JNEWS – Monumen di Jakarta tidak sekadar menjadi penghias tata kota agar terlihat lebih menarik atau menjadi destinasi wisata. Namun, di balik pembangunan monumen-monumen tersebut, tersimpan sejarah untuk memperingati beberapa kejadian besar yang menjadi bagian perjuangan bangsa.
Kehadiran berbagai monumen di Kota Jakarta sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Bahkan ada yang menjadi monumen ikonik. Pokoknya ke Jakarta tidak boleh melewatkan untuk mengunjungi monumen tersebut.
Lantas apa saja monumen di Jakarta yang memiliki latar sejarah? Berikut ulasannya.
5 Monumen di Jakarta dan Sejarahnya
1. Monumen Nasional (Monas)
Siapa yang tidak kenal dengan Monas? Monumen ini merupakan landmark kota Jakarta kokoh berdiri di Lapangan Merdeka. Monas juga dijadikan sebagai pusat pendidikan dan wisata edukasi bagi yang ingin tahu tentang sejarah Indonesia. Sebagai destinasi wisata edukasi, Monumen Nasional pun dilengkapi Museum Sejarah sebagai ruang arsip dari rangkaian sejarah kemerdekaan Indonesia.
Dikutip dari website Jakarta Tourism, Monumen Nasional merupakan monumen peringatan yang memiliki tinggi 132 meter atau sekitar 433 kaki serta dibangun di area seluas 80 hektare.
Gagasan mendirikan Monas sudah ada sejak tahun 1954. Di masa itu Presiden Soekarno membentuk tim pembangunan yang bernama Tim Yuri. Bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Monumen di Jakarta ini pun perlahan dibuka untuk umum pada 18 Maret 1972. Lalu, diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 Juli 1975.
Bentuk tugu yang menjulang tinggi dengan pelataran cawan luas mendatar adalah representasi dari lingga dan yoni. Dalam ajaran Hindu, penyatuan lingga dan yoni akan menghasilkan kekuatan tertinggi.
Dilandasi dari simbol tersebut, bagian tugu Monas ini pun dilapisi emas murni seberat 50 kg yang bentuknya menyerupai lidah api. Simbol dan penggunaan bahan tersebut menggambarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia yang menyala bagaikan api.
Tujuan didirikan Monumen Nasional adalah untuk mengenang perlawanan serta perjuangan bangsa di masa kemerdekaan tahun 1945. Pembangunan ini pun diharapkan bisa memberikan inspirasi dan membangkitkan jiwa semangat patriotisme bagi para penerus bangsa.
Baca juga: Sejarah Monas dan Filosofi di Balik Desainnya
2. Monumen Selamat Datang (Bundaran HI)
Monumen Selamat Datang berdiri megah di tengah kolam dan berada pas di tengah persimpangan dua jalan utama, yaitu Jalan M.H. Thamrin dan Jalan Sudirman. Monumen ini adalah patung pemuda pemudi yang melambaikan tangan dan menghadap ke utara. Di tangan kiri pemudi terlihat menggenggam buket bunga.
Seperti namanya, tujuan pembuatan monumen ini untuk menyambut para ofisial dan olahragawan yang datang ke Jakarta untuk event Asian Games ke IV tahun 1962. Adapun filosofis yang ingin dicapai dari pembuatan monumen ini ialah keterbukaan bangsa indonesia dalam menyambut para atlet yang datang dari berbagai belahan dunia.
Awal mula pembuatan monumen ini berasal dari ide Presiden Soekarno. Untuk rancangan awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang di masa itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Rancangan monumen ini adalah patung yang terbuat dari perunggu dengan tinggi 7 meter, tinggi vootstuk dudukan 10 meter.
Pelaksanaan pembuatan patung ini dilakukan oleh Tim Pematung Keluarga Arca yang dipimpin oleh Edhi Sunarso di Karangwuni, dibantu oleh Trubus Soedarsono. Pembuatannya memakan waktu sekitar satu tahun. Di tahun 1962, Monumen Selamat Datang diresmikan oleh Presiden Soekarno.
3. Monumen Dirgantara (Pancoran)
Dikutip dari Ensiklopedia Kemdikbud, Monumen Dirgantara dikenal juga sebagai Monumen Patung Dirgantara Pancoran. Monumen di Jakarta ini adalah sebuah patung yang didirikan pada tahun 1965 atas ide dari Presiden Soekarno.
