Mengunjungi Candi Dieng untuk Menelusuri Jejak Kejayaan Hindu di Dataran Tinggi

JNEWS – Setiap hari libur nasional, jalanan menuju kawasan Dieng yang merupakan lokasi Candi Dieng, selalu dikabarkan padat merayap hingga tidak bergerak. Candi ini berada di tengah-tengah destinasi wisata unggulan Jawa Tengah, berpadu dengan wisata alam dan agrowisata. Candi ini merupakan peninggalan Hindu yang terbuka untuk umum.

Dalam bukunya yang berjudul The History of Java (1817), Raffles menggambarkan bahwa kondisi candi pada saat itu sudah terbengkalai dan tidak digunakan untuk ibadah. Banyak bagian candi yang diambil oleh pemerintah kolonial Belanda untuk dijual di pasar internasional dan sebagian lagi diambil warga untuk hiasan rumah. Raffles, seperti masyarakat zaman sekarang, mempertanyakan tentang apa yang terjadi pada Candi Dieng selama itu.

Sejarah Pembangunan Candi Dieng

Candi Arjuna di Kompleks Candi Dieng: Warisan Budaya Hindu di Jawa Tengah

Candi Dieng berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut dengan panjang 1 kilometer (utara – selatan) dan lebar 0,8 kilometer (timur-barat) di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.

Para ahli memperkirakan bahwa pembangunan candi ini berdasarkan perintah raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad ke-8 dan ke-9. Candi-candi di kompleks Dieng tidak dibangun dalam tahun yang sama, melainkan secara bertahap dalam kurun waktu tahun 750 hingga 850.

Teori yang sering digunakan untuk memahami tahapan pembangunan candi ini adalah pendapat E.B. Vogler yang dikutip dari buku Candi Indonesia Seri Jawa, terbitan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2013. Berikut kronologi pembangunan Candi Dieng tersebut.

1. Seni Bangunan Jawa Tengah Kuno

Bangunan-bangunan pada masa ini sudah hilang tak bersisa karena menggunakan bahan yang mudah rusak.

2. Seni Bangunan Masa Sanjaya (Pertengahan Abad ke-8 hingga Pertengahan Abad ke-9)

Bangunan-bangunan pada masa ini juga sudah hilang, tetapi Vogler menyebutkan bahwa bangunan pada masa ini mengacu pada seni bangunan Pallawa di India Selatan, yang disebut Seni Bangunan Dieng Kuno.

3. Seni Bangunan Śailendra (Pertengahan Abad ke-8 hingga Pertengahan Abad ke-9)

Bangunan yang ada merupakan perpaduan antara Seni Bangunan Dieng Kuno dan India Utara, yang terbagi menjadi 2 aliran, yaitu:

  1. Seni Bangunan Dieng Baru: Bangunan-bangunan yang meneruskan konsep Seni Bangunan Dieng Baru. Contohnya adalah candi-candi di Dieng.
  2. Seni Bangunan Śailendra – Jawa: Bangunan-bangunan yang mengacu pada bangunan-bangunan di India Utara. Contohnya candi-candi di wilayah Kedu Selatan dan Kompleks Candi Prambanan.

4. Seni Bangunan Kesatuan (Pertengahan Abad ke-9 / Tahun 927)

Pada masa ini, Sañjayawamśa telah bersatu dengan Śailendrawamśa melalui perkawinan. Pada masa ini, Vogler masih mempertanyakan apakah ada percampuran gaya seni bangunan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Contohnya, Candi Puntadewa di Dieng.

5. Seni Bangunan Jawa Tengah Akhir

Pada masa ini sudah tidak ada pengaruh seni bangunan Jawa Timur. Contohnya, Candi Sembadra dan Candi Srikandi di Dieng.

Baca juga: Candi Arjuna di Kompleks Candi Dieng: Warisan Budaya Hindu di Jawa Tengah

Penemuan Candi Dieng

Candi-candi ini ditemukan kembali setelah lama terkubur oleh tentara Inggris yang berwisata pada tahun 1814. Mereka melihat candi-candi yang terendam di sebuah danau.

Pada tahun 1815, Raffles menugaskan Kapten Cornelius dan Kapten Baker untuk menelitinya.  Masa pemerintahan Raffles di Indonesia yang singkat (1811-1816) membuat penelitian ini terhenti.

