Tujuh puluh sembilan tahun lalu, Rumah Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, merupakan saksi bisu dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Rumah tersebut menjadi lokasi disembunyikannya Soekarno-Hatta usai “diculik” oleh para tokoh pemuda.
Pada Kamis, tanggal 16 Agustus 1945 silam, Soekarno dan Mohammad Hatta diculik oleh golongan pemuda dan dibawa ke sebuah rumah yang menjadi tempat kediaman Djiauw Kie Siong, seorang petani etnis Tionghoa di Dusun Bojong, Rengasdengklok. Mereka yang terlibat penculikan yakni Soekarni, Wikana, Chaerul Saleh dan lainnnya.
Penculikan dan kemudian menyembunyikan Soekarno-Hatta, ketika itu agar terhindar dari pengaruh Jepang. Dasar penculikan merupakan sikap dari tokoh pemuda yang berkaitan kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua. Mereka ingin memanfaatkan momentum kekalahan Jepang.
Penculikan Soekarno-Hatta dilakukan agar keduanya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam catatan sejarah, Soekarno – Hatta diculik dari Jakarta tanggal 15 Agustus 1945 Shubuh dan sampaai di rumah Rengasdengklok sore hari, kemudian keduanya menginap 1 malam.
Di rumah yang kini menjadi situs cagar budaya ini Soekarno-Hatta sempat rapat untuk membuat konsep teks proklamasi untuk kemerdekaan. Keesokan harinya pada tanggal 16 Agustus 1945 malam sebelum Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta, bendera Merah Putih sudah banyak yang berkibar.
Sedangkan pada sore hari Soekarno-Hatta dijemput oleh Jusuf Kunto dan Achmad Soebarjo untuk kembali ke Jakarta. Akhirnya mereka pada 17 Agustus 1945 Shubuh sampai di Jakarta. Naskah proklamasi juga sudah diketik oleh Sayuti Melik.
Singkat cerita, esok harinya, tepat pada pukul 10.00 WIB, Indonesia menyatakan merdeka dari penjajahan. Soekarno yang didampingi Mohammad Hatta membacakan teks proklamasi di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.
Meski naskah proklamasi dibacakan di Jakarta, namun rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok akan selamanya menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia. Rumah yang lekat dengan etnis Tionghoa itu pun menjadi saksi bahwa etnis Tionghoa ikut berkontribusi dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Kini, meski kelihatan sederhana rumah yang dibangun sejak 1920 tersebut hampir 95% bangunannya masih asli, tetap dipertahankan. Seperti kayu jati buat dinding rumah, tiang, hingga langit-langit dari anyaman bambu dan juga genting dan lainnya. Begitu juga perabotan juga masih bertahan hingga sekarang saat Indonesia merayakan 79 tahun kemerdekaannya. *