Pembangunan monumen ini sebagai bentuk penghormatan pada Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), Garuda Indonesia Airways, penerbang, dan penggiat di dunia kedirgantaraan Indonesia yang telah turut berperan serta di dalam perjuangan kemerdekaan melawan Belanda.
Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso, sedangkan monumennya secara arsitektural dikerjakan oleh Menteri Pekerjaan Umum, Ir. Sutami. Dalam pembuatannya, bahan yang digunakan adalah perunggu dengan teknik cor.
Ukuran keseluruhan dari patung ini adalah figur 11 meter, tinggi pedestal patung berupa base segi empat dan tiang berbentuk arch 36 meter, tinggi bawah monumen (vootstuk) 27 meter.
Pembangunan patung ini sempat terhenti karena meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Namun, akhirnya patung ini selesai dikerjakan pada akhir tahun 1966.
4. Monumen Pancasila Sakti (Lubang Buaya)
Monumen Pancasila Sakti terletak di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Monumen ini dibangun untuk mengenang jasa dari tujuh perwira militer yang gugur pada peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Monumen di Jakarta ini didirikan pada tahun 1973. Ada patung dan relief dari ketujuh perwira militer. Masing-masing patung berukuran 17 meter membentuk formasi setengah lingkaran. Posisi mulai dari Soetodjo Siswomiharjo, Donald Izacus Pandjaitan, Siswondo Parman, Ahmad Yani, R. Suprapto, MT Harjono dan Pierre Andries Tendean, dilengkapi dengan instalasi burung Garuda di belakangnya.
Selain monumen, di tempat tersebut juga ada diorama peristiwa G30S yang menampilkan adegan penyiksaan para jenderal. Lalu, ada juga museum yang memajang foto-foto saat jenderal yang terbunuh diangkat dari lubang tempat mereka dibuang atau yang dikenal dengan sebutan sumur maut.
Monumen Pancasila Sakti memiliki makna yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Tidak sekadar sebagai tempat mengenang para Pahlawan Revolusi yang gugur, tapi juga sebagai pengingat bahwa pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menjaga keutuhan bangsa.
5. Monumen Tugu Proklamasi
Tugu Proklamasi merupakan monumen yang dibangung sebagai peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini juga berdiri bersama Tugu Petir dan Monumen Pahlawan Proklamator Soekarno-Hatta di Kompleks Taman Proklamasi, Jakarta Pusat. Di dekat Monumen Pahlawan Proklamator, terdapat monumen naskah proklamasi yang terbuat dari marmer hitam.
Pembangunan tugu ini diprakarsai oleh Ikatan Wanita Djakarta dan beberapa tokoh seperti Zus Ratulangi (putri Sam Ratulangi), Nyonya Johanna Masdani, Mien Wiranakusumah, Zubaedah, Nyonya Gerung, dan Maria Ulfa.
Sketsa tugu peringatan tersebut dibuat oleh Kores Siregar, seorang mahasiswa ITB. Pelaksanaan konstruksi dimulai pada Juli 1946. Setelah selesai dibangun, peresmian Tugu Proklamasi sempat ditunda karena keberadaan tentara Belanda dan Sekutu di Jakarta. Akhirnya tugu tersebut diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir pada 17 Agustus 1946.
Setelah itu, Presiden Soekarno ingin mendirikan Tugu Proklamasi baru yang berlokasi di tempat saat dibacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Walaupun diprotes, Tugu Proklamasi dan Gedung Proklamasi dibongkar pada 15 Agustus 1960. Sebagai gantinya, Presiden Soekarno membangun Gedung Pola yang sekarang disebut Gedung Perintis Kemerdekaan. Di tahun 1 Januari 1961, Presiden Soekarno meresmikan pembangunan Tugu Petir.
Setelah Presiden Soekarno lengser, tepatnya pada tahun 1972, atas persetujuan Presiden Soeharto, dibangun kembali Tugu Proklamasi. Pembangunan tugu ini selesai pada 15 Agustus 1972 dan langsung dipasang plakat marmer naskah proklamasi dan peta Indonesia. Tugu Proklamasi kemudian diresmikan pada 17 Agustus 1972 oleh Menteri Penerangan, Budiardjo.
Baca juga: Eksplorasi 5 Patung Surabaya yang Bersejarah dan Lokasinya
Kehadiran monumen di Jakarta menunjukkan sejarah panjang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan serta sebagai simbol keramahan bangsa. Mengunjungi monumen-monumen tersebut, bisa menjadi bagian dari wisata edukasi sekaligus mengenalkan ke anak-anak akan sejarah bangsa.