa. Legenda ini juga memberikan dimensi mistis yang menambah daya tarik Telaga Sarangan sebagai tempat yang kaya akan sejarah dan mitos.
Seperti banyak legenda lainnya, versi cerita ini dapat bervariasi tergantung pada sumbernya, tetapi inti cerita sering kali berkisar pada cinta, hubungan spiritual, dan kontribusi mereka terhadap terbentuknya Telaga Sarangan.
Versi 2
Dalam versi yang kedua, danau tersebut dikenal merupakan tempat yang dihuni oleh Kyai dan Nyai Pasir. Keduanya berkeinginan besar untuk memiliki keturunan, karena, meskipun telah lama menikah, keduanya sulit untuk memiliki anak.
Pasangan itu terus bersembahyang dengan harapan untuk diberi keturunan. Doa mereka dikabulkan, akhirnya mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Joko Lelung. Keluarga kecil itu pun hidup dengan harmonis.
Suatu hari, Kyai dan Nyai Pasir kembali berdoa untuk kesehatan dan usia panjang. Mereka pun menerima petunjuk untuk memakan telur yang ditemukan di dekat ladang sebagai tanda permintaan mereka dikabulkan.
Nyai Pasir menemukan telur yang dimaksud dan memasaknya. Setelah dimakan bersama suaminya, Kyai Pasir pergi ke ladang dan merasa gatal dan panas di tengah jalan. Dia menggaruk tubuhnya hingga lecet dan akhirnya berubah menjadi naga. Nyai Pasir mengalami nasib yang sama.
Mereka berguling-guling di pasir yang menyebabkan cekungan besar dan dalam. Dari cekungan tersebut, air mengalir keluar dengan deras. Merasa keinginannya tidak dikabulkan, mereka pun marah dan berencana untuk menciptakan cekungan lain untuk menenggelamkan Gunung Lawu.
Menyadari niat jahat orang tuanya yang telah berubah menjadi naga, Joko Lelung berdoa untuk menghentikan rencana tersebut. Doanya dijawab, dan akhirnya kedua naga itu menjadi tenang.
Namun, cekungan yang terbentuk terus terisi air dan menjadi yang kita kenal sebagai Telaga Sarangan. Kyai dan Nyai Pasir yang berubah menjadi naga akhirnya menghilang menjadi makhluk tak terlihat.
Hingga kini, cerita ini masih menjadi kepercayaan penduduk setempat. Mereka mengadakan upacara pembersihan desa menjelang bulan puasa sebagai bentuk perlindungan dan peringatan akan terbentuknya Telaga Sarangan.
Baca juga: Menilik Mitos dan Berbagai Ritual Sakral di Pantai Parangtritis
Menarik sekali ya, menelusuri sejarah Telaga Sarangan ini? Bagaimana, apakah Anda semakin penasaran ingin menjelajah destinasi wisata yang sudah sangat terkenal ini, bahkan setelah tahu sejarah dan mitos serta legendanya?