Pada tahun 1856, Van Kinsbergen memimpin pengeringan danau agar candi-candi tersebut dapat diteliti. Pada tahun 1864, pemerintah Belanda mengambil alih pengeringan danau. Sementara Van Kinsbergen tetap melanjutkan pencatatan dan pengambilan gambar.

Pengeringan tidak berjalan dengan mudah lantaran air dari dataran yang lebih tinggi terus mengalir ke candi meski sudah dibuatkan saluran untuk diarahkan ke Telaga Balekambang. Telaga Balekambang merupakan tempat penampungan air yang mengalir dari Gunung Prahu di utara candi. Akhirnya dibuatlah kanal sedalam 12 meter mengelilingi candi untuk membuang air ke arah Jurang Dholog. Kanal ini sebut Gansiran Aswatama atau Saluran Aswatama.

Dari prasasti yang ditemukan, tidak ada yang menggambarkan atau menjelaskan tentang bagaimana dan untuk apa candi ini dibangun. Tidak ada keterangan pula tentang penyebab candi-candi ini terendam. Namun prasasti tertua yang ditemukan memiliki rangka tahun 809 dengan tulisan huruf Jawa kuno.

Antara tahun 1953 – 1957 telah dimulai penataan struktur candi agar tertata rapi dan mendekati bentuk aslinya. Sampai sekarang masih banyak reruntuhan candi yang diteliti sehingga ada sebagian candi yang ditutup untuk umum.

Pentingnya Candi Dieng dalam Penyebaran Hindu di Jawa

Candi Dieng penting dalam penyebaran Hindu di Jawa. Dikutip dari laman Inisiatif Global Dharma, lokasi candi yang berada di ketinggaian 2000 meter ini merupakan petunjuk bahwa kemungkinan besar fungsi candi ini adalah untuk tempat pemujaan terhadap Trimurti, yaitu Dewa Brahma (pencipta), Dewa Wisnu (pemelihara) dan Dewa Siwa (penghancur), yang merupakan tiga dewa utama dalam agama Hindu. Sedangkan aliran candi ini diperkirakan aliran Siwa karena memiliki bentuk catur muka atau memiliki empat sisi.

Ada dugaan bahwa candi-candi di Dieng dibangun oleh para orang-orang Jawa sepulang dari belajar di India, tepatnya di Nalanda dan Nagapatnam. Mereka membuat replika kuil-kuil di India, antara lain Kuil Tujuh Pagoda (Ratha) atau Shore Temple di Mamallapuram untuk dibangun di Dieng.

Pada masa itu, Candi Dieng digunakan sebagai pusat ibadah dan para penganut agama Hindu. Selain beribadah, mereka menimba ilmu dari pada pendeta Hindu yang sudah kembali dari India. Kemudian ilmu-ilmu tersebut disebarkan kepada orang-orang di sekitar mereka.

Nama-Nama Candi di Kompleks Candi Dieng

Candi di Dieng ini terdiri dari 4 kelompok yang terdiri dari 3 kompleks candi dan satu candi tunggal. Nama-nama yang diberikan kepada candi-candi tersebut jelas bukan nama India sebagai asal agama Hindu karena budaya India tidak mengenal Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong).

Berikut adalah nama-nama candi di Dieng tersebut.

1. Candi Bima

Candi paling besar ini menyendiri di atas bukit.

2. Kelompok Candi Arjuna

Kelompok ini paling terkenal sebagai objek wisata karena semua candinya terlihat utuh. Anggota kelompok ini adalah Candi Arjuna, Srikandi, Sembadra, Puntadewa, dan Semar.

3. Kelompok Candi Gatutkaca

Kelompok ini disebut Candi Gatutkaca karena hanya Candi Gatutkaca yang terlihat utuh. Kompleks ini terdiri dari Candi Gatutkaca, Setyaki, Nakula, Sadewa, Petruk, dan Gareng.

4. Kelompok Candi Dwarawati

Di kelompok ini juga hanya Candi Dwarawati yang terbilang utuh. Candi-candi yang ada di sini adalah Candi Dwarawati, Abiyasa, Pandu, dan Margasari.

Baca juga: Candi-Candi di Indonesia yang Belum Banyak Dikenal dan Sejarahnya

Cikal-bakal bangsa Indonesia adalah masyarakat yang religius sehingga agama memiliki peran penting pada perkembangan bangsa ini. Candi Dieng merupakan salah satu buktinya. Candi ini merupakan sumber penelitian dan sumber belajar untuk memahami perjalanan sejarah Indonesia yang harus dilestarikan.

Exit mobile version