Model Bisnis Konvensional Jadi Tantangan Sektor Logistik

tantangan sektor logistik tak lagi infrastruktur

ilustrasi logistik

Sektor logistik selalu memiliki tantangan tersendiri dari tahun ke tahun. Organisasi Angkutan Darat (Organda) menyebut bahwa tantangan di sektor logistik tak lagi datang dari infrastruktur, melainkan dari model bisnis yang masih sangat konvensional.

Menurut Ketua Bidang Angkutan Multimoda Organda Ivan Kamadjaja, sebelum era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), infrastruktur memang menjadi kendala dan tantangan untuk sektor logistik. Akan tetapi, infrastruktur kini tak lagi menjadi hambatan, mengingat pemerintah telah membangun infrastruktur di sejumlah wilayah Indonesia dengan baik, mulai dari jalan dan pelabuhan.

Dengan pembangunan infrastruktur yang masif tadi, dikatakan Ivan hal tersebut sangat membantu, walaupun terdapat beberapa kekurangan. “Pembangunan infrastruktur sudah cukup baik. Kendala sektor logistik saat ini adalah model bisnis yang masih sangat konvensional, di mana pergerakan barang antarmoda juga belum ada standarisasi yang baik, sehingga tidak terintegrasi,” ujar Ivan dalam webinar bertajuk ‘Dampak Pandemi Covid-19 dan Perubahan Lanskap Industri Logistik Nasional’ yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia.

Baca Juga: Proyek Jalan Tol Semarang-Demak Ditarget Rampung 2022

Penggunaan sistem hard copy, lanjut Ivan, hingga saat ini masih diterapkan. Konsumen pun masih banyak yang meminta stempel cap basah. Padahal, di era digital seperti saat ini semua dokumen juga bisa diimplementasi dalam bentuk digital, seperti halnya yang dilakukan oleh e-commerce.

Hadirnya startup digital dinilai Ivan telah banyak membantu sektor logistik untuk efisien. Startup tersebut berupaya menghubungkan pemilik barang dengan pemilik truk yang membutuhkan muatan.

Dengan model bisnis yang masih konvensional di sektor logistik, Ivan berharap National Logistic Ecosystem (NLE) dapat menjadi solusi. Dengan adanya NLE, proses bisnis di sektor logistik bisa dilakukan dengan sederhana. Sebagai contoh, dengan model bisnis yang konvensional para importir harus melakukan hampir 17 transaksi layanan untuk bisa memasukan barang.

“Kami harapkan NLE bisa menyatukan beberapa platform mulai dari payment, terminal operation, tracking, warehouse dan lainnya. Kalau kita tidak bisa bersatu kemudian datang pemain asing besar dan mereka jadi leading, makan akan sulit, kita akan mengikuti pemain besar,” ujar Ivan.

Baca Juga: Pemprov Jawa Timur Dukung Pengembangan Kawasan Industri Halal

Sektor Logistik Mulai Pulih

Meski sempat menurun, perekonomian Indonesia berangsur mulai pulih. Hal itu ditandai dengan nilai ekspor September yang naik dibanding bulan sebelumnya. Pemulihan ekonomi ini turut berpengaruh terhadap sektor logistik, dimana logistik merupakan penopang aktivitas ekonomi itu sendiri.

“Indikasi positif pemulihan perekonomian tersebut harus segera disikapi oleh sektor logistik Indonesia, terutama di sektor kepelabuhanan karena sekitar 90 persen perdagangan dunia melalui transportasi laut,” ujar Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi.

Mengacu data BPS, nilai ekspor September mencapai USD 14,01 miliar naik 6,97 persen (bulan ke bulan) dibanding Agustus 2020. Nilai ekspor tertinggi dari industri pengolahan sebesar USD 11,56 miliar. Pada periode itu, ekspor non-migas berkontribusi sebesar 94,98 persen.

Di satu sisi, pada periode itu impor juga naik 7,71 persen mencapai USD 11,57 miliar (bulan ke bulan). Impor bahan baku/penolong sebesar USD 8,32 miliar atau naik 7,23 persen (bulan ke bulan). Impor bahan baku/penolong berkontribusi sebesar 71,87 persen barang modal sebesar 18,45 persen, sedangkan konsumsi sebesar 9,68 persen.

Baca Juga: Tol Laut Berkembang, Rajut Koneksi Berikan Akses Pelaku Usaha Logistik

Exit mobile version