Masjid Agung Banten: Sejarah, Keunikan Arsitektur, dan Panduan Wisata Religi

JNEWS – Masjid Agung Banten atau biasa dikenal dengan nama Masjid Agung Kesultanan Banten adalah masjid bersejarah. Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia dan konon didirikan sebelum penjajahan Belanda, masjid ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Sebagai masjid tertua di Provinsi Banten dan menjadi cagar budaya, masjid ini selalu ramai dikunjungi baik oleh warga setempat maupun wisatawan yang melakukan wisata religi. Memiliki ciri khas sebuah menara tinggi dan arsitektur perpaduan berbagai budaya, masjid ini mempunyai sejarah pembangunan yang cukup panjang.

Menilik Sejarah Pembangunan Masjid Agung Banten

Sejarah dari Masjid Agung Banten didirikan oleh Sultan Maulana Hasanudin (putra dari Sunan Gunung Jati) pada kisaran tahun 1560-1570. Di masa itu, Sultan Maulana Hasanudin menjabat sebagai Sultan Banten pertama dengan masa pemerintahan 1552-1570. Kendati sudah berumur lebih dari empat abad, tetapi bangunannya masih kokoh dan terawat dengan baik.

Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan oleh putranya, yakni Sultan Maulana Yusuf yang menjadi Sultan kedua Kerajaan Banten. Di masa pemerintahan Sultan Maulana, Masjid Agung Banten dibangun dengan gaya Jawa.

Lalu, pembangunan dilanjutkan di masa pemerintahan Sultan ketiga yakni Sultan Maulana Muhammad (1580-1596). Di masa ini, ada bangunan yang ditambahkan yakni sebuah pawestren (ruang untuk salat wanita).

Baca juga: 6 Masjid Terbesar di Indonesia dan Daya Pikatnya

Arsitektur Masjid Agung Banten, Akulturasi Beragam Budaya

Masjid Agung Banten: Sejarah, Keunikan Arsitektur, dan Panduan Wisata Religi

Masjid yang masih berdiri kokoh dari abad ke abad ini, memiliki arsitektur yang menarik. Arsitekturnya merupakan perpaduan Jawa Kuno, Eropa, dan Tiongkok. Hal ini terlihat jelas dari denah segi empat dengan rancang bangun yang unik, serambi lapang, atap bertingkat dan menaranya.

Dalam pembangunan Masjid Agung Banten melibatkan tiga arsitek dari negara berbeda. Raden Sepat yang merupakan arsitek utama berasal dari Majapahit, Tjek Ban Tjut dari Tiongkok, dan Hendrik Lucasz Cardeel dari Belanda.

Dikutip dari website Dunia Masjid, atap masjid ini bersusun lima mirip bentuk tumpeng dengan bagian kiri dan kanan terdapat serambi. Diperkirakan, serambi ini dibangun pada waktu yang berbeda.

Di serambi kiri yang merupakan bagian utara, ada makam-makam dari beberapa Sultan Banten dan keluarganya. Seperti makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Qahhar. Di serambi kanan yang terletak di bagian selatan ada makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul ‘Abidin dan lain-lainnya.

Rancangan karya Raden Sepat bisa dilihat dari tiang penyangga (saka guru) di bagian dalam bangunan masjid. Adapun serambi utama masjid dihiasi dengan tiang penyangga yang secara keseluruhan berjumlah 24. Uniknya, tangga di masjid ini memiliki model seperti gua.

Bagian dalam masjid berbentuk bujur sangkar dengan saka guru sebagai penyangga. Tiang-tiang tersebut disangga dengan umpak yang terbuat dari batu andesit dan bermotif buah labu. Lalu, ada mimbar yang terbuat dari kayu bertangga marmer yang berada di paling depan.

Ada dua cerita terkait mimbar tersebut. Cerita pertama mengatakan bahwa, mimbar tersebut adalah wakaf dari Nyai Haji Irad Jon jang Serang pada 23 Syawal 1323 H (1903 M). Hal ini didasarkan pada tulisan dengan huruf Arab gundul pada penampil lengkung bagian atas muka mimbar.

Di cerita kedua menyebutkan bahwa mimbar tersebut adalah karya dari Tjek Ban Tjut, arsitek dari Tiongkok.

Terlepas dari cerita yang beredar, mimbar tersebut berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib saat menyiarkan agama Islam. Di sisi depan dan samping dibatasi dengan pintu berjumlah 5 buah karena mengikuti rukun Islam sebagai acuan.

