JNEWS – Bencana alam bisa membawa kerusakan dan kepanikan, itu sudah pasti. Namun, di balik itu, ada juga banyak pelajaran penting yang bisa dipetik. Salah satu tempat yang bisa mengajak kita memahami sisi lain dari bencana adalah Museum Gunung Merapi.
Lokasi museum ini ada di Yogyakarta. Tempat ini cocok buat siapa saja yang pengin tahu lebih banyak soal alam—dengan segala fenomenanya—serta bagaimana manusia hidup berdampingan dengannya.
Sejarah Museum Gunung Merapi
Ide membangun Museum Gunung Merapi muncul karena ada kebutuhan besar saat itu. Orang-orang perlu tahu soal gunung berapi dan bagaimana cara menghadapinya. Gagasan ini sebenarnya sudah mulai dirancang sejak 2005, sebagai bagian dari upaya edukasi dan pengurangan risiko bencana.
Pembangunan museumnya hasil kerja sama antara Kementerian ESDM, Pemerintah Provinsi DIY, dan Pemkab Sleman. Lahan yang dipakai luasnya sekitar 3,5 hektare. Sementara itu, bangunan utamanya berdiri di atas area lebih dari 4.000 meter persegi.
Museum ini diresmikan pada 1 Oktober 2009, oleh Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro. Dalam perjalanannya, terjadi letusan besar Gunung Merapi sekitar akhir Oktober hingga November 2010.
Karena pasca-letusan 2010 tersebut, museum ini pun semakin aktif dan relevan. Banyak koleksi baru yang ditambahkan dari peristiwa tersebut, dari benda-benda sisa erupsi sampai dokumentasi dampaknya. Jadi sekaligus jadi tempat dokumentasi sejarah bencana besar itu juga.
Fungsi utama museum ini memang untuk edukasi. Tak hanya seputar Gunung Merapi, di dalamnya juga dibahas soal geologi, bencana alam, dan pentingnya kesiapsiagaan. Museum ini jadi tempat belajar, sekaligus jadi ruang kolaborasi untuk penelitian, baik dari dalam negeri maupun luar.
Baca juga: Pesona Desa Pentingsari: Destinasi Wisata Alam dan Budaya di Yogyakarta
Arsitektur Museum Gunung Merapi
Bangunan Museum Gunung Merapi didesain dengan penuh simbol. Atapnya berbentuk kerucut, mirip puncak gunung berapi. Bentuk ini menggambarkan bahwa seluruh bangunan ini memang didedikasikan untuk mengenalkan Gunung Merapi dan dunia kegunungapian secara umum.
Struktur utamanya berbentuk trapesium. Kombinasi bentuk geometris ini bikin tampilan museum terlihat tegas tapi tetap dinamis. Jauh dari kesan kaku seperti bangunan institusi pada umumnya. Ada kesan modern tapi tetap menyatu dengan alam sekitar.
Bukan cuma bangunannya saja yang besar, tapi juga lingkungannya dibuat lapang dan terbuka. Di sekitar bangunan utama ada taman, ruang terbuka hijau, dan jalur pejalan kaki yang cukup nyaman untuk eksplorasi.
Di halaman depan, pengunjung akan langsung melihat sebuah monumen berbentuk kerucut kecil. Materialnya diambil dari batuan vulkanik asli. Letaknya strategis, jadi semacam pengantar sebelum masuk ke ruang utama.
Bagian dalam museum ditata dengan rapi dan cukup modern. Pencahayaannya terang. Sirkulasi udara terasa lega. Tata letak ruangnya juga memudahkan pengunjung mengikuti alur cerita dari satu zona ke zona lain. Ada beberapa bagian yang dilengkapi layar sentuh dan audio visual, sehingga informasi bisa dinikmati dengan cara yang lebih interaktif.
Fasilitas multimedia di beberapa titik juga mendukung pengalaman belajar yang lebih mendalam. Tidak semua informasi harus dibaca—banyak juga yang bisa dilihat atau didengar langsung lewat tayangan pendek atau simulasi.
Isi Museum dan Koleksi yang Ditampilkan
Terkait koleksinya, Museum Gunung Merapi punya banyak ruang pamer dengan tema yang berbeda-beda. Semuanya dirancang untuk mengenalkan pengunjung pada gunung berapi, terutama Merapi, dan dampak letusannya terhadap kehidupan. Informasi disajikan lewat diorama, panel, replika, sampai tayangan video.
Salah satu bagian yang paling menarik adalah zona letusan Merapi dari tahun ke tahun. Di sini ada dokumentasi letusan besar tahun 1969, 1994, 2006, dan tentu saja 2010, yang paling parah dalam sejarah modern.
Ada juga koleksi batuan vulkanik, foto-foto udara, peta sebaran lava, serta alat-alat yang dipakai tim survei saat memantau aktivitas Merapi. Semuanya dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Ada pula area khusus tempat pengunjung bisa merasakan sensasi gempa dan letusan, dalam skala aman. Dengan hanya menekan tombol, simulasi dimulai. Lantai akan bergoyang, suara gemuruh mengisi ruangan, dan ada efek visual seperti asap atau lampu berkedip. Semua ini dirancang supaya pengunjung bisa merasakan getaran dan suasana di saat bencana, tanpa ada bahaya nyata
Fasilitas Pendukung
Fasilitas di dalam Museum Gunung Merapi ini cukup lengkap. Selain ruang koleksi, bagi pengunjung yang datang dalam kelompok besar, juga tersedia ruang presentasi dan kegiatan edukatif. Kadang ada juga kegiatan pendamping seperti diskusi, pelatihan kebencanaan, atau simulasi erupsi yang diadakan untuk pelajar.
Area luar juga nyaman buat istirahat. Ada taman yang asri dan lapangan terbuka, bisa dipakai duduk-duduk santai atau bawa bekal. Area parkir luas dan bisa menampung kendaraan besar seperti bus pariwisata.
Secara keseluruhan, museum ini dirancang bukan cuma sebagai tempat wisata, tapi juga sebagai ruang belajar yang hidup. Koleksinya kuat, fasilitasnya lengkap, dan suasananya ramah untuk semua kalangan.
Panduan Kunjungan

Museum Gunung Merapi berlokasi di Jalan Kaliurang KM 22, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Letaknya tak jauh dari area wisata Kaliurang, jadi cukup mudah dijangkau dari pusat Kota Yogyakarta.
Museum buka setiap hari, dari Senin sampai Sabtu. Jam operasionalnya panjang, mulai pukul 07.00 pagi sampai 21.00 WIB. Tiketnya cukup terjangkau. Dikutip dari website MGM, pengunjung lokal dikenai biaya Rp5.000 per orang. Untuk turis asing, harga tiketnya Rp10.000 per orang.
Museum juga punya ruang audio visual yang menayangkan film dokumenter. Kalau tertarik nonton, ada tiket tambahan. Harganya sama seperti tiket masuk, yakni Rp5.000 untuk pengunjung lokal, dan Rp10.000 untuk wisatawan mancanegara.
Baca juga: 5 Daerah Karst di Indonesia yang Indah dan Wajib Dikunjungi
Museum Gunung Merapi mengajak pengunjung untuk benar-benar paham soal bencana alam dan cara manusia bertahan menghadapinya. Suasananya seru, informasinya mudah dicerna, dan pengalamannya meninggalkan kesan. Kalau lagi ke Jogja dan ingin wisata yang beda tapi tetap bermakna, tempat ini layak masuk daftar kunjungan.