JNEWS – Ini adalah pertengahan bulan Oktober. Siang itu sepucuk surat undangan via email aku terima untuk menghadap ke kantor Human Capital di Tomang: Tanggal 30 Oktober 2025 adalah hari kerja terakhirku di JNE. Tanganku gemetar, tak terasa air mata menitik di kedua pipiku yang banyak dihiasi kerutan. Maklum usia tak muda lagi, 35 tahun sudah aku mengabdi di perusahaan ini, dan tanggal 30 Oktober nanti aku harus pamit untuk memasuki masa pensiun. Ah, waktu seperti berlalu begitu cepat.
Aku pun keluar ruangan. Di pojokan bangunan Megahub yang megah dengan mesin sortir otomatis raksasa, aku tatap deretan paket yang terus berputar dipilah-pilah oleh mesin otomatis itu. Desing suara mesin sortir mengingatkanku pada 35 tahun silam, saat pertama kali diterima kerja di JNE yang kala itu karyawannya baru 8 orang.
Ya, namaku I Putu Sartika. Salah satu saksi hidup bagaimana JNE dirintis dari ruangan kecil di Gedung Gelael, Slipi 35 tahun silam dan kini sudah menjelma menjadi perusahaan besar dengan puluhan ribu karyawan yang tersebar di seluruh Tanah Air.
Setahun sebelum bergabung di JNE, tepatnya di tahun 1989, karena minimnya kesempatan bekerja di kampung halaman di Buleleng, Bali sana aku putuskan merantau ke Jakarta. Orang tuaku yang hanya petani kecil hidupnya pas-pasan. Sebagai anak laki-laki aku harus pergi, mengadu nasib ke Ibu Kota.
Setibanya di Jakarta apa pun aku kerjakan demi bisa menyambung hidup. Termasuk menjadi kernet angkot warna biru jurusan Cililitan-Cisalak. Setahun kerja serabutan, akhirnya di tahun 1990 saat JNE berdiri, aku bersyukur bisa diterima kerja di JNE sebagai office boy (OB).
Seumur-umur aku baru tahu bagaimana rasanya mendengar bunyi dering telepon kantor dan mengangkat gagangnya yang kadang terbalik. Ah, pengalaman yang tak terlupakan menjadi pegawai kantoran. Karena masih bujang, sering kali waktu itu aku menginap di kantor. Walau posisi OB aku begitu bangga, senang dan bersyukur, terlebih karyawan lain termasuk para pimpinan waktu itu penuh kekeluargaan.
Waktu pun terus berputar. Oleh bagian HRD, seiring mulai banyak karyawan yang direkrut oleh JNE, aku pun diberi kartu tanda pengenal karyawan (ID Card) berkode “CGK 001”. Entahlah kenapa diberi kode 001, mungkin karena aku adalah salah satu karyawan angkatan pertama saat JNE baru berdiri.
Tentu saja, beribu kenangan dan kesan telah membekas dan kusaksikan selama bekerja di JNE ini. Beberapa posisi jabatan juga pernah aku emban dan jalani penuh tanggung jawab. Dulu semuanya masih manual, sekarang proses kerja di JNE sudah modern mengikuti perkembangan zaman. Rasanya luar biasa melihat perubahan sebesar ini di JNE.
Baca juga: Pecah Telur, Karyawan Angkatan Pertama JNE di Tanah Papua Berangkat Umrah
Dari bekerja di JNE aku telah menemukan jalan hidup. Bisa membangun rumah tangga dan menyekolahkan anak-anakku hingga mereka bisa mandiri. Aku bersyukur, salah satu anakku kini juga sudah bekerja di JNE. Aku selalu memberi support dan semangat agar anakku bekerja penuh loyalitas dan dedikasi di JNE.
Kini aku harus pamit undur diri, sudah harus pensiun dan mengembalikan ID Card yang telah banyak mengubah hidupku. Berat rasanya kaki ini harus meninggalkan tempat yang telah memberiku banyak kesempatan dalam 35 tahun terakhir ini. Namun, di sisi lain aku bangga bisa sampai di titik ini, mengabdi 35 tahun.
Pada kesempatan ini aku mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak-Bapak Direksi JNE dan juga segenap pimpinan lainnya yang selama ini telah memberi kesempatan dan kepercayaan. Terima kasih juga untuk rekan-rekan kerja atas kerja sama, canda dan kebersamaan yang tidak akan pernah aku lupakan. Selamat tinggal JNE, semoga jaya selamanya, salam terakhirku dari Ksatria CGK 001.*