JNEWS – Maulud Nabi atau Maulid Nabi merupakan hari lahir Nabi Muhammad saw, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal 570 Masehi. Islam diperkenalkan kepada masyarakat di Indonesia melalui berbagai media, antara lain melalui kesenian, perdagangan, asimilasi, perkawinan, dan sebagainya. Karena itu, cara merayakan hari-hari besar agama Islam di tiap daerah di Indonesia berbeda-beda.
Pemerintah Indonesia menetapkan Maulud Nabi sebagai Hari Libur Nasional. Dikutip dari laman Kementerian Agama, peringatan Maulud Nabi dianjurkan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Peringatan ini juga merupakan tanda cinta umat sebagai balasan atas cinta Nabi yang jauh lebih besar kepada umat-Nya.
10 Tradisi Maulud Nabi di Indonesia
Indonesia dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar kedua di dunia setelah Pakistan dan tersebar di wilayah yang sangat luas memiliki banyak sekali tradisi peringatan Maulud Nabi.
Berikut adalah 10 tradisi Maulud Nabi di Indonesia, dari barat hingga timur.
1. Kenduri Molod di Banda Aceh
Ditilik dari durasi penyelenggaaan dan jumlah penyelenggara, boleh dibilang peringatan Maulud Nabi di Aceh, khususnya Kota Banda Aceh, merupakan yang paling meriah di seluruh dunia. Maulid Nabi diperingati dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut, yang terbagi menjadi molod awal, tengah, dan akhir. Acara peringatan diisi dengan kenduri.
Bisa dibayangkan betapa meriahnya suasana jika setiap hari ada yang menyelenggarakan kenduri besar-besaran. Kenduri dapat dilakukan oleh instansi pemerintah, swasta, komunitas hingga individu.
Baca juga: Pasar Malam: Sejarah, Tradisi, dan Contohnya
2. Malamang di Padang Pariaman
Sumatra Barat memiliki beberapa tradisi peringatan Maulud Nabi. Salah satu tradisi yang terkenal adalah Malamang di kalangan suku Minangkabau, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. Malamang adalah tradisi memasak lemang yang dilakukan pada hari pertama dari tiga hari peringatan Maulid Nabi.
Sama seperti tradisi Molod di Aceh, Malamang juga bisa berlangsung hingga 3 bulan. Bedanya, Malamang diselenggarakan oleh dusun atau korong dengan tanggal yang tidak boleh sama dengan dusun lain. Tradisi ini berasal dari perjuangan Syekh Burhanuddin ketika memperkenalkan makanan halal.
3. Maulidan ala Betawi di Jakarta
Suku asli di wilayah DKI, yaitu Betawi, masih menjalankan tradisi memperingati Maulud Nabi yang meriah. Masyarakat diundang menggunakan suara petasan, yang dahulu digunakan untuk menolak bala. Acara diawali dengan pembacaan tawasul, diikuti pembacaan Kitab Barzanji atau Safarul Anam secara bergantian tiap bab. Acara diakhiri dengan makan bersama. Menu yang dihidangkan umumnya nasi kebuli. Namun masyarakat Betawi Kebagusan masih menyediakan nasi berkat untuk dibawa pulang warga.
4. Panjang Mulud di Banten
Tradisi Panjang Mulud di Provinsi Banten diselanggarakan di Kabupaten Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak. Tradisi ini sudah ada sejak zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Masyarakat Banten menganggap Maulid Nabi sebagai hari raya ketiga selain Idulfitri dan Iduladha.
Panjang berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya dekorasi. Tema dekorasi bebas, misalnya pesawat atau masjid. Panjang tersebut diisi dengan uang, baju, mukena, sarung, dan sejenisnya. Nantinya Panjang akan diarak keliling kampung. Setelah itu, isi Panjang akan dihitung dan dibagikan dengan adil.
5. Baayun Maulud di Banjarmasin
Tradisi ini berasal dari ritual Baayun Anak yang diselenggarakan oleh suku Banjar. Setelah Islam masuk, tradisi ini dilaksanakan bertepatan dengan hari lahir Nabi Muhammad saw sehingga namanya menjadi Baayun Mulud. Pada tradisi unik ini, anak-anak usia 0-5 tahun akan diayun dalam buaian diiringi Asyrakal. Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan dari Rasulullah.
