JNEWS – Setiap kali bulan Muharram datang, terutama di malam 1 Suro, suasana di beberapa daerah terasa berbeda. Banyak orang masih menjaga jarak dengan hal-hal yang dianggap bisa mengganggu ketenangan malam itu. Bukan tanpa alasan, ada banyak mitos 1 Suro yang masih dipercaya sampai sekarang. Sebagian mungkin terdengar mistis, sebagian lagi dianggap sebagai bentuk kehati-hatian dan penghormatan terhadap budaya lama.
Mitos 1 Suro yang Masih Ada dari Dulu hingga Sekarang
Di balik keheningan malam Suro, ada banyak cerita yang turun-temurun diceritakan. Entah percaya atau tidak, semua itu jadi bagian dari tradisi yang terus hidup dalam ingatan masyarakat. Dan menariknya, banyak di antara mitos 1 Suro ini masih dijalankan tanpa banyak pertanyaan.
1. Tidak Boleh Menggelar Hajatan Besar
Bulan Suro sering dihindari untuk acara besar seperti pernikahan atau khitanan. Banyak yang percaya, hajatan di bulan ini bisa membawa sial dalam rumah tangga atau kehidupan anak. Bukan karena bulan ini jelek, tapi dianggap waktu sakral untuk menenangkan diri.
Dalam budaya Jawa, Suro itu waktunya menata batin, bukan bikin pesta. Suasana hening dan penuh tirakat dianggap tidak cocok disandingkan dengan tawa dan keramaian. Ada juga anggapan kalau menikah di bulan Suro, rumah tangga jadi lebih banyak cobaan.
Meski tidak semua percaya, mitos ini masih cukup kuat dipegang sebagian orang tua. Karena itu, banyak calon pengantin lebih memilih mundur ke bulan berikutnya.
2. Malam Berkeliarannya Makhluk Halus
Malam 1 Suro dipercaya sebagai saat di mana dunia manusia dan dunia gaib bersisian sangat dekat. Banyak yang bilang, makhluk halus lebih bebas berkeliaran pada malam ini.
Salah satu mitos 1 Suro yang masih diyakini adalah keyakinan bahwa malam itu jadi waktu favorit bagi makhluk tak kasatmata untuk menampakkan diri. Bukan cuma itu, suasananya juga dianggap lebih sunyi dan “berat”. Energi alam yang berbeda membuat banyak orang jadi lebih waspada. Ada yang merasa merinding tanpa alasan atau tiba-tiba lemas padahal sehat.
Karena itulah, malam ini sering dijauhi untuk aktivitas yang tak perlu. Mereka yang peka biasanya memilih di rumah saja dan menutup pintu rapat-rapat. Beberapa tempat keramat bahkan lebih ramai dikunjungi untuk tirakat karena dianggap “gerbangnya” sedang terbuka.
Baca juga: Rebo Wekasan: Sejarah, Tradisi, dan Mitos yang Menyelimutinya
3. Dilarang Keluar Rumah Terlalu Malam
Keluar malam di 1 Suro sering dianggap berisiko. Katanya, banyak energi tak terlihat yang bisa mengganggu kalau tidak hati-hati. Apalagi kalau sendirian, suasana sunyi bisa bikin orang mudah terdistraksi.
Dalam mitos Jawa, orang yang keluar malam bisa “ketempelan” atau dibawa makhluk gaib tanpa sadar. Kadang tubuh terasa berat, atau pikiran jadi kacau sepulang dari luar. Itu sebabnya, sebagian besar orang tua selalu mengingatkan anak-anak untuk diam di rumah.
Tak sedikit juga yang memilih mengunci diri di kamar sambil berdoa. Mereka percaya, malam ini bukan waktunya berkeliaran tanpa tujuan.