Arsitektur menarik lainnya adalah atap yang berbentuk mirip pagoda. Adalah Tjek Ban Tjut yang konon membuat atap tersebut. Atap yang melingkar berbentuk buju sangkar itu bertingkat lima yang menyimbolkan dari rukun Islam. Dua atap paling atas sangat kental dengan nuansa Tiongkok. Semakin rendah, atapnya semakin lebar yang menaungi serambi utara dan selatan.

Beranjak ke sebelah timur masjid, ada menara setinggi 24 meter yang merupakan karya arsitek Hendrik Lucaz Cardeel pada tahun 1629 atas perintah Sultan Haji. Bentuk menara ini segi delapan dengan pintu masuk melengkung di bagian atas, konstruksi tangga melingkar dan kepalanya memiliki dua tingkat. Ini adalah arsitektur khas dari Negeri Belanda.

Menara ini memiliki beberapa fungsi seperti tempat bilal mengumandangkan azan. Lalu di masa peperangan, menara ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata dan pengawas pelabuhan Banten yang terkenal sibuk. Adapun jarak dari laut dan menara ini hanya 1,5 km.

Karya Hendrik lainnya adalah tiyamah yang berada di selatan masjid. Tiyamah adalah bangunan semacam paviliun yang dulu digunakan oleh para ulama dan umara Banten untuk berdiskusi tentang keagamaan. Langgam Eropa sangat kental di bangunan tersebut, khususnya di jendela besar bagian tingkat atas. Kehadiran jendela tersebut berfungsi untuk mengatur sirkulasi cahaya dan udara.

Sekarang ini tiyamah digunakan untuk menyimpan benda-benda peninggalan Kesultanan Banten.

Panduan Wisata Religi Masjid Agung Banten

Sumber: Indonesia Kaya

1. Lokasi

Masjid Agung Banten masuk dalam wilayah Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang, ibu kota Provinsi Banten. Lokasinya tepatnya yaitu Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Bagi pemudik yang akan melintasi jalur Pantai Selatan, bisa mampir ke masjid ini.

Sudah ada sejak berabad lalu dan menjadi cagar budaya, masjid ini menjadi tujuan wisata religi, pendidikan, dan budaya. Bahkan di hari-hari besar Islam seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., ribuan peziarah dari warga setempat dan luar daerah tumpah di masjid ini.

2. Rute

Ada beberapa rute yang bisa ditempuh oleh wisatawan menuju masjid ini berdasarkan moda transportasi yang digunakan.

Kereta Api

Apabila titik awal dari Jakarta, bisa naik kereta api dari Stasiun Tanah Abang atau stasiun mana pun yang melayani rute menuju ke Stasiun Rangkas Bitung.

Tiba di Stasiun Rangkasbitung, bisa berganti kereta ke rute Rangkas Bitung-Merak dan turun di Stasiun Karangantu. Dari stasiun ini, bisa melanjutkan perjalanan naik angkutan umum ke Banten Lama. Atau bisa juga memesan taksi online menuju kawasan Masjid Agung Banten.

Bus

Wisatawan bisa naik bus apa pun dengan tujuan Terminal Pakupatan atau Terminal Serang. Tiba di Terminal Pakupatan, lanjutkan perjalanan naik angkot ke Pasar Lama. Dari Pasar Lama, naik angkot lagi warna biru jurusan Karangantu menuju Banten Lama.

Kendaraan Pribadi

Mengendarai mobil dari Jakarta via jalan tol bisa memilih melalui pintu Tol Serang Barat. Keluar dari pintu tol, bisa melanjutkan ke arah Cilegon lalu putar balik di depan Rumah Sakit Kurnia Kramatwatu, lalu belok ke kiri arah akses jalan menuju Banten Lama.

Di sepanjang jalan, wisatawan akan melintasi persawahan, rumah-rumah penduduk dan tempat wisata seperti Danau Tasikardi serta cagar budaya yakni Pengindelan Putih, Pengindelan Abang, dan Pengindelan Emas. Ketiga cagar budaya tersebut adalah bangunan penyaringan pengendapan air pertama dari Danau Tasikardi.

Baca juga: 10 Destinasi Pariwisata Prioritas di Indonesia yang Wajib Dikunjungi

Masjid Agung Banten adalah bukti autentik sejarah panjang Kesultanan Banten. Masjid dengan arsitektur perpaduan beberapa budaya ini menarik dikunjungi untuk mempelajari sejarah perkembangan Islam di Banten.

Exit mobile version