Melihat Tren Industri Logistik di Tanah Air

Harborkir JNE digelar selama dua hari mulai 26-27 November 2021.

Tak bisa dipungkiri, kebutuhan jasa logistik di Indonesia bahkan dunia, semakin hari semakin berkembangan. Keberadaannya yang sudah cukup lama, memposisi industri pos sebagai salah satu kebutuhan yang tak kalah vital, baik untuk individu sampai sebuah kelompok layaknya perusahaan.

Bahkan secara perkembangan, setiap tahun makin meningkat seiring dengan banyak kebutuhan dari masyarakat yang membutuhkan dan memanfatkan jasa logistik. Hal tersebut yang sangat dirasakan oleh JNE.

Menurut Trian Yuserma, Sekretaris Jenderal Asperindo yang juga merupakan Corporate Planning PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), pada dasarnya industri logistik cukup luas cakupannya. Sementara untuk pengertian secara umum adalah bagaimana aliran barang dan dokumen lancar di seluruh Indonesia dan dunia secara umum.

BACA JUGA : Jadi Pusat Logistik, Menhub Dorong Persiapan Bandara Kertajati

tantangan sektor logistik tak lagi infrastruktur
ilustrasi logistik

“Logistik JNE adalah yang berada di bawah Kominfo yang bersifat end to end service dengan kantor yang harus buka selama 24 jam, dan tak boleh ada sejengkal tanah tidak bisa di-delivery oleh penyelenggar pos yang di bawah Kominfo. Artinya, di mana ada tanah yang ada penduduknya, idealnya penyelenggara logistik harus bisa mengirimkan setiap hari termasuk JNE,” ujar Trian.

Dari sisi perkembangan, Trian mengatakan semua pihak, baik industri, masyarakat, sampai pemerintah sekarang ini terfokus pada masalah pandemi yang belum tuntas. Hal ini juga yang jadi perhatian bagi semua penyelenggara logistik.

Pasalnya, dengan kondisi pandemi, meski kegiatan pos masih berjalan karena mendapat izin, tapi aktivitasnya tak berlangsung seperti saat normal. Contoh, adanya pembatasan yang berefek hambatan proses logistik terganggu dengan imbas ke biaya operasional yang meningkat.

Selain itu, Trian menjelaskan, dengan adanya pembatasan-pembatasan membuat daya beli masyarakat menjadi turun. Karena bila daya beli turun, otomatis mempengaruhi sampai ke sektor logistik.

Sejumlah kendaraan truk angkutan barang melaju di tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019). PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengusulkan pembatasan angkutan barang di Jalan Tol Layang (Elevated) Jakarta-CIkampek pada masa angkutan Natal dan tahun baru 2020 untuk menekan kepadatan intesitas pengguna jalan tol. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/pras.

“Itu kondisi dan situasi secara umum. Intinya kami tetap prihatin pada kondisi saat ini dan JNE berharap ini bisa cepat berakhir agar kembali normal,” katanya.

Kedua, menurut Trian sebelum pandemi muncul banyak pelaku logistik menyebut saat ini adalah eranya e-commerce. Namun sebelum itu hadir, sejak dulu penyelenggar pos atau logistik di samping memiliki tujuan individual dan pembangunan, juga untuk kepentingan perdagangan.

BACA JUGA : Cara Cek Tagihan dan Bayar Listrik PLN di Awal Bulan dari Gengaman

Sejak kehadiran e-commerce, akhirnya perdagangan pun makin menjadi-jadi alias masif. Dengan demikian, pada era e-commerce jumlah volume pengiriman perdagangan meningkat. JNE yang sudah memiliki jaringan nasional cukup luas, menerima angin segar dengan masuknya era e-commerce.

Apalagi sejak pandemi hadir, juga telah terjadi pergeseran dari pola pengiriman. Bila dulu banyak antarkota, sekarang banyak kiriman dalam kota yang meningkat drastis, lantaran adanya perpindahan pola belanja dari konvensional ke online.

“Ini menjadi tren yang kedua, karena sekarang orang beli tempe saja via online. Perdaganan makin masif semenjak ditambah “e” (dari commerce). Kalau dulu lewat telepon, surat, mail order, sekarang ditambah “e” jadi tak berjarak sehingga lalu lintas transaksi pengiriman makin luas, tak hanya nasional tapi global,” kata Trian.

Tapi selain tren yang terjadi, ada hambatan juga yang dialami sektor logistik di Tanah Air. Menurut Trian, saat ini industri logistik memiliki masalah dalam melihat besaran kue atau porsi market size-nya.

Kurir JNE tengah mengantarkan paket di Desa Rammang-Rammang, Kabupaten Maros, Selasa (8/12/2020). Foto: SINDOnews/Muchtamir Zaide

Pasalnya, sampai saat ini tidak ada data atau record yang sifatnya mandatori dengan mengharuskan seluruh perusahaan jasa pos harus melaporkan dan mencatat atau data base terkait transaksi. Karena itu, sulit untuk melihat besaran porsi, ditambah sudah banyak perusahaan logistik yang bermunculan saat ini.

BACA JUGA : Cangcomak, Kacang Bikinan Rumahan yang Punya Omset Puluhan Juta

Selain itu, tren yang berkembang juga terkait konsumen, baik individu atau korporasi seperti pemerintah dan perusahasn lainnya. Termasuk seller seperti UKM itu juga berkembang dan memiliki segmen masif tersendiri.

Exit mobile version