4. Tapa Bisu dan Tirakat
Di beberapa daerah, seperti yang dilakukan oleh warga di Yogyakarta, malam 1 Suro dirayakan dengan cara yang khidmat. Salah satunya dengan tapa bisu mubeng beteng, yakni ritual puasa bicara yang dilakukan semalaman yang dilakukan sembari berjalan mengitari benteng Keraton.
Ini jadi bagian dari mitos 1 Suro yang masih dipegang erat, terutama oleh kalangan yang menjunjung tinggi adat dan tradisi. Tujuannya untuk menenangkan pikiran dan membersihkan batin dari hal-hal negatif.
Tirakat ini bukan sekadar tradisi, tapi juga bentuk penghormatan pada waktu yang dianggap sakral. Sepanjang malam, mereka juga tidak makan, minum, atau tertawa. Semua dilakukan dengan penuh kesadaran dan pengendalian diri. Harapannya, setelah malam itu, hidup bisa lebih tenang dan seimbang.
5. Air Sirih sebagai Penolak Bala
Air sirih yang disiapkan di malam 1 Suro dipercaya punya kekuatan khusus. Biasanya diambil dari tujuh daun sirih, lalu dibacakan doa-doa atau mantra tertentu. Setelah itu disimpan dalam botol untuk digunakan sewaktu-waktu. Ada yang menyiramkannya ke halaman rumah sebagai perlindungan. Ada juga yang menyimpannya sebagai penolak gangguan gaib.
Dalam kepercayaan lama, sirih memang dianggap punya energi pembersih dan pelindung. Di malam sakral seperti ini, kekuatannya dipercaya lebih kuat dari biasanya. Meskipun secara medis tidak terbukti, banyak orang masih melestarakan kebiasaan ini sebagai bagian dari tradisi.
6. Tidak Boleh Menyembelih Hewan
Menyembelih hewan di malam 1 Suro dianggap sebagai pantangan oleh sebagian orang. Salah satu mitos 1 Suro yang masih dipercaya menyebutkan bahwa darah yang mengalir pada malam itu bisa membawa sial atau menarik energi negatif. Karena itu, tukang jagal biasanya tidak bekerja di malam 1 Suro.
Mitos ini lahir dari kepercayaan bahwa darah adalah simbol kehidupan, dan malam Suro bukan waktu yang tepat untuk menumpahkannya. Sebaliknya, malam ini sebaiknya digunakan untuk menenangkan diri dan menjaga keharmonisan dengan alam. Banyak peternak juga memilih menunda kegiatan yang melibatkan penyembelihan.
7. Tidak Boleh Memulai Pekerjaan Baru
Bulan Suro dianggap bukan waktu yang baik untuk memulai hal besar, termasuk pekerjaan baru. Banyak yang percaya, kalau nekat mulai kerja atau buka usaha saat ini, jalan ke depannya bisa seret. Bukan karena bulan ini buruk, tapi lagi-lagi karena secara budaya dianggap waktu menepi dan refleksi.
Memulai sesuatu justru berlawanan dengan makna bulan Suro. Orang-orang tua biasanya menyarankan menunggu sampai bulan berikutnya. Mereka percaya, waktu memulai itu penting, dan Suro bukan waktunya menabur benih. Meskipun hanya mitos, banyak yang masih memilih menundanya, sekadar untuk rasa tenang dan menghormati adat.
Baca juga: Candi Cetho: Sejarah, Misteri, Makna, dan Panduan Wisata
Mitos 1 Suro memang sudah jadi bagian dari budaya yang terus diwariskan turun-temurun. Meski zaman terus berubah, banyak orang masih menjaga tradisi ini dengan penuh rasa hormat.
Setiap daerah punya cara masing-masing dalam memaknainya, tapi intinya tetap sama, yakni mencari ketenangan dan keselamatan. Di balik segala cerita dan kepercayaan yang ada, semua kembali pada pilihan masing-masing.
Bagaimana, apakah pernah menjalani atau percaya pada mitos-mitos seperti di atas?