Acara ini dilaksanakan di masjid-masjid. Para orang tua yang anak-anaknya diayun bertindak sebagai penyedia perlengkapan. Setelah diayun, anak-anak akan mengikuti acara tepung tawar dengan diiringi Selawat Badar. Sepanjang acara berkumandang syair Maulid Al Habsy, Maulid Ad Diba’i atau Maulid Al Barzanji.
6. Garebeg Maulud Yogyakarta dan Grebeg Maulud Surakarta
Kedua acara ini hampir sama lantaran Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berasal dari Kerajaan Mataram Islam yang dipecah berdasarkan Perjanjian Giyanti tahun 1755. Keduanya diawali dengan penggunaan gamelan (Miyos Gongso) dan diikuti perebutan gunungan setelah didoakan.
Acara ini menjadi atraksi wisata yang sangat populer. Dahulu Garebeg atau Grebeg disertai dengan Pasar Malam Sekaten. Namun penyelenggaraan Pasar Malam Sekaten di Yogyakarta kini sudah tidak diadakan lagi, hanya tinggal upacaranya dan garebeg gunungan saja.
7. Mulot Aghung di Madura
Maulud Nabi di Madura diperingati selama sebulan penuh dengan pembacaan selawat Nabi, antara lain Diba’i, Barzanji, Simthud Durar, dan sebagainya. Acara tersebut dilaksanakan secara bergantian dari rumah ke rumah. Puncak peringatan atau Mulot Aghung diselenggarakan di masjid-masjid pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Acara diakhiri dengan berebut buah-buahan, uang, dan wangi-wangian yang dihidangkan karena masyarakat percaya bahwa semua yang telah didoakan mengandung keberkahan. Karena banyaknya anak-anak yang ikut berebut, peringatan ini sering disebut juga sebagai Lebaran anak-anak.
8. Maudu Lompoa di Takalar
Perayaan Maulid Nabi paling meriah di Sulawesi Selatan adalah Maudu Lompoa di Kabupaten Takalar. Tradisi yang dilakukan adalah prosesi julung-julung di Sungai Cikoang. Julung-julung tersebut dicat dengan warna-warna terang dan dihias, lalu diisi dengan bahan makanan pokok dan perlengkapan pribadi sehari-hari, dari baju hingga pasta gigi.
Sementara aneka sesaji diletakkan di bakul-bakul besar dari anyaman daun lontar yang disebut baku maudu. Di akhir acara, isi-isi julung-julung akan dibagikan kepada peserta prosesi.
9. Mulud Care Sasak di Lombok
Salah satu tradisi yang dilakukan pada rangkaian acara peringatan ini adalah ngurisan, yaitu mencukur rambut bayi-bayi yang berusia di bawah 6 bulan di masjid-masjid. Seluruh undangan harus memegang kepala atau mencukur bayi-bayi tersebut. Acara diakhiri dengan tradisi roah maulud atau makan bersama, yang diikuti oleh sanak-saudara, fakir miskin, bahkan masyarakat nonmuslim di sekitar lokasi penyelenggaraan.
10. Cokaiba di Halmahera Tengah
Cokaiba adalah tradisi yang dipelopori oleh tiga bersaudara, yaitu Kapita Mobon (Maba), Sangaji Patani (Patani), dan Kapita Lau Weda (Weda). Maba, Patani, dan Weda dikenal sebagai suku Gamrange yang tergabung dalam Fogogoru. Awalnya mereka membuat tradisi sendiri-sendiri, kemudian disatukan menjadi Cokaiba (Topeng Setan).
Tradisi diawali dengan pembacaan Safaral Anam pada tanggal 10 Rabiul Awal dan diakhiri dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad saw pada tanggal 12 Rabiul Awal. Uniknya, selama tiga hari tersebut ada tradisi memukul orang menggunakan cokaiba pada siang hari. Si pemukul mengenakan topeng agar tidak dikenali.
Baca juga: Rebo Wekasan: Sejarah, Tradisi, dan Mitos yang Menyelimutinya
Kesepuluh tradisi Maulud Nabi di Indonesia di atas menunjukkan bahwa Islam dapat seiring dan sejalan dengan budaya setempat. Nabi Muhammad sendiri ketika menyebarkan Islam di Arab tidak selalu melalui perang, melainkan juga dengan cara tahmil, yaitu Islam menyempurnakan tradisi dan budaya yang sudah ada secara turun temurun dalam masyarakat Arab.