JNEWS – Pesona Menara Kudus tak pernah lekang oleh waktu. Arsitektur bangunan ini terlihat indah dan masih berdiri megah selama berabad-abad. Dari bagian atas menara terdapat beduk dan atap terbuat dari kayu. Lalu, di atas atap ada tulisan berlafal Allah. Keindahan bangunan menara ini ditambah dengan jam besar yang diletakkan di bagian depan.
Menara Kudus merupakan simbol akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan Islam. Hal ini bisa dilihat dari desain bangunannya yang tergolong unik karena berbentuk candi. Tumpukan batu merah yang sudah ada sejak berabad lalu masih tampak terawat dengan baik. Konon, batu-batu tersebut disusun hanya dengan digosok-gosok hingga menjadi menara.
Tak hanya itu saja, menara tersebut menjadi bukti autentik penyebaran Islam oleh Sunan Kudus di tanah Jawa.
Menilik Sejarah Menara Kudus
Menilik perjalanan penyebaran agama Islam di Jawa oleh para Wali Songo, salah satu cara yang digunakan adalah dengan memadukan seni budaya dengan ajaran Islam. Cara tersebut dilakukan karena sebelum Islam masuk, di tanah Jawa telah berkembang agama Buddha, Hindu serta kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Di abad ke-14 hingga 18, ada sembilan penyebar agama Islam yang termasyhur di seluruh tanah Jawa, mereka dikenal dengan sebutan Wali Songo. Sembilan wali tinggal di daerah sekitar pantai utara Jawa. Salah satu Wali Songo adalah Sunan Kudus.
Sunan Kudus memiliki nama asli Ja’far Shadiq. Beliau lahir di Al-Quds, Palestina pada tahun 1500 M. Dalam perjalanan hidupnya, beliau pernah menjadi senopati di Kesultanan Demak. Menjalankan misi penyebaran Islam, Sunan Kudus terkenal tegas dalam menegakkan syariat Islam. Menariknya, strategi dakwah beliau adalah dengan mendekati masyarakat melalui kebutuhan mereka seperti mengajarkan alat pertukangan, membuat keris, kerajinan emas, dan budaya.
Agar masyarakat setempat bisa menerima kehadiran Islam dengan baik, maka didirikanlah masjid dengan perpaduan budaya Hindu-Jawa dengan Islam. Berdasarkan prasasti yang terletak di atas mihrab, masjid ini berangka tahun 956 H atau 1549 M. Bisa disimpulkan masjid ini berdiri di tahun tersebut.
Masjid yang didirikan oleh Sunan Kudus ini bernama Al-Quds. Kata ini merujuk ke salah satu kota suci di Palestina yang bernama Al-Quds yang juga merupakan tanah kelahirannya. Kemudian, nama Al-Quds diucapkan menjadi Kudus sebagai bentuk kerinduan akan tempat kelahirannya tersebut.
Baca juga: Karimun Jawa: Daya Tarik dan Waktu Paling Baik untuk Mengunjunginya
Arsitektur Unik dari Menara Kudus
Masjid Menara Kudus dibangun di atas tanah seluas 5.000 meter persegi serta dikelilingi oleh tembok pembatas yang memisahkannya dengan area perkampungan setempat.
Masjid Menara Kudus ini memiliki lima pintu sebelah kanan, dan lima pintu sebelah kiri. Jendelanya total ada empat. Selain itu ada tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu jati ada 8 buah. Untuk pintu gerbang dari masjid ini mirip Candi Bentar. Sedangkan dua daun pintu dibuat kembar sebagai bentuk totalitas tradisi seni kori agung atau paduraksa.
Jika dilihat, gaya arsitektur dari Masjid Menara Kudus mengusung corak seni Hindu dengan bentuk atap seperti tumpang bersusun tiga. Untuk bangunan menara masjid serupa Candi Jago yang merupakan peninggalan Raja Singasari Wisnuwardhana.
Kendati arsitektur bangunan bercorak Hindu, tetapi ornamen masjid kental dengan unsur Arab dan Islam. Ornamen unsur Arab dan Islam bisa ditemukan di padasan atau bak air yang ada di samping masjid. Padasan terbuat dari bata merah, di bagian bawah ada ornamen pola anyam simpul (arabesque) yang menggunakan batu putih. Ornamen simpul tersebut mengisi panil-panil di bagian dinding padasan berjumlah 18 buah.
Menariknya, ornamen simpul tersebut bisa ditemukan juga di Masjid Mantingan Jepara dan Masjid Agung Demak.
Pada masjid umumnya, desain menara seperti tugu. Namun, berbeda dengan menara ini. Seperti yang telah dijelaskan di atas, desain menara ini seperti bangunan candi dan terbuat dari bata merah dengan tinggi 18 meter serta luas 100 meter persegi.
Untuk bagian menara terdiri dari tiga bagian yakni kepala, badan dan kaki. Untuk bagian kepala menara ada bedug yang berfungsi sebagai penanda waktu salat. Bagian badan, ada relung kosong. Sedangkan bagian kaki terdapat motif khas budaya Hindu.
Kompleks Menara Kudus Menjadi Wisata Religi yang Mengungkap Akulturasi Budaya
Dalam perkembangannya, Masjid Menara Kudus telah mengalami beberapa kali renovasi. Selain daya tarik menaranya, di kompleks masjid ini ada kuburan Sunan Kudus dan keluarga. Tidak mengherankan banyak masyarakat yang datang untuk berziarah.
Ada sebuah gerbang yang menjadi jalan masuk jamaah menuju masjid sekaligus ke pemakanan bernama “Gapura Bentar”. Pintu masuk makan ada di samping kanan masjid. Menelusuri jalan kecil, pengunjung akan memasuki area yang di dalamnya ada pondokan-pondokan. Di tengah pondokan tersebut ada bangunan besar yang konon menjadi tempat pertemuan para Wali Songo.
Di bagian utara kompleks ini ada pintu kecil menuju kompleks makam Sunan Kudus. Memasuki kompleks tersebut, ada beberapa blok dan tiap blok memiliki hubungan kekerabatan dengan Kanjeng Sunan. Seperti blok putra dan putri, blok panglima perang, dan paling besar adalah blok makam Sunan Kudus.
Yang unik dari kompleks makam ini adalah pintu penghubung antar blok berbentuk gapura candi. Tembok-temboknya terbuat dari bata merah yang disusun berjenjang, ada yang menjorok ke dalam dan ke luar laiknya bangunan candi. Bisa dikatakan, ini adalah kompleks pemakaman Islam tetapi bercorak Hindu.
Hal inilah yang kemudian menjadi magnet para pengunjung mendatangi Masjid Menara Kudus. Wisata religi di tempat ini mengungkap kekayaan akulturasi budaya yang kuat dan bukti penyebaran agama Islam yang masih terjaga hingga saat ini.
Baca juga: Panduan Wisata Religi: Mengunjungi Makam Wali Songo
Berencana untuk wisata religi ke tempat ini, lokasinya ada di Jalan Menara, Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Kurang lebih jaraknya 1,5 kilometer dari pusat Kota Kudus. Untuk jam buka mulai selepas salat Subuh hingga pukul 22.00 WIB.
Menara Kudus tidak hanya sekadar bangunan bersejarah saja, tetapi juga simbol penting bagi penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sebagai destinasi wisata religi, tempat ini menawarkan pengalaman yang mendalam baik dari segi sejarah, keindahan arsitektur, maupun nilai-nilai spiritual.