Upaya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk membina industri kecil dan menengah (IKM) terus digenjot. Salah satu dengan One Village One Product atau OVOP.
Metode pembinaan ini diklaim memiliki semangat untuk mengangkat potensi daerah yang punya kearifan lokal sehingga menghasilkan produk dengan daya saing serta bisa diterima pasar nasional dan global.
OVOP sendiri pertama kali diperkenalkan di Prefektur Oita Jepang pada 1979 oleh Dr. Morihiko Hiramatsu. Upaya ini didasarkan dengan spirit untuk mendorong masyarakat suatu daerah agar menghasilkan produk yang kompetitif dengan nilai tambah tinggi dan mampu bersaing di tingkat global, namun tetap memiliki ciri khas keunikan dan karakteristik daerah tersebut.
Pendekatan OVOP ini juga mengoptimalkan sumber daya lokal, artinya pemanfaatan poduksi dan produk juga menggunakan atau bersumber dari daya alam maupun sumber daya manusianya.
BACA JUGA : Dengan OVOP, Kemenperin Siap Bina Sentra IKM Daerah Go Global
“Pembinaan IKM di sentra melalui OVOP memiliki tiga prinsip dasar,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih pada acara Sosialisasi Program Pengembangan IKM di Sentra IKM melalui OVOP, Kamis (15/7).
Prinsip dasar pertama, yakni local yet global. Artinya mengupayakan potensi lokal untuk menghasilkan produk yang berdaya saing global. Kedua, self reliance and creativity, menekankan bahwa kemandirian masyarakat setempat menjadi pendorong utama program OVOP. Ketiga, human resource development, yaitu pengembangan SDM berperan penting terhadap suksesnya program OVOP.
“Konsep OVOP diperkenalkan dan diadopsi di Indonesia sejak tahun 2007, dan mulai tahun 2013 Kementerian Perindustrian memberikan Penghargaan OVOP kepada IKM yang memenuhi kriteria OVOP dalam bentuk pemberian bintang sesuai dengan hasil penilaiannya pada lima kelompok komoditi, yaitu makanan dan minuman, kain tenun, kain batik, anyaman, serta gerabah,” papar Gati.
Penghargaan terakhir diselenggarakan pada tahun 2018. Saat itu, ditetapkan sebanyak 112 IKM, dengan empat IKM yang meraih OVOP bintang 5, yaitu PT. Tama Cokelat Indonesia (komoditi makanan dan minuman dengan produk cokelat dodol), Tenun Antik Hj. Fatimah Sayuthi (komoditi kain tenun), Batik Winotosastro (komoditi kain batik), dan UD. Mawar Art Shop (komoditi anyaman dengan produk anyaman ketak).
“Untuk tahun depan, kami menargetkan setidaknya dari 534 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dapat mengusulkan paling sedikit 1 IKM yang merupakan penghela di Sentra IKM unggulan daerahnya,” ujar Dirjen IKMA.
Konsep OVOP diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengembangan IKM di Sentra IKM melalui OVOP. Melalui Permenperin ini, peran Pemerintah Kabupaten/Kota lebih aktif terlibat sebagai pengusul IKM OVOP, sementara Pemerintah Provinsi dilibatkan sebagai bagian dari Tim Seleksi. Pengusulan IKM OVOP ini dilakukan secara daring melalui aplikasi berbasis web yang dapat diakses di www.ovop.kemenperin.go.id.
BACA JUGA : UMK Mau Masuk Marketplace, Ini Wanti-wanti dari Pertamina
“Menilik kekayaan ragam hayati dan budaya di Indonesia, perlu lebih ditingkatkan lagi pendekatan OVOP ini agar bisa menghasilkan IKM yang berdaya saing global dengan kearifan lokal,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Ditjen IKMA Kemenperin menggelar kegiatan Sosialisasi Program OVOP, yang diharapkan dapat membangkitkan kembali gairah usaha bagi para pelaku IKM di tengah kondisi pandemi saat ini.