JNEWS – Ada banyak makanan khas Batak yang mencerminkan nilai-nilai dan tradisi budaya suku Batak di Sumatra Utara. Makanan ini tidak hanya penting dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga dalam berbagai upacara adat dan pertemuan keluarga.
Makanan khas Batak juga menjadi alat untuk menyampaikan simbolisme dan filosofi yang penuh makna. Melalui bentuk, bahan, dan cara penyajiannya, hidangan-hidangan ini mengajarkan tentang harmoni, kesatuan, dan kepercayaan yang menjadi fondasi masyarakat Batak.
Berikut akan dijelajahi bagaimana makanan-makanan ini tidak hanya memuaskan selera tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara anggota masyarakat.
5 Makanan Khas Batak yang Penuh dengan Filosofi dan Cerita Tradisi
1. Ikan Mas Arsik
Ikan mas arsik atau Dekke Na Niarsik adalah makanan khas Batak Toba yang berarti ikan yang dimasak kering. Hidangan ini simbolik dalam masyarakat Batak, sering hadir dalam upacara penting seperti pernikahan dan kelahiran.
Dekke Na Niarsik diberikan dengan harapan penerima memiliki hati dan perilaku yang bersih. Ukuran ikan yang dipakai bervariasi, mulai dari ukuran siku ke ujung jari tangan hingga satu setengah jengkal tangan manusia dewasa.
Menurut Perpustakaan Digital Kebudayaan Indonesia, dalam adat Batak, ikan yang diberikan harus berjumlah ganjil, seperti satu, tiga, lima, atau tujuh. Masing-masing memiliki makna khusus dalam adat. Misalnya, satu ikan untuk pasangan baru menikah, tiga untuk pasangan yang baru memiliki anak, lima bagi yang sudah memiliki cucu, dan tujuh bagi seorang pemimpin suku.
Pada penyajiannya, ikan harus utuh dari kepala sampai ekor dan sisiknya tidak boleh dibuang, melambangkan keutuhan kehidupan. Ikan ini tidak boleh dipotong karena dipercaya akan menghambat keturunan penerimanya.
Ikan harus disajikan dalam posisi berenang menghadap penerima. Jika ada lebih dari satu, ikan harus disusun sejajar. Hal ini melambangkan harapan agar keluarga penerima dapat bersama-sama menghadapi tantangan dan mencapai tujuan bersama.
Baca juga: 10 Tradisi dan Budaya di Danau Toba: Merayakan Kekayaan Tradisi Batak
2. Dekke Naniura
Dekke naniura adalah makanan khas Batak berupa ikan mentah marinasi, serupa dengan sashimi dari Jepang. Hidangan ini di zaman dulu menjadi sajian untuk menyambut raja dan dalam upacara adat. Hanya beberapa orang terpilih yang dipercaya untuk membuat dekke naniura.
Untuk pembuatannya, ikan mas akan dimarinasi dalam asam atau air buah unte jungga dan campuran rempah. Marinasi ikan akan berlangsung selama 3-5 jam, sehingga bumbu terfermentasi dengan baik dan siap untuk langsung dikonsumsi.
Dalam penyajiannya, ikan masih utuh dari kepala sampai ekor dan dibelah tengah tanpa dipotong putus. Penampilannya menarik saat disajikan melebar di piring besar, ditambah dengan warna dari bumbu yang terbuat dari rempah segar seperti andaliman, batang serai yang digeprek, jeruk nipis, dan lainnya.
3. Lapet
Lappet, makanan khas Batak Toba lainnya, terbuat dari tepung beras dan dibungkus dengan daun pisang. Makanan ini berbentuk piramida dan memiliki rasa manis, gurih, serta lembut. Lappet sering disajikan dalam acara seperti arisan dan pernikahan, serta sebagai hidangan untuk tamu.
Bentuk piramida dari lappet memiliki makna filosofis lambang harapan agar masyarakat semakin maju dan sukses, sambil menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam keluarga. Penggunaan daun pisang sebagai pembungkus diartikan sebagai lambang pemersatu keluarga besar.
Campuran tepung beras dan gula juga bermakna tersendiri, yakni melambangkan keberagaman dalam keluarga, dengan kelapa parut sebagai penyatu. Konsep ini dipadukan dengan harapan bahwa keluarga Batak Toba tetap bersatu dalam suka maupun duka, mirip dengan tekstur lappet yang tidak hancur saat dimakan.
4. Dolung-Dolung
Dolung-dolung adalah makanan khas Batak, tepatnya yang berasal dari Parapat, sebuah kota di tepi Danau Toba. Mirip dengan lappet, tetapi dolung-dolung berbentuk bulat dan pembungkusnya menggunakan daun bambu.
Makanan ini sering dibuat untuk upacara adat seperti lamaran. Bentuk bulatnya melambangkan kesepakatan yang kokoh antara dua keluarga yang terlibat. Bentuk bulat dan tekstur yang liat dari dolung-dolung dianggap melambangkan tekad yang bulat dan kuat.
Membawa dolung-dolung ke rumah kerabat diartikan sebagai tanda datang dengan niat yang tulus dan kesatuan visi untuk menghadapi masa depan bersama.
5. Pohul-Pohul
Pohul-pohul adalah makanan khas Batak yang sering dijajakan oleh ibu-ibu berkeliling kampung dengan dandang dalam kondisi masih hangat. Iklim dingin, terutama di pagi hari di wilayah Danau Toba yang berbukit-bukit, menjadikan pohul-pohul pilihan tepat untuk menghangatkan tubuh.
Nama ‘pohul-pohul’ berasal dari kata ‘pohul’ dalam bahasa Batak yang berarti meremas bahan hingga menyatu. Pembuatan pohul-pohul memang melibatkan proses meremas kuat-kuat. Hal ini memiliki makna filosofis tentang kebersamaan dalam kesulitan. Di masyarakat Batak, diharapkan bahwa, meski dalam tekanan atau kesulitan, keluarga harus tetap bersatu dan tidak terpecah.
Makanan ini juga mengandung simbolisasi waktu dan indera dalam budaya Batak. Lima bekas jari yang ditinggalkan saat memadatkannya menggambarkan lima fase waktu harian—subuh, pagi, tengah hari, sore, dan tengah malam—serta kelima indera manusia: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa.
Harapannya agar orang yang memakan pohul-pohul dapat menggunakan kelima inderanya untuk melakukan kebaikan. Mulai dari mau menyapa orang lain dengan ramah, berbicara baik-baik, mendengarkan kebutuhan orang lain, menjaga nama baik, menghargai makanan, serta menjaga perasaan orang lain—semua sebagai upaya menjaga kesatuan dan harmoni keluarga.
Baca juga: 8 Makanan Khas Manado yang Wajib Dicicipi dan Lokasi Terbaik untuk Menikmatinya
Makanan khas Batak tidak hanya menawarkan keunikan rasa, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang budaya dan tradisi suku Batak. Dengan menggali lebih dalam makna di balik setiap hidangan, kita bisa memahami bagaimana makanan ini memperkuat hubungan sosial dan mempertahankan warisan budaya yang berharga.
Eksplorasi kuliner ini tidak hanya memanjakan lidah tetapi juga membuka mata terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Batak.